Efisiensi Relatif Proses Produksi

Efisiensi relatif diukur menggunakan 12 indikator seperti yang tertera pada Gambar 3, sehingga pengukuran efisiensi relatif masing-masing indikator terdiri dari 12 UPK dengan dua input dan dua output untuk masing-masing UPK. Selanjutnya, data dari nilai-nilai input dan output dimasukkan ke dalam rumusan DEA yang berupa programa linier 4-7. Pengukuran efisiensi relatif setiap indikator dapat dirumuskan sebagai berikut : ™ m = jumlah input yaitu 2, s = jumlah output yaitu 2 dan n = jumlah UPK indikator yaitu 12 ™ Ek = efisiensi relatif dari indikator ke k, k = 1...12 ™ Ur = bobot tertimbang dan output indikator ke r, r = 1 aspek teknis, r = 2 aspek ekonomis ™ Vi = bobot tertimbang dan input indikator ke i, i = 1 aspek teknis, i = 2 aspek ekonomis ™ Y rk = jumlah atau nilai output r pada indikator k ™ X rk = jumlah atau nilai input i pada indikator ke k Persamaan yang sama seperti 4-7 dalam rumusan DEA digunakan pula untuk melakukan pengukuran efisiensi relatif per kelompok indikator. Pengukuran dirumuskan sebagai berikut : ™ m = jumlah input yaitu 2, s = jumlah output yaitu 2 dan n = jumlah UPK kelompok indikator yaitu 6 ™ Ek = efisiensi relatif dari kelompok indikator ke k, k = 1...6 ™ Ur = bobot tertimbang dan output kelompok indikator ke r, r = 1 aspek teknis, r = 2 aspek ekonomis ™ Vi = bobot tertimbang dari input kelompok indikator ke i, i = 1 aspek teknis, i = 2 aspek ekonomis ™ Yrk = jumlah atau nilai output r pada kelompok indikator ke k, merupakan total jumlah output dari semua indikator dalam satu kelompok indikator r. ™ Xrk = jumlah atau nilai input i pada kelompok indikator ke k, merupakan jumlah keseluruhan input dari semua indikator dalam satu kelompok indikator i. Suatu UPK dikatakan efisien secara relatif apabila nilai efisiensinya 100 persen. Apabila nilai nya tidak mencapai 100 persen, maka UPK bersangkutan dianggap tidak efisien secara relatif. Tabel 41. Efisiensi relatif per indikator Indikator Efisiensi Relatif Efisiensi Siklus Bahan baku Material Cycle Efficiency : MCE 100 Efisiensi Siklus Energi Energy Cycle Efficiency : ECE 43,45 Efisiensi Lingkungan Produk Akhir Final Product Environmental Efficiency : FPEE 57,97 Efisiensi Pengoperasian Peralatan Statis Equipment Static Operating Efficiency : ESOE 100 Efisiensi Masukan Input Efficiency : IE. 100 Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan Data Envelopment Analysis , didapatkan nilai efisiensi relatif dari setiap indikator proses produksi seperti yang ditampilkan pada Tabel 41. Gambar 22. Tampilan Model Efisiensi Produksi Relatif Pada Tabel 41. menunjukkan bahwa terdapat tiga indikator efisiensi dalam proses produksi yang telah efisien secara relatif yaitu efisiensi siklus bahan baku, efisiensi pengoperasian peralatan statis, dan efisiensi masukan sedangkan efisiensi siklus energi dan efisiensi lingkungan produk akhir tidak efisien secara relatif. Aplikasi program SWEETCON.PROSION untuk model efisiensi produksi relatif merupakan model yang diintegrasikan dengan software DEA for Windows dan tidak bersatu dengan model efisiensi absolut. Hasil analisa efisiensi produksi relatif dapat dilihat pada Gambar 22. Indikator siklus energi menunjukkan inefisiensi karena apabila ditinjau secara teknis alokasi energi terutama bahan bakar solar penggunaannya belum efisien karena lebih banyak yang dialokasikan untuk penggunaan diluar proses produksi. Walaupun demikian, secara ekonomis siklus energi telah dapat dikatakan efisien karena perbandingan antara biaya tambahan yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk energi karena adanya konversi aktual nilainya kecil mendekati nol persen. Indikator lingkungan produk akhir juga belum efisien secara relatif. Hal ini dapat dilihat dari ketidakefisienan secara teknis, yaitu sisa bahan baku yang terkandung dalam produk jumlahnya masih sedikit dibandingkan dengan jumlah bahan baku yang terkandung dalam produk jadi. Dengan adanya ketidakefisienan secara teknis, menyebabkan efisiensi ekonomis juga tidak tercapai karena biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk menangani`atau mengurangi bahan baku yang terbuang ke lingkungan cukup besar.

D. PENYUSUNAN HIRARKI SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN

PENGENDALIAN PROSES PRODUKSI GULA KRISTAL Analisa keputusan pada dasarnya adalah suatu priosedur logis dan kuantitatif yang tidak hanya menerangkan mengenai proses pengambilan keputusan, tetapi juga merupakan suatu cara untuk membuat keputusan. Dengan kata lain, cara untuk membuat model suatu keputusan yang memungkinkan dilakukannya pemeriksaan da pengujian Mangkusubroto dan Trisnadi, 1987 Dalam melakukan analisa bagi persoalan keputusan, tahap awal yang perlu dilakukan adalah mengungkapkan tujuan berkenaan dengan apa yang ingin dicapai oleh pengambil keputusan. Pada penyusunan hirarki SPK Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal ini yang merupakan fokus atau tujuan pengambilan keputusan adalah identifikasi faktor pengendalian proses produksi. Pengendalian proses dalam sistem penunjang keputusan pengendalian proses produksi gula kristal mencakup seluruh faktor yang berdampak terhadap proses seperti parameter proses, peralatan, bahan, personil dan kondisi lingkungan proses. Faktor dalam kasus ini dapat disebut juga sebagai kriteria dalam pengambilan keputusan secara umum. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam kriteria antara lain: • lengkap, sehingga dapat mencakup seluruh aspek penting dalam persoalan tersebut; • operasional, sehingga dapat digunakan dalam analisa; • tidak berlebihan, sehingga menghindarkan perhitungan berulang; dan • minimum, agar lebih mudah mengkomprehensifkan persoalan. Pada studi kasus pengendalian proses di PT Pabrik Gula Jati Tujuh, dididentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kelancaran dan tercapainya kualitas selama proses produksi yang dimulai dari stasiun gilingan hingga stasiun putaran. Faktor-faktor pendukung tersebut terbagi menjadi lima macam, yaitu mesin dan peralatan; kemampuan proses; sumber daya manusia; manajemen; dan faktor eksternal. Untuk mengidentifikasi keterkaitan faktor-faktor tersebut digambarkan pada Gambar 24. Faktor-faktor pendukung utama yang berpengaruh terhadap proses akan bertindak sebagai cabangtulang dari garis horisontal utama. Cabang atau tulang dari diagram tulang ikan akan diisi oleh kriteria faktor. Diagram sebab akibat selanjutnya dikembangkan menjadi sebuah model struktur hirarki. Seluruh bobot yang dihasilkan dari pengolahan menggunakan metode Analitical Hierarchy Process AHP ini dapat diinterpretasikan sebagai suatu persentase dari keseluruhan faktor yang dibobotkan. Model struktur hirarki pada sistem penunjang keputusan ini terdiri dari empat tingkat dimana tingkat pertama adalah fokus, yaitu identifikasi faktor pengendalian proses produksi Pabrik Gula Jati Tujuh. Tingkat ke dua adalah