Efisiensi Finansial dan Efisensi Ekonomi

136

5.3. Efisiensi Finansial dan Efisensi Ekonomi

Alokasi sumberdaya pada kegiatan perekonomian senantiasa diarahkan untuk mencapai tingkat efisiensi ekonomi yang tinggi sehingga produksi dan produktivitas dapat terpacu. Ukuran yang biasa digunakan untuk melihat efisiensi finansial dan efisiensi ekonomi adalah Private Cost Ratio PCR dan Domestic Resource Cost Ratio DRCR. PCR pada prinsipnya merupakan indikator profitabilitas privat yang menunjukkan kemampuan sistem usaha tani perkebunan kelapa sawit rakyat untuk membayar sumberdaya domestik dan tetap menjadi kompetitif. Sedangkan DRCR merupakan indikator keunggulan komparatif, yang menunjukkan jumlah sumberdaya domestik yang dapat dibentuk untuk menghasilkan satu unit devisa. Dari Tabel 12 tampak bahwa baik kebun petani plasma, kebun perusahaan inti, pabrik kelapa sawit pada kondisi kebijakan yang ada pada perkebunan kelapa sawit ternyata telah efisien secara finansial atau dengan kata lain sama sama memiliki keunggulan kompetitif. Hal ini dapat dilihat dari nilai PCR yang lebih kecil dari 1. Tabel 12. Rasio Biaya Privat dan Rasio Sumberdaya Domestik Perkebunan Kelapa Sawit Petani Plasma, Perusahaan Inti, dan Pabrik Kelapa Sawit di Kabupaten Siak No. Koefisien Kebun Petani Plasma Kebun Perusahaan Inti Pabrik Kelapa Sawit 1. Private Cost Ratio PCR 0.3731 0.3729 0.9844 2. Domestic Resource Cost Ratio DRCR 0.3658 0.3644 0.9424 Kebun perusahaan inti mempunyai tingkat efisiensi finansial atau keunggulan kompetitif yang lebih tinggi dibandingkan dengan kebun petani plasma. Biaya domestik yang dikeluarkan oleh perusahaan inti untuk faktor tenaga kerja dan lahan serta untuk input yang diperdagangkan pada tingkat harga 137 privat lebih tinggi dibandingkan kebun petani plasma. Tetapi karena produktivitas kebun milik inti jauh lebih tinggi dibandingkan kebun petani plasma menjadikan kebun petani plasma pada akhirnya secara finansial lebih efisien atau lebih mempunyai keunggulan kompetitif. Dari Tabel 12 juga tampak bahwa baik kebun petani plasma, kebun perusahaan inti, pabrik kelapa sawit pada kondisi kebijakan yang ada pada perkebunan kelapa sawit ternyata telah efisien secara ekonomi atau dengan kata lain sama sama memiliki keunggulan komparatif. Hal ini ditunjukkan oleh DRCR yang lebih kecil dari 1. Kebun perusahaan inti mempunyai tingkat efisiensi ekonomi atau keunggulan komparatif yang lebih tinggi dibandingkan dengan kebun petani plasma. Hal ini dapat dilihat dari nilai DRCR kebun perusahaan inti yang lebih rendah dibandingkan dengan nilai DRCR kebun petani plasma. Biaya domestik yang lebih mampu dihemat oleh perusahaan inti dibandingkan dengan kebun petani plasma untuk menghasilkan satu unit devisa membuat kebun perusahaan inti pada akhirnya secara ekonomi lebih efisien atau lebih mempunyai keunggulan komparatif dibandingkan dengan kebun petani plasma. 5.4. Dampak Kebijakan Ekonomi Terhadap Dayasaing dan Keunggulan Komparatif Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Siak Penerapan kebijakan pemerintah dapat memberikan dampak baik yang sifatnya positif maupun negatif terhadap para pelaku agribisnis perkebunan kelapa sawit. Dalam analisis matrik kebijakan terhadap dampak kebijakan pemerintah dapat dijelaskan melalui dampak divergensi dari adanya suatu kebijakan pemerintah. Ukuran-ukuran dampak divergensi yang digunakan meliputi transfer output, transfer input, transfer faktor dan transfer bersih. Sebagai ukuran relatif 138 ditambahkan analisis NPCO, NPCI, EPC, PC dan SRP sebagaimana terlihat pada Tabel 13. Tabel 13. Rasio-Rasio Analisis Matriks Kebijakan Pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit Petani Plasma, Perusahaan Inti dan Pabrik Kelapa Sawit di Kabupaten Siak No. Nilai Kebun Petani Plasma Kebun Perusahaan Inti Pabrik Kelapa Sawit 1. Transfer Output TO -446 170 528 2. Transfer Input Tradable TIT -295 800 -288 352 2 981 759 185 3. Transfer Input Faktor Domestik TIFD 175 263 186 970 666,666,667 4. Trasfer Netto TN 120 537 101 382 -3,761,263,047 5. Nominal Protection Coefficient Output NPCO 1.0000 1.0000 0.9993 6. Nominal Protection Coefficient Input NPCI 0.8925 0.9018 1.0376 7. Effective Protection Coefficient EPC 1.0333 1.0309 0.9650 8. Profitability Coefficient PC 1.0214 1.0171 0.2618 9. Subsidy Ratio to Producers SRP 0.0104 0.0083 -0.0224 5.4.1. Transfer Output dan Tingkat Proteksi Pemerintah Terhadap Output Kelapa Sawit di Kabupaten Siak Kebijakan pemerintah baik di level pusat maupun daerah yang ditujukan pada sektor pertanian, khususnya subsektor perkebunan kelapa sawit dapat berupa kebijakan harga, kebijakan investasi publik dan kebijakan makro ekonomi lainnya. Kebijakan ini dapat mengakibatkan adanya perbedaan antara harga yang diterima petani dan dibayar konsumen dengan harga di pasar internasional. Adanya intervensi pemerintah ini dapat dilihat pada besarnya transfer output. Transfer output menunjukkan besarnya perbedaan penerimaan usahatani yang benar-benar diterima produsen dengan penerimaan yang menggunakan harga sosial tanpa kebijakan atau pada pasar persaingan sempurna. Sebagaimana terlihat pada Tabel 13 nilai transfer output untuk perkebunan kelapa sawit petani plasma dan perkebunan kelapa sawit perusahaan inti bernilai nol, sedangkan transfer output pada pabrik kelapa sawit bernilai negatif. Hal ini menunjukkan bahwa baik pada perkebunan kelapa sawit petani plasma maupun perkebunan 139 kelapa sawit perusahaan inti tidak terjadi adanya transfer output pada level produsen maupun pada level konsumen. Hal ini mengindikasikan bahwa produsen dan konsumen menerima dan membayar sesuai dengan harga yang berlaku di pasar. Kondisi ini terjadi karena Tandan Buah Segar TBS merupakan produk akhir yang dihasilkan kebun petani plasma dan hanya diperjual belikan secara domestik, bahkan terbatas pada penjualan hasil dari perkebunan petani plasma ke pabrik kelapa sawit milik perusahaan inti. Walaupun ada sebagian petani plasma yang juga menjualnya ke pabrik kelapa sawit milik dari selain perusahaan intinya, namun dalam penelitian ini “opportunity cost” diasumsikan sama sehingga harga privat dari TBS sama dengan harga harga sosialnya. Kondisi ini mengakibatkan efek divergensi pada pengusahaan perkebunan kelapa sawit petani plasma maupun kebun perusahaan inti bernilai nol. Efek divergensi yang bernilai nol berimplikasi pada nilai NPCO perkebunan kelapa sawit petani plasma dan kelapa sawit perusahaan inti yang bernilai sama dengan satu. NPCO merupakan rasio dari penerimaan pada tingkat harga privat dengan penerimaan pada tingkat harga sosial, dan mengindikasikan tingkat proteksi pemerintah terhadap output. Nilai NPCO yang sama dengan satu mengindikasikan bahwa pengusahaan perkebunan kelapa sawit baik pada kebun petani plasma dan kebun perusahaan inti, cenderung tidak memperoleh proteksi dan juga tidak memperoleh disinsentif dari kebijakan pemerintah yang ada. Dengan kata lain kebijakan pemerintah yang ada saat ini tidak memberikan pengaruh terhadap output kelapa sawit TBS yang dihasilkan petani plasma dan kebun perusahaan inti. Sedangkan NPCO pada pabrik kelapa sawit bernilai lebih kecil dari satu 0.9973 , yang menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah ternyata bersifat 140 disinsentif terhadap output. Khusus pada pabrik kelapa sawit, nilai transfer output dan transfer netto ternyata juga negatif yang menunjukkan produsen dan konsumen telah menerima dan membayar harga yang lebih rendah dari harga aktual. 5.4.2. Transfer Input Tradabel, Transfer Faktor Domestik dan Tingkat Proteksi Pemerintah Terhadap Input Kelapa Sawit di Kabupaten Siak Kebijakan pemerintah dalam membantu menaikkan produksi selain dapat ditempuh dengan mengintervensi pada harga output dapat juga dilakukan pada harga input. Kebijakan berupa subsidi input yang diberikan kepada produsen diharapkan dapat merangsang produsen untuk menggunaan input tersebut dalam rangka peningkatan produksi dan produktivitas. Adanya intervensi pemerintah ini dapat dilihat pada besarnya transfer input. Transfer input menunjukkan besarnya perbedaan biaya yang benar-benar dikeluarkan petani pada input yang dapat diperdagangkan dengan biaya input tersebut bila menggunakan harga sosial. Dari Tabel 13 nilai transfer input untuk perkebunan kelapa sawit petani plasma dan perkebunan kelapa sawit perusahaan inti bernilai negatif, sedangkan transfer input pada pabrik kelapa sawit bernilai positif. Hal ini mengindikasikan telah terjadinya transfer dari produsen input yang diperdagangkan tradabel kepada produsen perkebunan sawit petani plasma maupun dari kebun perusahaan inti. Dengan kata lain perkebunan kelapa sawit petani plasma maupun perkebunan kelapa sawit perusahaan inti telah sama sama menikmati subsidi input sehingga biaya input yang diperdagangkan yang benar-benar dikeluarkan oleh produsen lebih kecil dari harga sesungguhnya di pasar bebas. 141 Dilihat dari NPCI Tabel 13, baik kebun petani plasma maupun kebun perusahaan inti mempunyai nilai yang lebih kecil dari satu. NPCI merupakan rasio dari input tradabel pada harga privat dengan input tadabel pada harga sosial, yang mengindikasikan tingkat proteksi pemerintah terhadap harga input tradabel. Nilai yang lebih kecil dari satu mengindikasikan bahwa ada kebijakan pemerintah yang bersifat protektif terhadap input tradabel. Dengan kata lain baik kebun petani plasma maupun kebun perusahaan inti telah menikmati kebijakan subsidi input tradabel dari pemerintah. Dalam hal ini subsidi input yang dinikmati kebun petani plasma adalah lebih besar dibanding yang dinikmati oleh kebun perusahaan inti. Hal ini dapat ditunjukkan dari nilai NPCI kebun petani plasma yang lebih kecil dari NPCI kebun perusahaan inti. Pada pabrik kelapa sawit keadaan yang terjadi justru sebaliknya yaitu bahwa telah terjadi transfer dari produsen pabrik kelapa sawit kepada produsen input tradabel. Dengan kata lain pabrik kelapa sawit telah membayar input yang diperdagangkan lebih tinggi dari harga sesungguhnya yang terjadi di pasar. Dilihat dari NPCI, pabrik kelapa sawit mempunyai nilai yang lebih besar dari satu Tabel 13. Dengan demikian, telah terjadi kebijakan pemerintah yang bersifat disinsentif terhadap input tradabel pada pabrik kelapa sawit. Transfer faktor merupakan nilai besaran yang menunjukkan perbedaan antara harga harga aktual dan harga sosial yang diterima produsen untuk pembayaran faktor-faktor produksi yang tidak tradabel. Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa baik perkebunan kelapa sawit petani plasma maupun kebun perusahaan inti sama sama terjadi transfer dari petani produsen kepada produsen input yang tidak tradabel. Hal ini diindikasikan dari nilai faktor transfer dari 142 kebun petani plasma dan kebun perusahaan inti yang bernilai positif. Kebun perusahaan inti memberikan transfer kepada produsen input yang tidak diperdagangkan dengan nilai yang lebih besar dibandingkan dengan kebun petani plasma. Hal ini diindikasikan dari nilai faktor transfer kebun perusahaan inti yang lebih besar dari kebun petani plasma. 5.4.3. Transfer Bersih, Tingkat Proteksi Simultan Input Output, Tingkat Proteksi Keseluruhan Kelapa Sawit Rakyat di Kabupaten Siak EPC merupakan analisis gabungan antara NPCO dan NPCI yang menunjukkan tingkat proteksi simultan terhadap output dan input yang tradabel. Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa kebun petani plasma dan kebun perusahaan inti memperoleh kebijakan protektif terhadap output dan input tradabel kebun kelapa sawit. Kebun petani plasma mendapatkan tingkat proteksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan kebun perusahaan inti. Hal ini terlihat dari lebih besarnya nilai EPC kebun petani plasma 1.0333 dibandingkan dengan nilai EPC kebun perusahaan inti 1.0309. Nilai EPC pabrik kelapa sawit lebih kecil dari satu yaitu sebesar 0.8435. Dengan demikian pabrik kelapa sawit memperoleh kebijakan yang bersifat disinsentif terhadap output dan input yang tradabel pabrik kelapa sawit. Kebijakan terhadap output dan input juga dapat dianalisis dari nilai transfer bersih. Transfer bersih merupakan selisih antara keuntungan bersih pada harga privat dengan keuntungan bersih pada harga sosial. Nilai transfer bersih dapat menunjukkan tambahan atau kehilangan surplus produsen yang disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang diterapkan pada input-output. Dari Tabel 13 terlihat bahwa baik pada kebun petani plasma maupun kebun perusahaan inti 143 sama sama memiliki tambahan surplus yang disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang diterapkan pada input-output. Kebun petani plasma dalam hal ini memperoleh tambahan surplus yang lebih banyak dibandingkan yang diperoleh oleh kebun perusahaan inti. Sebaliknya pengusahaan pabrik kelapa sawit justru mendapatkan kehilangan surplus yang disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang diterapkan pada input-output. Hal ini dapat dilihat dari nilai transfer bersih yang positif pada baik kebun petani plasma dan kebun perusahaan inti, serta nilai transfer bersih yang negatif pada pabrik kelapa sawit. Sementara itu dari nilai PC baik pada kebun petani plasma maupun pada kebun perusahaan inti dapat diketahui bahwa secara keseluruhan kebijakan pemerintah dapat dikatakan telah bersifat protektif Tabel 13. Hal ini karena nilai PC baik pada kebun petani plasma dan kebun perusahaan inti lebih besar dari 1. Dalam hal ini kebun petani plasma memperoleh subsidi yang lebih besar dari kebun perusahaan inti. Hal ini karena nilai PC kebun petani plasma lebih besar dibandingkan dengan nilai PC kebun perusahaan inti. Sedangkan pada pabrik kelapa sawit justru terjadi sebaliknya. Nilai PC nya lebih kecil dari 1. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa secara keseluruhan kebijakan pemerintah telah memberikan disinsentif pada produsen pabrik kelapa sawit. Nilai SRP dari kebun petani plasma dan kebun perusahaan inti sama sama positif Tabel 11. Hal ini mengandung arti bahwa dengan kebijakan yang ada, produsen membayar biaya produksi yang lebih rendah dari opportunity cost berproduksi. Hal sebaliknya justru terjadi pada pabrik kelapa sawit. Kebijakan pemerintah justru telah mengakibatkan pabrik kelapa sawit untuk membayar biaya produksi yang lebih tinggi dari opportunity cost berproduksi. 144

5.5. Dampak Kebijakan Ekonomi Terhadap Pengusahaan Kelapa Sawit di Kabupaten Siak