KOMPONEN KRITIS PROSES TINJAUAN PUSTAKA

dari mesin atau komponen. Tingkat kekritisan tersebut dapat digolongkan dalam 4 golongan yaitu Vital, Essential, Support, dan Operational yang disingkat dengan VESO. Definisi dari kekritisan equipment dalam suatu sistem produksi adalah sebagai berikut: ƒ Ukuran untuk dapat mengetahui perbedaan relatif pentingnya peranan suatu equipment terhadap equipment lain dalam suatu proses produksi. ƒ Menyatakan tingkat besarnya konsekuensi yang akan diterima terhadap kriteria yang disetujui apabila equipment tersebut mengalami kerusakan Penggolongan komponen berdasarkan tingkat kekritisannya ke dalam VESO yang artinya: 1. Vital Merupakan komponen yang dipergunakan untuk proses utama, vital terhadap operasi komersial dan keselamatan petugas. Bila komponen tersebut rusak akan menyebebkan mesin tersebut shutdown, mempunyai high cost , atau plantpersonal safety tidak terjamin. Komponen ini memerlukan frekuensi monitoring yang tinggi secara periodik. Peralatan yang termasuk kategori ini adalah semua peralatan proses utama yang apabila rusak akan langsung mengakibatkan kehilangan produksi dan penalty cost . 2. Essential Adalah komponen yang dipergunakan dalam proses atau essential terhadap operasi komersial. Bila komponen tersebut rusak akan menyebebkan pengurangan produksi dan mempunyai high replacement cost . Komponen ini memerlukan frekuensi monitoring tinggi secara periodik. Peralatan yang termasuk ketegori ini adalah peralatan proses dan peralatan auxilary, yang pada umumnya mempunyai unit cadangan dan apabila rusak tidak langsung mengakibatkan kehilangan produksi, akan tetapi kerusakan yang berkepanjangan lebih dari 24 jam akan mengakibatkan kehilangan produksi dan pinalty cost. 3. Support Adalah komponen yang digunakan dalam proses dan memerlukan periodic monitoring . Bila komponen rusak, tidak akan berpengaruh terhadap operasi komersial dan safety. Semua peralatan proses lainnya dan peralatan penunjang kehidupan yang apabila rusak lebih dari 72 jam baru mempengaruhi kondisi kehidupan masuk dalam kategori support. 4. Operating Adalah semua komponen yang tidak termasuk kategori 1,2 dan 3 dan tidak memerlukan periodic monitoring secara rutin. Bila komponen tersebut rusak, tidak berpengaruh terhadap keselamatan dan operasi komersial. Semua peralatan non industri dan peralatan penunjang kehidupan yang tidak termasuk klasifikasi tersebut di atas, termasuk kategori operasional. Untuk menentukan faktor-faktor kritis berdasarkan penggolongannya VESO dipengaruhi oleh aspek-aspek yang harus dipertimbangkan berdasarkan kriteria yang telah ditentukan. Aspek-aspek yang sesuai dengan kriterianya adalah sebagai berikut: 1. Safety: penilaian terhadap komponen berdasarkan servis yang di-handle, yang mempunyai akibat pada plant safety dan personal safety bila komponen tersebut rusak 2. Life support : penilaian terhadap komponen berdasarkan kegunaan komponen tersebut pada plant safety dan personal safety, bila terjadi kerusakan mengakibatkan tidak terjaminnya plant safety dan personal safety. 3. Commercial : penilaian terhadap komponen berdasarkan fungsi komponen tersebut dalam proses produksi bila terjadi kerusakan akan mengakibatkan gangguan produksi sehingga menimbulkan penalty cost. 4. Sparing Philosophy : penilaian terhadap komponen berdasarkan tersedia tidaknya spare komponen terhadap yang sewaktu-waktu diperlukan langsung dapat dioperasikan untuk menunjang 100 kapasitas produksi. 5. Mean Down Time : penilaian terhadap komponen berdasarkan lama waktu overhaul. 6. Spare Part Lead Time : penilaian terhadap komponen berdasarkan waktu yang dibutuhkan dalam pengadaan spare part dari komponen tersebut untuk keperluan perbaikanoverhaul baik dilihat dari manufacturing time maupun proses logistik. 7. Reliability : penilaian terhadap komponen berdasarkan keandalan sering atau tidaknya komponen rusak sewaktu dioperasikan 8. Direct Maintenance Cost : penilaian terhadap komponen berdasarkan harga penawaran langsung dari komponen tersebut. 9. Applicability of Condition Monitoring Technique : penilaian terhadap komponen berdasarkan kemudahan, ketelitian, dan jumlah jenis data atau informasi yang dapat diperolah dari komponen guna keperluan pemeriksaan kondisi 10. Vendor availability : penilaian terhadap komponen berdasarkan tersedia tidaknya dukungan pemasok yang sewaktu-waktu diperlukan dapat membantu untuk mengatasi problem teknis dari komponen tersebut bila diperlukan. 11. Design Maturity : penilaian terhadap komponen berdasarkan teknologi disain rancang bangun ataupun jaminan disain dari komponen tersebut sehingga diperlukan ketelitian yang tinggi dalam mengoperasikan dan memeliharanya. Gambar 1. Struktur Hirarki Equipment Critically Rating Tingkat Kekritisan Peralatan EQUIPMENT CRITICALLY RATING - Penyebab Ledakan - Penyebab kenaikan temperatur - Penyebab kenaikan tegangan - Penyebab tertimpaberat - Merusak bagian lain - Penyebab adanya racun - Kemungkinan terjadi kerugian pada manusia dan pabrik - Pengaruh terhadap produksi - Kebutuhan akan Vendor - Kelengkapan data - Severity kondisi Operasi - Reliability - Lama waktu Pemesanan - Lokasi equipment - Fasilitas monitoring - Parameter monitoring - Gangguan terhadap operasi - Akurasi data - Keahlian petugas SAFETY Life Support Commercial KEANDALAN Vendor Availability Spare Part Lead Time Applicability of Condition Monitoring Technique HIRARKI EQUIPMENT CRITICALLY RATING

D. SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN

Menurut Eriyatno 1999, Sistem Penunjang Keputusan SPK adalah pendekatan secara sistematis dalam menentukan teknologi ilmiah yang tepat untuk mengambil keputusan, yang merupakan konsep spesifik yang menghubungkan sistem komputerisasi informasi dengan para pengambil keputusan sebagai penggunanya. SPK dimaksudkan untuk memaparkan secara terinci elemen-elemen sistem sehingga dapat menunjang dalam proses pengambilan keputusan. Dalam suatu proses pengambilan keputusan, perusahaan akan menghadapi kesulitan dengan adanya alternatif-alternatif pilihan sebagai landasan untuk tindakan yang akan dilaksanakan. Kondisi tersebut menuntut perusahaan untuk tahu dan mengerti tentang masalah yang dihadapi, alternatif-alternatif yang ada, dan kriteria untuk mengukur atau membandingkan setiap alternatif guna mendapatkan alternatif yang terbaik. Sebuah cara penggambaran atau biasa disebut model diperlukan bagi sebuah perusahaan untuk melihat gambaran masalah tersebut secara menyeluruh Assauri, 1999. Eriyatno 1998, menambahkan bahwa landasan utama dalam pengembangan SPK adalah konsepsi model. Konsepsi model ini menggambarkan hubungan abstrak antara tiga komponen utama dalam penunjang keputusan, yaitu: a pengambil keputusan atau pengguna, b model dan c data. Masing-masing komponen tersebut dikelola oleh sebuah sistem manajemen. Masukan dan keluaran untuk pengguna dikelola oleh sebuah manajemen dialog, untuk pelaksanaan perintah model dikelola oleh manajemen basis model dan data dikelola dengan baik oleh manajemen basis data. Selain mengelola data dari SPK, manajemen basis data juga mengakomodasikan masukan data dari sumber luar sebagai pertimbangan untuk pengambilan keputusan, seperti data organisasi, data ekonomi dan lain sebagainya Kroenke, 1989. Sebuah struktur dasar SPK dapat dilihat pada Gambar 2. Eriyatno 1998 menambahkan, bahwa Sistem Manajemen Dialog adalah satu-satunya subsistem yang berkomunikasi dengan pengguna yang berfungsi untuk menerima input dan memberikan output yang dikehendaki pengguna. Manajemen basis model memberikan fasilitas pengelolaan model untuk mengkomputasi pangambilan keputusan dan meliputi semua aktivitas yang tergabung dalam pemodelan SPK, seperti pembuatan model, implementasi, pengujian, validasi, eksekusi dan pemeliharaan model Eriyatno, 1998.

E. EFISIENSI PROSES PRODUKSI

Setiap manajer ataun pimpinan organisasi selalu berkepentingan dan memiliki tanggung jawab langsung dalam meningkatkan kinerja performance organisasi yang dipimpinnya. Kemampuan untuk mengukur kinerja organisasi performance measurement merupakan salah satu Basis Model Manajemen Basis Model Manajemen Basis Data Manajemen Dialog Basis Data Pelayanan Data Eksternal Pengguna Sistem Penunjang Keputusan Gambar 2. Struktur Dasar Sistem Penunjang Keputusan Kroenke, 1989