PROSES PENGOLAHAN GULA KRISTAL

Tabel 2. Parameter Kinerja Stasiun Penimbangan Bahan Baku PARAMETER STANDAR SYARAT NILAI Satuan Tingkat kemasakan tebu - 24-40 Jumlah bahan pengotor trash ≤ 5 Kesegaran tebu ≤ 24 jam Pol tebu ≤ 12 Kadar nira tebu ≥ 80 Kemurnian nira perahan pertama ≥ 85 Sumber: Cahyadi 2005 2. Penggilingan Tebu yang bentuknya kecil-kecil tersebut kemudian mengalami penggilingan. Penggilingan ini dimaksudkan untuk mengambil nira mentah dari batang tebu dan memisahkannya dari ampas Soerjadi, 1985. Menurut Rianggoro dan Daryanto 1984, hasil pemerahan tiap gilingan berbeda, semakin ke balakang semakin kecil hasilnya, karena nira yang terperah sebagian ada pada bagian parensia yang dengan penekanan sedikit saja akan terperah dengan brix terbesar, sedangkan untuk gilingan selanjutnya yang terperah adalah korteks dan epidermis. Tabel 3. Parameter Kinerja Stasiun Penggilingan PARAMETER STANDAR SYARAT NILAI Satuan PG. Kecil PG. Sedang PG. Besar Kadar sabut - 14-16 Tingkat Pencacahan Preparation Index 90 Fibre Loading = 200 gdm2 Imbibisi sabut ≥ 200 Persentase nira mentah tebu ≥ 100 Persentase ekstraksi nira 96 Kapasitas giling ≥ 1500 3000 4500 TCD Sumber: Cahyadi 2005 3. Pemurnian Tujuan pemurnian adalah untuk membuang sebanyak-banyaknya zat bukan gula sehingga diperoleh nira yang jernih dan mengusahakan agar kerusakan gula akibat perlakuan proses pabrikasi minimal Sartono, 1988. Pemurnian dengan susu kapur dilakukan dalam peti defekator bejana yang berfungsi untuk mencampurkan susu kapur dengan nira mentah dengan pH 10. Sebelum dialirkan ke dalam peti defekator, nira mentah dipanaskan pada suhu 75 o . Setelah reaksi akan terbentuk endapan Ca-phospat. Selanjutnya dilakukan pemurnian dengan gas SO 2 dalam peti sulfitasi sampai pH 7,2. Hasil reaksi berupa endapan CaSO 3 yang akan menyelubungi endapan Ca-phospat sehingga akan menghasilkan endapan yang kompak dan porous sehingga mudah ditapis. Hasil akhir pemurnian nira encer dengan kotorannya melalui metode pengendapan dalam peti pengendap Rianggoro dan Daryanto, 1984. Tabel 4. Parameter Kinerja Stasiun Pemurnian PARAMETER STANDAR SYARAT NILAI Satuan Turbidity nira ≤ 50 ppm Kadar CaO dalam nira ≤= 80 ppm Jumlah bahan pengasingan bukan gula ≤ 14 Persentase pol blotong ≤ 2 Persentase blotong terhadap tebu ≤ 3 Sumber: Cahyadi 2005 4. Penguapan Tujuan dari pengendapan adalah untuk memekatkan nira encer, sehingga diperoleh nira dengan kepekatan yang diharapkan 64 o Be Anonymous, 1984. Pada proses penguapan terkadang terjadi adanya pergerakan akibat dari kurang sempurnanya proses pemurnian. Pembersihan secara teratur perlu dilakukan untuk memperbaiki proses Anonymous, 1984. Tabel 5. Parameter Kinerja Stasiun Penguapan PARAMETER STANDAR SYARAT NILAI Satuan Tingkat kekentalan nira ≥ 65 brix Warna nira kental ≤ Kuning kecoklatan Suhu nira jernih ≥ 100 o C Sumber: Cahyadi 2005 5. Kristalisasi Kristalisasi adalah proses peningkatan kejenuhan nira dan pembentukan kristal. Tujuan kristalisasi adalah untuk mendapatkan gula kristal sebanyak mungkin secara mudah, sederhana dan ekonomis. Kristalisasi menghasilkan kristal gula dan tetes dalam bentuk campuran yang dapat dipisahkan di stasiun putaran Martoharsono, 1997. Tabel 6. Parameter Kinerja Stasiun Kristalisasi PARAMETER STANDAR SYARAT NILAI Satuan Kekentalan masakan - 93-94 brix Tingkat kemurnian masakan ≥ 85 Purity drop - 10-15 Kerataan kristal rata Ukuran kristal - 0.8-1.1 mm Sumber: Cahyadi 2005 6. Putaran Pemutaran difungsikan untuk memisahkan kristal dengan larutannya stroop menggunakan proses sentrifugasi dalam saringan sehingga massa akan terlempar. Kristal akan tertahan pada dinding saringan dan cairan akan menembus lubang saringan. Masing-masing masakan diputar dalam alat putaran yang berbeda Soerjadi, 1985. Tabel 7. Parameter Kinerja Stasiun Putaran PARAMETER STANDAR SYARAT NILAI Satuan Kadar air ≤ 1 brix Warna putih Ukuran kristal - 0.8-1.1 mm Sumber: Cahyadi 2005 7. Pengeringan, pendinginan dan pengemasan Dalam alat pengering dan pendingin gula terdapat penghisap debu gula untuk kemudian ditangkap dan dilebur kembali. Seteleh dingin dan kering, gula disaring untuk memisahkan antara gula halus, gula kasar dan gula produk. Gula halus dan gula kasar akan dilebur kembali sedangkan gula produk akan ditimbang dan dikemas Sartono, 1988. Pengemasan adalah usaha perlindungan terhadap produk dari segala macam kerusakan dengan menggunakan wadah Soerjadi, 1985. Gula produk ditimbang dengan timbangan curah dengan skala yang sudah diatur untuk berat bersihnya, dan langsung masuk ke karung dan dijahit secara otomatis. Selanjutnya gula produk dibawa ke gudang yang memenuhi syarat untuk disimpan dan didistribusikan ke konsumen Anonymous, 1984. Tabel 8. Parameter Kinerja Stasiun Pengeringan, pendinginan dan penyaringan PARAMETER STANDAR SYARAT NILAI Satuan Kadar air gula sentrifugal ≤ 1 Suhu gula sebelum masuk karung ≤ 40 o C Berat gula per karung = 50 kg Kemasan Karung plastik, inner bag Sumber: Cahyadi 2005 8. Produk Agar dapat dikonsumsi secara lengsung, gula harus memenuhi syarat SNI gula yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Beberapa parameter penilaian kinerja produk ditampilkan dalam tabel 9. Tabel 9. Parameter Kinerja Produk PARAMETER STANDAR SYARAT NILAI Satuan GKP 1 GKP 2 GKP 3 Warna kristal ≥ 70 65 60 Warna larutan ICUMSA, IU ≤ 250 350 450 IU Besar jenis butir - 0.8-1.2 0.8-1.2 0.8-1.2 bb Susut pengeringan ≤ 0.1 0.15 0.2 mm bb Polarisasi o Z, 20, o C ≥ 99.6 99.5 99.4 bb Gula reduksi ≤ 0.1 0.15 0.2 bb Abu kondukiviti ≤ 0.1 0.15 0.2 TCD Zat tidak larut ≤ 5 5 5 derajat Belerang dioksida SO 2 ≤ 30 30 30 mgkg Timbal Pb ≤ 2 2 2 mgkg Tembaga Cu ≤ 2 2 2 mgkg Arsen As ≤ 1 1 1 mgkg

C. KOMPONEN KRITIS PROSES

Krisis adalah suatu titik balik untuk menjadi lebih baik atau menjadi lebih buruk dan merupakan saat yang menentukan. Krisis dapat pula didefinisikan sebagai suatu saat yang tidak stabil dimana perubahan mendasar sering terjadi. Hasil positif atau negatif yang terjadi merupakan probabilitas yang cenderung berulang Fink, 1986. Selanjutnya Fink 1986 menambahkan bahwa perusahaan yang dapat membuat perencanaan untuk suatu keadaan yang kritis maka sebenarnya perusahaan itu selangkah lebih maju dalam memanfaatkan kesempatan keadaan kritis tersebut dibandingkan perusahaan yang tidak mempersiapkan perencanaan kritis. Salah satu strategi untuk mengidentifikasi kekritisan komponen yang menunjang dalam suatu proses produksi adalah dengan prtimbangan multi kriteria adalah Equipment Critically Rating ECR. ECR ini bertujuan untuk menentukan kekritisan dari alat equipment yang dipakai dalam proses produksi dengan memperhatikan kriteria-kriteria yang berhubungan dengan strategi persediaan komponen. Keluaran dari ECR adalah tingkat kekritisan dari mesin atau komponen. Tingkat kekritisan tersebut dapat digolongkan dalam 4 golongan yaitu Vital, Essential, Support, dan Operational yang disingkat dengan VESO. Definisi dari kekritisan equipment dalam suatu sistem produksi adalah sebagai berikut: ƒ Ukuran untuk dapat mengetahui perbedaan relatif pentingnya peranan suatu equipment terhadap equipment lain dalam suatu proses produksi. ƒ Menyatakan tingkat besarnya konsekuensi yang akan diterima terhadap kriteria yang disetujui apabila equipment tersebut mengalami kerusakan Penggolongan komponen berdasarkan tingkat kekritisannya ke dalam VESO yang artinya: 1. Vital Merupakan komponen yang dipergunakan untuk proses utama, vital terhadap operasi komersial dan keselamatan petugas. Bila komponen tersebut rusak akan menyebebkan mesin tersebut shutdown, mempunyai high cost , atau plantpersonal safety tidak terjamin. Komponen ini memerlukan frekuensi monitoring yang tinggi secara periodik. Peralatan yang termasuk kategori ini adalah semua peralatan proses utama yang apabila rusak akan langsung mengakibatkan kehilangan produksi dan penalty cost . 2. Essential Adalah komponen yang dipergunakan dalam proses atau essential terhadap operasi komersial. Bila komponen tersebut rusak akan menyebebkan pengurangan produksi dan mempunyai high replacement cost . Komponen ini memerlukan frekuensi monitoring tinggi secara periodik. Peralatan yang termasuk ketegori ini adalah peralatan proses dan peralatan auxilary, yang pada umumnya mempunyai unit cadangan dan apabila rusak tidak langsung mengakibatkan kehilangan produksi, akan tetapi kerusakan yang berkepanjangan lebih dari 24 jam akan mengakibatkan kehilangan produksi dan pinalty cost.