gampang buruk sangka dan perhatian kepada anak-nakanya. Hal itu terlihat pada kutipan berikut:
Aku tahu papa pasti sholat. Apa yang aku lakukan disini? Sebaiknya aku menyerahkan hal ini pada Yang Terkuasa di atas sana. Nasibku semua sudah
ditentukan, bukan begitu? Fira Basuki, 2002: 52.
“
Nyuwun duko,
Ma, Pa,” kataku sambil bersujud dihadapan mereka.” “Mama-Papa tahu kamu
nggak
mungkin ‘mbunuh orang, ya ‘kan Bowo?” tanya mama miris. Fira Basuki, 2002: 51.
10. Pak Brewok memiliki kepribadian yang tanggung jawab dan memiliki sikap
yang tegas. Hal ini bisa dilihat pada kutipan berikut:
”
Anak orang kaya mau belajar sifat, hah? Nggak salah, ha ha ha ? si Pak Raden itu berkacak pinggang dan tertawa sampai badannya maju mundur.
Aku hanya tersenyum kecut dan kemudian mengangguk. ”Memangnya kamu berani sakit?”
Aku mengangguk lagi. ”Coba sini ... ” Pria bertubuh pendek gempal itu mengepalkan tinjunya kearah
perutku. ”Eit pinter pula menangkis bocah iki” ujarnya menanggapi tangkisanku.
Kemudian, entah mengapa ia terdiam sejenak, lalu mengernyitkan alisnya. Tak
kubiarkan ia membuka telapak tanganku dan mengamatinya. Tiba-tiba wajahnya berubah, seperti terkejut ....
”Kamu anak siapa?” Hah?”
”Jangan hah, jawab” ”Anak orang tua saya, Bapak-Ibu Subagio....
”Aku jadi bingung. Pak Haji Brewok menghela napas panjang.” Kamu saya terima jadi murid saya.”
Pintu, 2004 : 20.
d. Setting
1. Setting Novel
PBS
Setting cerita berkaitan dengan waktu dan tempat penceritaan. Setiing novel
PBS
secara global atau garis besar yang dikaji disini adalah sebagai berikut:
a. Setting Waktu
Novel
PBS
telah banyak menampakkan waktu yang jelas dan spesifik. Hal itu nampak sekali bahwa setting yang terkait dengan waktu ini terlihat pada kutipan berikut
ini: Meski sudah berlalu, jauh dibelakang waktu, masa kanak-kanak itu banyak
menyimpan cerita. Kadang mengasyikkan, tapi lebih banyak yang menyebalkan. Dan kini, setelah aku mendapatkan gelar, sudah memiliki
Mahbub, anak semata wayang. Cerita itu sering muncul seturut dengan pengetahuan yang kudapatkan dari lembaran buku kehidupan. Abidah El
Khalieqy, 2001: 2.
b. Setting tempat
Setting tempat adalah tempat cerita. Setting cerita dalam novel
PBS
ini lebih banyak di lingkungan pesantren, Gontor, Jogja, Kairo Mesir, dan gedung bioskop. Hal
itu terlihat pada kutipan berikut: Sejak aku terlahir ke dunia, kata ibuku, Hajjah Mutmainah, aku selalu digadang
dan diharapkan agar kelak dapat menggantikan posisi bapak. Tetapi, dalam benakku, harapan itu tak pernah muncul sebagai cita-cita. Sepertinya, aku lebih
suka untuk bersekolah dan mencari ilmu yang lebih luas dari kompleks pondok kami, juga lebih tinggi dari ilmu yang diperoleh para santri yang paling tua
sekalipun. Pondok kami memang bukan pondok besar sebagaimana pondok pesantren
Bahrul ulum Tambakberas atau Tebuireng. Abidah El Khalieqy, 2001: 51- 52.
Berdua menuju gedung bioskop, berdebar juga perasaanku. Ini pengalaman pertamaku. Seakan menuju sebuah jurang hitam penuh ular berbisa yang siap
menggigitku. Abidah El Khalieqy, 2001: 64.
Keindahan kata-katanya dalam menyatakan kerinduan membuatku terus berada dalam situasi kepayang. Ia meminta fotoku terbaru dengan mengenakan baju
ghalabeya Mesir, kirimannya dan sebait puisi. Abidah El Khalieqy, 2001: 56.
Didukung lek Khudhori yang mendapat cuti selama setahun setamat mondok di Gontor untuk mempersiapkan beasiswanya di Al-Azhar, Kairo, aku habiskan
seluruh jam mainku untuk latihan naik kuda, mendengar kisah para istri nabi dalam al qur’an, para ratu yang terlupakan dan kisah-kisah perempuan sufi dai
mulut lek Khudhori. Abidah El Khalieqy, 2001: 25.
c. Setting Sosial Budaya