Moral merupakan laku perbuatan manusia dipandang dari nilai-nilai baik dan buruk, benar dan salah, dan berdasarkan adat kebiasaan dimana individu berada Burhan
Nurgiyantoro, 2002: 319. Pendidikan moral memungkinkan manusia memilih secara bijaksana yang benar dan yang salah atau tidak benar. Pesan-pesan moral dapat
disampaikan pengarang secara langsung dan bisa pula tidak secara langsung. Makin besar kesadaran manusia tentang baik buruk itu, maka makin besar moralitasnya.
Pendidikan besar sekali pengaruhnya atas perkembangan moralitas. Seseorang yang makin terang pengetahuannya tentang sesuatu yang baik dan tidak baik, akan mudah
mengadakan pilihan. Joko Widagdo 2001: 31-32 mengemukakan bahwa:
Seseorang belum dikatakan bermoral apabila dia tidak melihat atau melakukan kejahatan dan tidak berusaha memberantasnya, hanya dengan alasan amal
perbuatan dan kejahatan itu tidak mengenai atau merugikan dirinya. Sebagai pengemban nilai-nilai moral setiap orang harus merasa terpanggil untuk
mengadakan reaksi, dan dimana saja melihat perbuatan yang menginjak nilai- nilai moral.
Dalam konteks yang demikian, nilai moral dalam karya sastra memiliki tujuan untuk mendidik manusia agar mengenal nilai-nilai estetika dan budi pekerti. Nilai
pendidikan moral menunjukkan peraturan-peraturan tingkah laku dan adat istiadat seorang individu atau dari suatu kelompok yang meliputi perilaku, tata krama yang
menjunjung tinggi budi pekerti dan nilai susila.
F. Penelitian yang Relevan
1. Rachmat Djoko Pradopo. 1985.
Hubungan Intertekstual dalam Sastra Indonesia
. Pada tulisan tersebut ditunjukkan ada hubungan intertekstual antara sajak Amir
Hamzah sebagai hipogram dari sajak Chairil Anwar. Sajak Chairil Anwar merupakan transformasi sajak Amir Hamzah. Selain itu, ditunjukkan pula adanya
hubungan intertekstualitas antara novel-novel tiga periode, yaitu antara novel
Di Bawah Lindungan Ka’bah
DLK karya Hamka sebagai hipogram novel
Atheis
karya Achdiat Kartamihardja dan novel
Gairah untuk Hidup dan Gairah untuk Mati
GHGM karya Nansjah Djamin. Novel
Atheis
dan GHGM keduanya menyerap dan menstransformasikan struktur novel DLK karya Hamka.
2. Rachmat Djoko Pradopo. 1995.
“ Hubungan Intertekstual Roman-roman Balai Pustaka dan Roman Pujangga Baru” .
Dijelaskan bahwa roman
Azab dan Sengsara
karya Merari Siregar merupakan hipogram atau model dari roman-roman yang terbit sesudahnya, seperti:
Siti Nurbaya
karya Marah Rusli,
Kalau Tak Untung
karya Selasih, roman
Di Bawah Lindungan Ka’bah
karya Hamka. Roman
Azab dan Sengsara
memasalahkan adat, terutama yang berhubungan dengan adat kawin paksa. Hubungan antar teks tersebut bukan hanya mengenai pikiran-pikiran yang
dikemukakan, melainkan juga mengenai struktur penceritaan atau alurnya. Selain itu, Rachmat Djoko Pradopo juga mengupas masalah intertekstualitas antara roman
Siti Nurbaya, Layar Terkembang
karya Sutan Takdir Ali Syahbana, dan
Belenggu
karya Armijn Pane. Pada ketiga roman tersebut dibahas emansipasi wanita dalam
Siti Nurbaya, Layar Terkembang, dan Belenggu.
3. Djiwandhana Walujo Utomo. 2005.
“
Kajian Novel
Roro Mendut
Karya Ajib Rosidi dan Novel
Roro Mendut
Karya Y. B. Mangunwija
Sebuah Telaah dengan Pendekatan Intertekstualitas”
merupakan tesis di Universitas Sebelas Maret
Surakarta. Penelitian ini membandingkan novel
Roro Mendut
karya Ajip Rosidi dan novel
Roro Mendut
karya Y.B. Mangunwijaya dengan
Roro Mendut
karya Ronggo Janur terbitan Balai Pustaka tahun 1951, menelaah struktur naratifnya, mengkaji
perbedaannya dan mengungkapkan aspek sosio-budaya sebagai setting novel dengan pendekatan intertekstualitas.
4. Sudarma. 2007.
“
Kajian Novel
Roro Mendut, Genduk Duku, Dan Lusi Indri
Karya Y.B. Mangunwijaya
Telaah Sastra dengan Pendekatan Intertekstualitas.
Penelitian ini merupakan kajian novel sejarah Roro Mendut dan Lusi Indri karya Y.B.
Mangunwijaya, menelaah struktur naratif, mengkaji persamaan dan perbedaanya, serta nilai-nilai pendidikan yang terkadung di dalam novel tersebut. Penelitian ini
menyatakan bahwa ketiga novel ini memiliki hubungan yang erat meskipun memiliki teks secara mandiri.
5. Sumanto. 2009.
“
Kajian
Novel Supernova
karya Dewi Lestari dan novel
Jendela- Jendela
karya Fira Basuki
Pendekatan Intertekstualitas dan Nilai Pendidikan” .
Penelitian ini merupakan kajian novel
Supernova
karya Dewi Lestari
dan novel Jendela-Jendela
karya Fira Basuki, menelaah struktur naratif, mengkaji persamaan dan perbedaanya, serta nilai-nilai pendidikan yang terkadung di dalam novel
tersebut. Kedua novel tersebut ada persamaan dan juga perbedaan. Persamaan terlihat pada tema dan juga alur. Sedangkan perbedaan terlihat pada penokohan dan
juga setting. Novel
Jendela-jendela
karya Fira Basuki merupakan hipogram dari novel
Supernova
karya Dewi Lestari. Dan kajian penelitian ini berbeda dengan yang terdahulu karena novel ini pengarangnya wanita.
Kajian novel
Perempuan Berkalung Sorban
karya Abidah El Khalieqy dan
Pintu
karya Fira Basuki ini sangat berbeda dengan penelitian kajian yang terdahulu,
karena novel ini merupakan novel yang bersetting Timur Tengah dan juga bersetting Amerika. Selain pengarangnya berbeda, novel ini juga termasuk novel masa kini.
Kajian atau penelitian ini merupakan kelanjutan dari pendekatan strukturalisme atau penelitian terdahulu. Unsur-unsur kedua novel ini akan dikaji struktur baik persamaan
dan perbedaanya. Dan dalam kajian ini selain menemukan nilai-nilai pendidikan juga mengkaji bagaimana memanfaatkan kedua novel ini sebagai bahan pembelajaran
Bahasa dan sastra Indonesia di jenjang SMA, karena penelitian-penelitian yang terdahulu ditidak mengkaji keterkaitan dengan pemanfaatan untuk sarana pembelajaran
sastra di sekolah. Jadi penelitian ini mengkaitkan kedua novel ini sebagai sarana pembelajaran sastra di SMA selain kajian intertekstualitas.
G. Kerangka Berpikir