Tema sentral yang diangkat berbeda. Persamaan dan perbedaaan tema Alur kedua novel

Nisa selalu membantah bahkan cenderung kehilangan kendali dalam memperjuangan hak-haknya. Dia selalu membantah kepada orang tua dan juga suaminya padahal dalam kultur pesantren hal itu tidak dibenarkan. Sementara itu dalam novel Pintu cenderung maskulin. Hal itu karena tokoh utama dalam novel ini adalah Bowo seorang laki-laki yang dibesarkan di tengah keluarga pada kultur Jawa yang kolot. Seiring berjalannya waktu justru Bowo sebagai tokoh utama cenderung mempermainkan wanita. Bowo selalu mudah mengobral janji bahwa melakukan tindakan amoral kepada pada perempuan yang semsetinya mendapat perhatian dan perlindungan. Justru Bowo kehilangan kendali dan tidak memperhatiikan jati diri. Jadi kedua novel PBS dan Pintu memiliki persamaan unsur-unsur terkait dengan sosial budaya dan memiliki perbedaan dalam unsur feminisme.

b. Segi Struktur Segi strukturnya meliputi unsur-unsur:

1. Tema sentral yang diangkat berbeda. Persamaan dan perbedaaan tema

Novel PBS dan Pintu secara nyata dapat dilihat dari proses penciptaannya. Keduanya diciptakan oleh pengarang yang berbeda, namun ada kesamaan yang spesifik selain sama-sama diciptakan oleh seorang wanita. Kedua novel ini juga memiliki keeratan struktur naratif yang sama. Dengan demikian, secara umum tema yang diangkat berbeda. Novel PBS bertemakan perlunya pengakuan atas eksistensi perempuan dalam kehidupan sehari-hari. Nisa selalu melakukan pembelaan dan juga protes terhadap perlakuan yang diterimanya yang seakan-akan dianggap tidak mampu. Hanya laki-laki yang mampu. Dengan kata lin tokoh Nisa selalu menyuarakan adanya kesamaan hak dan tanggung jawab yang harus dilakukan oleh seorang perempuan. Sedangkan Pintu bertemakan keluhuran budi pekerti seseorang yang tercabut dari akar budayanya . Novel Pintu sangat maskulin. Tokoh utama dalam cerita ini adalah pria, Djati Suryo Wibowo Subagio. Novel ini adalah ‘petualangan’ seorang lelaki yang memiliki mata ketiga atau indera keenam, yang menyebabkan ia menjadi bagian dari dunia nyata maupun yang tidak kasat mata,’tidak tertangkap oleh mata’. P intu menceritakan tentang kehidupan sosial tokoh utama dari masa sekolah, kuliah, pacar, perselingkuhan, indera keenam yang dimiliki dan tambatan hati yang akhirnya menjadi isterinya. Budaya Jawa dalam novel ini sangat kental. Jadi Secara intertekstualitas novel PBS dan Pintu memiliki perbedaan dalam tema. PBS bertemakan perlunya pengakuan atas eksistensi perempuan dalam kehidupan sehari-hari sedangkan Pintu bertemakan keluhuran budi pekerti seseorang yang tercabut dari akar budayanya.

2. Alur kedua novel

PBS dan Pintu , secara konvensional menggunakan alur yang sama yaitu alur mundur . Alur novel PBS terlihat diawal cerita mengisahkan kehidupan tokoh aku Nisa yang berstatus janda dengan beranak satu. Kemudian diceritakan masa lalu atau masa kecilnya hingga pernikahanya dengan Lek Khudhori. Sedangkan novel Pintu , diawali dengan pernikahan tokoh Aku Bowo dengan Aida Fadhilah. Kemudian diceritakan masa kecilnya sampai perjalanan masa remaja dan pendidikannya. Jadi secara intertekstualitas kedua novel tersebut memiliki kesamaan dalam alur yaitu sama-sama secara konvensional yaitu menggunakan alur mundur. 3. Terkait dengan penokohan tokoh utama dalam PBS dan Pintu secara jenis kelamin berbeda. PBS tokoh utamanya wanita sedangkan Pintu tokoh utamanya laki-laki. Teknik karakterisasi kedua novel menggunakan teknik yang sama yaitu teknik telling showing , dan perpaduan dari teknik keduanya. Baik itu di P BS maupun di Pintu karakter tokoh tidak selalu digambarkan secara gamblang dan terperinci tetapi dapat diketahui dari dialog antartokoh dan lewat dialog tokoh. Namun kedua tokoh tersebut memiliki sikap kepribadian yang sama yaitu sama-sama memiliki komitmen untuk belajar dengan giat dan mandiri dalam menyikapi permasalahan hidup. Hal itu terbukti tokoh Nisa dalam PBS , dia memiliki jiwa yang kuat untuk memperjuangkan prinsip dan hakikat hidup. Tokoh aku Nisa selalu memperjuangkan yang semestinya diterima oleh perempuan, misalnya belajar atau memperoleh pendidikan. Begitu juga Bowo dalam Pintu yang tetap menjunjung tinggi budaya Jawa meskipun ia kuliah di Amerika.

4. Kedua novel ini menggunakan setting yang berbeda karena kehidupan