Penokohan dan perwatakan mempunyai hubungan yang sangat erat. Penokohan berhubungan dengan cara pengarang menentukan dan memilih
tokohnya serta memberi nama tokoh dalam cerita. Perwatakan berhubungan dengan karakteristik atau bagaimana watak tokoh-tokoh itu. Keduanya berkaitan
dengan tokoh-tokoh dalam cerita novel. Dengan perwatakan, dapat menentukan adanya tokoh utama, tokoh sekunder, tokoh pelengkap atau tokoh
komplementer, dilihat berdasarkan banyak atau sedikitnya seorang tokoh berhubungan dengan tokoh-tokoh lainnya. Tokoh utama adalah tokoh yang
selamanya mendukung ide pengarang, mendapat porsi pelukisan relatif lebih banyak daripada tokoh-tokoh lainnya. Selain itu, sebab akibat munculnya suatu
peristiwa selalu bersumber dari tokoh utama tersebut. Tokoh utama adalah tokoh yang selamanya mendukung ide pengarang,
mendapat porsi pelukisan relatif lebih banyak daripada tokoh-tokoh lainnya. Selain itu, sebab akibat munculnya suatu peristiwa selalu bersumber dari tokoh
utama tersebut. Dalam novel
Pintu
tokoh utama adalah Djati Suryo Wibowo Subagio. Bo
panggilan akrabnya ini juga disebut tokoh protagonis, yaitu yang mendominasi
dan mendukung jalan atau kronologis cerita. Paris, Erna Damayanti adalah
tokoh antogonis, tokoh yang menjadi sumber konflik utama dalam kehidupan
Nisa selaku tokoh utama. Dan, Mama-Papa, Yangti, June, Putri Kemuning,
Jigme, Paris Anderson dan Pak Haji Brewok adalah tokoh tritagonis.
Beberapa Deskripsi karakteristik tokoh novel
Pintu
sebagai berikut:
a. Djati Suryo Wibowo Subagio Bowo memiliki watak yang tidak stabil,
mudah terpengaruh atau tergoda, anak ajaib yang memiliki indera keenam,
jiwanya lemah, gegabah, suka main perempuan imannya tipis, pintar dan jahat. Hal ini bisa dilihat pada kutipan berikut:
Begini, begitu, ah terserahlah, teori apa yang dikatakan orang mengenaiku. Namun aku tidak bisa mengelak ucapan orang yang menyebutkan bahwa aku
anak ’ajaib’. Lebih tepatnya, menurutku ’anak aneh’. Bagaimana tidak aneh, jika usiaku yang baru sepuluh bulan, aku sudah pandai bicara dan bahkan bisa
berhitung dari nol hingga sepuluh. Tentu saja aku tidak ingat hal tersebut, namun Yangti berkata bahwa ketika umurku setahun, kepandaianku
menyamai anak umur tiga tahun. Fira Basuki, 2002: 11
Tubuhku yang berumur lima belas tahun hampir hangus tersambar petir. Ini gara-gara aku tidak menggubris nasihat sang guru yang menyebutkan bahwa
ilmu memanggil teman di bumi belum sesuai untukku. Ilmu ini memungkinkan seseorang memanggil petir, angin, dan hujan sesuai
kehendak. Mama cerita kalau aku pingsan dan badanku berwarna hitam legam. Mama menjerit-jerit histeris menyangka aku sudah tiada. Untungnya
Mpok Nyit ada di sana dan tahu kalau jantungku masih berdenyut. Buru-buru tubuhku diselimuti dan kemudian Mpok Nyit membaca doa-doa. Melalui
ritual akupun siuman. Fira Basuki, 2002: 21.
Lewat June Putri berpesan bahwa ia tidak mau lagi berhubungan denganku dalam bentuk apapun. Aku merasa kalah. Kalah melawan nafsu. Mengapa
aku bisa terjerat pada Erna? Bukankah Putri lebih baik dari segalanya? Apa yang membuatku kalap? Fira Basuki, 2002: 78.
Aku mengangguk. Aku tidak mau mengaku dihadapannya kalau itu pun pertama kali aku melakukannya. Satu kali kenikmatan tadi membawaku
berkali-kali. Fira Basuki, 2002: 73.
b. Eyang Putri Yangti memiliki perwatakan kepribadian yang perhatian
kepada para cucu, memiliki pandangan sempit atau primordial. Hal itu terlihat dari kutipan berikut:
Yangti adalah keturunan ketujuh dari pangeran santri, anak dari sunan kalijaga, yang bernama asli Raden Said. Fira Basuki, 2002: 10.
c. Aida Fadhilah memiliki perwatakan kepribadian yang unik,