sangat berbeda easthetic, ideologis dan pendekatan epistemologis tradisi sastra mereka kembali.
Pendapat-pendapat di atas semuanya mengatakan hal yang sama: 1 tema merupakan dasar suatu cerita rekaan; 2 tema harus ada sebelum pengarang mulai
dengan ceritanya; 3 tema dalam cerita atau novel tidak ditampilkan secara eksplisit, tetapi tersirat di dalam seluruh cerita; 4 dalam satu cerita atau novel terdapat tema
dominan atau tema sentral dan tema-tema kecil lainnya.
b. Alur Cerita atau Plot
Lukman Ali 1978: 120 menyatakan bahwa plot adalah sambung sinambung peristiwa berdasarkan hukum sebab akibat yang tidak hanya mengemukakan apa yang
terjadi, tetapi yang lebih penting adalah mengapa hal itu terjadi. Wellek 1968: 217 menyebutkan bahwa plot sebagai struktur penceritaan. Virgil Scott 1968: 2 dalam
Herman J. Waluyo, 2009: 14 plot merupakan prinsip dalam cerita. Boulton 1984: 45 mengatakan bahwa plot berarti seleksi peristiwa yang
disusun dalam urutan waktu yang menjadi penyebab mengapa seseorang tertarik untuk membaca dan mengetahui kejadian yang akan datang. Dalam plot terdapat sebab akibat
logis dan itu merupakan hal yang utama. Dengan adanya sebab akibat logis tersebut, sebuah cerita novel mempunyai kesatuan dalam keseluruhan sehingga plot merupakan
pengorganisasian bagian-bagian penting dalam cerita novel. Plot atau alur, menurut Luxemburg 1984: 149-151 ialah
Konstruksi yang dibuat pembaca mengenai sebuah deretan peristiwa yang secara logik dan kronologik saling berkaitan dan yang diakibatkan atau dialami oleh
para pelaku. Peristiwa-peristiwa yang dimaksud ialah peralihan dari keadaan yang satu kepada keadaan yang lain. Peristiwa terdiri dari tiga hal, yaitu: 1
peristiwa fungsional, adalah peristiwa yang mempengaruhi perkembangan alur; 2 kaitan, adalah peristiwa yang mengaitkan peristiwa-peristiwa yang penting;
3 peristiwa acuan, ialah peristiwa yang secara tidak langsung berpengaruh pada perkembangan alur, tidak menggerakkan jalan cerita, tetapi mengacu pada
unsur-unsur lain, misalnya bagaimana watak seseorang dan bagaimana suasana yang meliputi para pelaku.
Dijelaskan pula bahwa pada prinsipnya alur cerita terdiri dari tiga bagian, yaitu: 1 alur awal, terdiri atas paparan eksposisi, rangsangan
inciting moment,
dan penggawatan
rising action;
2 alur tengah, terdiri atas pertikaiaan
conflict,
perumitan
complication
, dan klimaks atau puncak penggawatan
climax;
3 alur akhir, terdiri dari peleraian
falling action
dan penyelesaian
denouement
. Alur cerita tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
climax complication
confflict falling rising action
falling action inciting moment
expositon denouement
Gambar 1: Plot Prosa Fiksi Adelstein Pival dalam Herman J. Waluyo, 2009: 19
Exposition
atau eksposisi adalah paparan awal cerita. Pengarang mulai memperkenalkan tempat kejadian, waktu, topik, dan tokoh-tokoh cerita.
Inciting moment
adalah peristiwa mulai adanya problem-problem yang ditampilkan pengarang untuk kemudian ditingkatkan mengarah pada peningkatan permasalahan.
Rising action
adalah peningkatan atau peningkatan adanya permasalahan yang dapat menimbulkan konflik.
Complication
adalah konflik yang terjadi semakin genting. Permasalahan yang menjadi sumber konflik sudah saling berhadapan.
Climax
merupakan puncak terjadinya konflik cerita yang berasal dari peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelumnya.
Falling
action
adalah peredaan konflik cerita. Konflik yang telah mencapai puncak, akhirnya menurun karena sudah ada tanda-tanda adanya penyelesaian pertikaian.
Denouement
adalah penyelesaian yang dipaparkan oleh pengarang dalam mengakhiri penyelesaian konflik yang terjadi.
William Kenney 1966: 23 menyatakan bahwa:
We may conclude, then, that an understanding of plot is the most important factor in understanding of fiction. Plot, says
Aristotle, is the soul of tragedy. It may well be soul of fiction, too.
Kita dapat menyimpulkan, kemudian, bahwa pemahaman plot adalah faktor yang paling penting
dalam memahami fiksi. Plot, kata Aristoteles, adalah jiwa dari tragedi. Mungkin saja jiwa fiksi juga.
c. Penokohan dan Perwatakan