52
keuntungan secara privat maupun secara sosial. Hasil analisis menunjukkan bahwa keuntungan sosial lebih besar dibandingkan dengan keuntungan privat.
Distorsi ini terutama disebabkan oleh kegagalan pasar, dan berkenaan dengan kontrak tradisional yang umumnya mengikat produsen gula kelapa penderes.
Dari analisis fungsi logistik diketahui bahwa pendapatan rumah tangga penderes, karakteristik komoditas yang diusahakan, dan karakteristik kelembagaan
merupakan faktor-faktor penentu opsi kelembagaan pemasaran yang dipilih penderes.
2.5. Tinjauan Studi Peranan Sektoral dalam Perekonomian
Pada umumnya studi tentang peranan pembangunan ekonomi dilakukan dengan pendekatan sektoral. Studi dengan fokus utama pada sektor pertanian
dilakukan oleh Arndt et al. 1998, Arndt et al. 2000 dan Nokkala 2002. Studi Arndt et al. 1998 menggunakan data SAM Mozambique 1995 yang dinamakan
MOZAM. Studi ini dibuat untuk memberikan pemahaman tentang kompleksitas perekonomian Mozambique termasuk keterkaitan antar sektor dengan fokus
utama pada peranan sektor pertanian. Data MOZAM terdiri dari 40 aktivitas produksi, 40 komoditas dan 3 faktor produksi: pertanian dan non pertanian, tenaga
kerja, dan kapital. Rumahtangga dibedakan menjadi 2 tipe rumahtangga perkotaan dan perdesaan, begitu juga dengan government expenditure
pengeluaran pemerintah dibedakan menjadi dua bagian, yaitu recurrent expenditure pengeluaran rutin dan government invesment investasi pemerintah.
Pembagian pengeluaran pemerintah ini dimaksudkan untuk menangkap peran aliran dana yang digunakan untuk membiayai pengeluaran rekonstruksi. Selain
itu, hal ini juga dimaksudkan untuk memfasilitasi pengamatan terhadap
53
pengeluaran rutin relatif terhadap tax revenue pajak penghasilan. Analisis yang dilakukan meliputi analisis multiplier SAM digunakan untuk mengukur dampak
kumulatif baik secara langsung maupun tidak langsung dari suatu shock. Setelah itu SPA digunakan untuk mendekomposisi nilai multiplier yang dihasilkan
menjadi pilahan-pilahan. Hasil studi Arndt et al. 1998 ini menyimpulkan bahwa: Pertama,
pengembangan pertanian sangatlah bersesuaian dalam membangun keseluruhan kegiatan produksi, nilai tambah dan pendapatan rumahtangga. Kedua,
pengembangan pertanian dapat membantu mengurangi kesenjangan pendapatan antara perkotaan dan perdesaan. Ketiga, strategi pertumbuhan yang ditujukan
untuk mengurangi kemiskinan harus memfokuskan diri pada sektor pertanian, hal ini diperlihatkan oleh dampak multiplier yang besar pada saat peubah-peubah ini
melalui aliran perekonomian rural people masyarakat perdesaan. Arndt et al. 2000 juga melakukan studi yang menyajikan pengukuran
kuantitatif keuntungan potensial karena peningkatan produktivitas sektor pertanian dan membangun jaringan pemasaran yang lebih baik. Analisis yang
dilakukan didasarkan pada analisis computable general equilibrium CGE model untuk menangkap keunggulan struktural yang penting dari perekonomian
Mozambique. Model ini secara eksplisit mengikursertakan pemilahan biaya pemasaran untuk kegiatan ekspor, impor dan juga penjualan domestik. Pertanian
diagregasi ke dalam 8 subsektor. Permintaan rumahtangga dibedakan menjadi permintaan atas barang-barang yang dipasarkan dan barang-barang konsumsi
produk rumahtangga dengan penilaian harga didasarkan pada biaya produksi bukan harga pasar.
54
Hasil dari studi ini Arndt et al. 2000 mengindikasikan bahwa peningkatan produktivitas pertanian adalah hal yang sangat penting untuk
perekonomian Mozambique, karena akan memberikan keuntungan potensial yang cukup besar bagi perekonomian. Namun, peningkatan output pertanian ini berada
dalam lingkungan yang tidak kondusif, yaitu terdapatnya biaya pemasaran yang cukup tinggi di sektor pertanian. Hal ini mengakibatkan jatuhnya harga cukup
signifikan. Penurunan ini akan mentransmisikan keuntungan dari faktor pendapatan ke sektor pertanian dan faktor produksi. Namun, kondisi ini ternyata
membawa keuntungan bagi rumahtangga perdesaan karena tersedianya pangan yang lebih banyak dan rendahnya harga produsen yang akan menurunkan biaya
konsumsi rumahtangga. Nokkala 2002 melakukan studi dengan tujuan untuk menelaah
implementasi program investasi sektor pertanian di Zambia dengan menggunakan kerangka SAM 1995. Ada empat alternatif pola pengeluaran dana investasi sektor
pertanian yang dipresentasikan sebagai suatu skenario kebijakan, yaitu skenario: 1 implementasi aktual, 2 implementasi optimal, 3 pengeluaran investasi
sepenuhnya pada pertanian non komersial, dan 4 setengah dari pengeluaran investasi pada pertanian komersial dan setengahnya lagi pada pertanian non
komersial. Kerangka SAM yang dibangun terdiri dari tiga neraca endogen dan tiga neraca eksogen. Tiga neraca endogen tersebut adalah neraca produksi, faktor
produksi dan institusi, sedangkan neraca eksogen terdiri dari neraca pemerintah, kapital dan rest of the world ROW. Di samping itu studi ini mendekomposisi
matriks multiplier ke dalam empat komponen, yaitu: 1 initial injection injeksi awal, 2 kontribusi bersih dari transfer efek multiplier sebagai hasil dari transfer
55
langsung neraca endogen, 3 kontribusi bersih dari open-loop effect yang menyerap interaksi antara tiga neraca endogen, dan 4 kontribusi bersih dari
sirkulasi closed-loop effect yang menjamin bahwa arus pendapatan antara neraca endogen saling berhubungan.
Hasil analisis empat skenario kebijakan investasi oleh Nokkala 2002 menyatakan bahwa shocks pengeluaran aktual skenario 1 Agricultural Sector
Investment Program ASIP mendorong produksi pertanian komersial tumbuh lebih besar daripada pertanian non komersial. Dari aspek pendapatan, program
ASIP meningkatkan pendapatan rumahtangga perdesaan tidak berkeahlian lebih besar daripada rumahtangga perkotaan tidak berkeahlian dan berkeahlian. Hal ini
mendukung pandangan bahwa investasi di sektor pertanian menguntungkan penduduk perdesaan, dalam kasus ini kelompok berpendapatan rendah. Hasil
analisis skenario 2, 3 dan 4 memperlihatkan hal yang senada dengan skenario 1, namun dengan komposisi besaran yang berbeda.
Studi-studi yang secara tegas menganalisis keterkaitan antara sektor pertanian dan sektor industri juga dilakukan oleh Vogel 1991, Suwandee 1996,
Bautista et al. 1999, dan Bautista 2000. Studi yang dilakukan Vogel 1991, Bautista et al. 1999 dan Bautista 2000 menggunakan pendekatan SAM dalam
analisisnya, sedangkan Suwandee 1996 menggunakan pendekatan ekonometrika analisis cointegration dan error correction.
Bautista 2000 melakukan studi tentang pembangunan industri berbasis pertanian dengan membangun sebuah model SAM untuk wilayah Viet Nam Pusat,
yang terdiri dari 25 sektor produksi, 5 faktor produksi, 4 kelompok pendapatan rumahtangga, 2 perusahaan dan masing-masing satu item dalam neraca
56
pemerintahan, kapital dan rest of the world ROW.
Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa: Pertama, nilai multiplier output sektor pertanian secara
keseluruhan selalu lebih besar dibandingkan dengan nilai multiplier sektor pertambangan dan industri pengolahan. Kedua, distribusi pendapatan pada sektor
pertanian dan industri menunjukkan perkembangan positif. Ketiga, nilai multiplier pendapatan sektor pertanian secara keseluruhan dan dua sektor industri yang
mengolah komoditi pertanian, selalu lebih tinggi pada kelompok rumahtangga yang berpendapatan rendah dibandingkan dengan yang berpendapatan tinggi, baik
di daerah perkotaan maupun perdesaan. Keempat, ada hubungan timbal balik antara pertumbuhan pendapatan
rumahtangga pertanian dengan rumahtangga industri. Mekanisme keterkaitan ini pada akhirnya akan membentuk suatu kekuatan sosial ekonomi yang kuat guna
memperbaiki tingkat produktivitas sektor-sektor tersebut di wilayah pusat perekonomian. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa strategi agricultural
demand-led industry ADLI, industri berbasis permintaan sektor pertanian sangat relevan diterapkan di wilayah Viet Nam Pusat karena kenaikan sumberdaya
publik bisa dialokasikan kepada sektor pertanian dan perdesaan sehingga meningkatkan produktivitas sektor pertanian dan pendapatan rumahtangga di
perdesaan, selanjutnya akan menciptakan kekuatan permintaan terhadap barang- barang produksi non pertanian dalam pasar lokal.
Studi tentang pembangunan industri berbasis pertanian juga dilakukan oleh Vogel 1991. Studi ini bertujuan untuk mengetahui ketepatan strategi ADLI
dengan membangun kerangka SAM 27 sektor. Pengukuran matriks multiplier SAM dengan mentransformasikan data ini dengan tiga tahap. Pertama, neraca
57
luar negeri dimasukkan dalam blok endogen dalam rangka untuk mengeksplorasi open-economy linkages. Kedua, mereduksi SAM ke suatu disagregasi umum
untuk menghilangkan urban bias dari matriks multiplier, dengan memodifikasi metode agar aliran pendapatan sektor pertanian ke rumahtangga perdesaan dapat
dipertahankan. Ketiga, path analysis memperhitungkan dekomposisi institusi dari multiplier SAM. Ukuran agregasi kuantitatif dari expenditure paths dengan
mendekomposisi multiplier SAM ke dalam empat kontribusi: input-output, pengeluaran rumahtangga perdesaan dan perkotaan, dan efek perdagangan luar
negeri. Regresi cross-section dilakukan terhadap 10 multiplier pertanian dan dekomposisinya untuk menggambarkan perubahan struktural sektor pertanian dan
industri. Hasil analisis yang dilakukan Vogel 1991 menyimpulkan bahwa:
Pertama, sektor pertanian memiliki keterkaitan ke belakang yang kuat dan keterkaitan ke depan yang lemah dalam memenuhi kualifikasi pertanian sebagai
leading sector dalam strategi industrialisasi Hirschman. Dekomposisi multiplier produksi ini menyoroti kontribusi penting dari permintaan rumahtangga pertanian,
membuat ADLI sebagai suatu alternatif kebijakan yang menarik. Kedua, multiplier pendapatan sektor pertanian rumahtangga perdesaan lebih mendominasi
daripada rumahtangga perkotaan pada negara-negara berpendapatan rendah dan menengah, sebaliknya untuk negara-negara berpendapatan tinggi. Dekomposisi
multiplier pendapatan rumahtangga perkotaan memberikan imbas terhadap konsumen rumahtangga perdesaan dan permintaan input antara sektor pertanian.
Ketiga, multiplier pengeluaran rumahtangga pada sektor pertanian dan dekomposisinya menggambarkan efek Engel dan efek substitusi dari produksi
58
pertanian terhadap permintaan akhir untuk penggunaan input antara. Multiplier pengeluaran rumahtangga perdesaan pada sektor non pertanian ditemukan
menjadi kunci keterkaitan sektor pertanian terhadap sektor industri. Keempat, path dari perubahan struktural multiplier impor sektor pertanian memperlihatkan
suatu hambatan struktural dalam mengimplementasi strategi ADLI untuk negara- negara berpendapatan rendah.
Studi tentang strategi pembangunan industri yang lebih kompleks dilakukan Bautista et al. 1999, yang mengukur pengaruh dari tiga alternatif
pembangunan industri terhadap perekonomian Indonesia dengan menggunakan analisis multiplier SAM dan CGE. Tiga alternatif industri yang dimaksudkan
adalah agricultural demand-led industry ADLI, industri berbasis permintaan sektor pertanian food processing-based industry FPB, industri berbasis
pengolahan pangan, dan light manufacturing-based industry LMB, industri berbasis manufaktur ringan.
Analisis menggunakan data SAM Indonesia tahun 1995 ini lebih difokuskan dari sisi permintaan. Model SAM yang dibentuk terdiri dari 17 sektor
produksi, 6 faktor produksi, 7 kelompok pendapatan rumahtangga, 3 neraca pemerintahan dan 1 neraca masing-masing untuk perusahaan, modal serta rest of
the world ROW. Analisis yang dilakukan meliputi: Pertama, analisis multiplier yang menghitung pengaruh multiplier langsung dan tidak langsung akibat adanya
injeksi dari penerimaan eksogen terhadap sektor-sektor yang mendorong strategi pembangunan ketiga alternatif industri tersebut. Dalam hal ini, multiplier
pendapatan yang diperoleh akan menunjukkan dampak keterkaitan ekonomi pada sektor-sektor produksi, dengan asumsi bahwa tidak ada kendala dalam penawaran.
59
Multiplier pendapatan yang dihitung juga selalu dihubungkan dengan kelompok- kelompok rumahtangga yang berbeda, dengan maksud untuk menggambarkan
adanya hubungan antara pertumbuhan dan pemerataan. Kedua, mengukur tingkat pemerataan pendapatan dengan membandingkan perubahan pendapatan pada
berbagai kelompok rumahtangga menurut strategi ADLI, FPB dan LMB, dengan pusat perhatian pada kelompok farm worker tenaga kerja pertanian, small farm
usahatani kecil, nonfarm low-income rumahtangga pertanian berpendapatan rendah, dan urban low-income rumahtangga perkotaan berpendapaan rendah.
Dari analisis yang dilakukan Bautista et al. 1999 dapat disimpulkan bahwa pembangunan industri yang berorientasi pada komoditas pertanian lebih
tinggi dan signifikan pengaruhnya terhadap kenaikan riil GDP Indonesia dibandingkan dengan pembangunan industri yang berorientasi pada pengolahan
makanan dan industri ringan. Dari aspek distribusi pendapatan, pengaruh kenaikan GDP lebih besar terhadap perubahan pendapatan kelompok
rumahtangga yang berpendapatan rendah, baik di sektor pertanian maupun di sektor non pertanian.
Suwandee 1996 melakukan studi dengan tujuan untuk menganalisis hubungan jangka pendek dan jangka panjang antara pertumbuhan sektor pertanian
dan industri. Perhatian studi ini adalah untuk memperoleh bukti bahwa kemajuan sektor pertanian dan pertumbuhan industri memberikan kontribusi satu sama lain
dalam proses pembangunan. Studi ini menggunakan data Jepang, Korea Selatan dan Taiwan yang cenderung memberlakukan derajat proteksi yang tinggi terhadap
sektor pertanian, di sisi lain digunakan data Indonesia, Malaysia dan Thailand yang cenderung tidak berpihak terhadap sektor pertanian.
60
Suwandee 1996 melakukan analisis dalam dua dua tahap. Tahap pertama, menyelidiki keberadaan hubungan jangka panjang antara output
pertanian dan industri menggunakan analisis cointegration. Tahap kedua, menyelidiki hubungan jangka pendek antara pertumbuhan output pertanian dan
industri dengan menggunakan metode error correction. Hasil analisis cointegration dari model bivariate menunjukkan bahwa ada hubungan jangka
panjang antara output pertanian dan industri pada kasus Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Taiwan dan Thailand, sedangkan pada kasus Indonesia tidak ada
hubungan. Dari analisis dengan metode error correction ditemukan bahwa ada hubungan bi-directional dua arah antara sektor pertanian dan pertumbuhan
industri pada semua negara, kecuali pada kasus Malaysia. Studi tentang pembangunan ekonomi lainnya dilakukan oleh Kahn dan
Thorbecke 1989 serta Sinha et al. 1999. Kahn dan Thorbecke 1989 melakukan studi dengan tujuan untuk menganalisis efek makroekonomi dari
pemilihan teknologi terhadap output, tenaga kerja dan distribusi pendapatan. Efek makroekonomi, baik langsung maupun tidak langsung terhadap pemilihan
teknologi ini dianalisis dengan menggunakan kerangka SAM Indonesia yang terdiri dari 78 neraca. Dalam studi ini pilihan teknologi pada tingkat sektoral
disajikan dengan melakukan agregasi beberapa sektor diambil sebanyak 12 sektor yang dianggap mewakili kriteria teknologi yang didasarkan pada asumsi
peneliti secara dualistik – pilihan teknologi yang digunakan terdiri dari dua teknik, yaitu tradisional dan modern. Dengan menggolongkan ke-12 sektor
tersebut ke dalam 6 sektor tertentu, dampak dari adanya substitusi secara menyeluruh dari teknologi tradisional ke dalam teknologi modern, teramati
61
dengan menggunakan agregasi SAM. Dalam studi ini peneliti menggunakan alat analisis fixed price multiplier multiplier harga tetap yang membantu
memperlihatkan dampak awal dari pemilihan teknik teknologi yang digunakan. Dari analisis yang dilakukan Kahn dan Thorbecke 1989 dapat
disimpulkan bahwa: Pertama, pola distribusi pendapatan dan tenaga kerja sangat sensitif terhadap pengadopsian teknik baru. Kedua, teknik tradisional
menghasilkan efek output, tenaga kerja dan pendapatan yang lebih besar dibandingkan teknik modern. Namun jika pilihan ditujukan pada penggunakan
teknologi modern maka rumahtangga perkotaan akan lebih menikmati dampaknya, meskipun secara umum teknologi dengan teknik modern akan
memberikan pendapatan yang lebih besar bagi perusahaan sebagai institusi lain di dalam kerangka SAM dibandingkan dengan yang diberikan oleh teknologi dengan
teknik tradisional. Sinha et al. 1999 melakukan studi dengan menggunakan model SAM
mencoba membangun suatu kerangka makroekonomi sektor formal dan informal dalam kerangka perekonomian India, dengan fokus analisis adalah sektor formal
dan informal pada faktor produksi dan rumahtangga. Model SAM yang dibangun terdiri atas 24 sektor produksi dan nilai tambahnya, masing-masing dipisahkan
menjadi sektor formal dan informal. Faktor produksi dari 24 sektor tersebut kemudian dibedakan atas empat kelompok, yaitu informal labor, formal labor,
informal capital dan formal capital. Keempat faktor produksi tersebut dianalisis menurut wilayah urban perkotaan dan rural perdesaan. Lebih lanjut, analisis
terhadap rumahtangga di perkotaan dan perdesaan, dipisahkan tipe-tipe rumahtangga sebagai berikut: 1 untuk sektor formal terdiri atas: rural poor,
62
rural middle, rural rich, urban poor, urban middle dan urban rich; 2 untuk kelompok sektor informal terdiri atas: rural poor-agriculture, rural middle-
agriculture, rural rich-agriculture, urban poor, urban middle dan urban rich. Dari hasil simulasi dapat disimpulkan bahwa simulasi kenaikan ekspor tekstil
pada sektor formal dan informal sebesar 20 persen merupakan skenario yang paling baik, karena dapat meningkatkan pendapatan faktor produksi dan
rumahtangga yang paling tinggi, baik pada sektor formal maupun informal. Nilai rata-rata yang dihasilkan menunjukkan bahwa faktor produksi pada sektor formal
tampaknya lebih banyak merasakan dampak dari naiknya ekspor tekstil tersebut. Sedangkan dari aspek distribusi pendapatan dapat diungkapkan bahwa pendapatan
rumahtangga di sektor informal meningkat lebih besar dibandingkan sektor formal.
Antara 1999, dengan menggunakan pendekatan SAM melakukan analisis dampak pengeluaran pemerintah dan wisatawan terhadap kinerja perekonomian
Bali. Dari hasil penelitiannya ditemukan bahwa produksi tanaman pangan menimbulkan efek pengganda, dimana peningkatan produksi padi berperan besar
dalam meningkatkan permintaan produk prosuk industri alat angkutan. Peningkatan alokasi pengeluaran pemerintah untuk infrastruktur ekonomi sebesar
15 persen berdampak menumbuhkan perekonomian Bali sebesar 0.05 persen, pendapatan rumah tangga 0.05 persen, sektor produksi 0.09 persen dan
khususnya sektor produksi pertanian 0.10 persen. Berbeda dengan studi studi sebelumnya yang pada umumnya secara
terpisah menggunakan alat analisis ekonomi mikro atau ekonomi regional dalam memberikan telaahan terhadap suatu kebijakan pembangunan pertanian,
63
penelitian ini menggunakan ke duanya secara bersama-sama. Kajian aspek ekonomi mikro bertujuan pertama untuk untuk melihat kondisi dayasaing dan
efisiensi perkebunan kelapa sawit petani plasma dan perkebunan kelapa sawit perusahaan inti. Ke dua, menganalisis besarnya dampak kebijakan pemerintah
penetapan upah, suku bunga, dan berbagai kebijakan output dan perubahan berbagai faktor eksternal perubahan harga ouput, harga input, nilai tukar dan
perubahan-perubahan lainnya terhadap dayasaing dan efisiensi perkebunan kelapa sawit perusahaan inti dan perkebunan kelapa sawit petani plasma di
Kabupaten Siak. Dari kajian aspek ekonomi regional perkebunan kelapa sawit perkebunan
kelapa sawit dapat diketahui bagaimana struktur perekonomian Kabupaten Siak dan peranan perkebunan kelapa sawit terhadap perekonomian regional Kabupaten
Siak. Penelitian ini menganalisis dampak dari pengembangan perkebunan kelapa sawit terhadap perekonomian regional Kabupaten Siak baik dari sisi peningkatan
output bruto, peningkatan nilai tambah, keterkaitan antar sektor dan pemerataan pendapatan.
Dari hasil penelitian ini juga dapat diketahui apakah pegembangan kelapa sawit di Kabupaten Siak dapat mendorong tercapainya tripple track strategy yang
diusung pemerintah pusat dalam mendorong pertumbuhan ekonomi sekaligus tercapainya pengurangan kesenjangan pendapatan, kemiskinan dan pengangguran.
III. KERANGKA TEORI
3.1. Kerangka Pemikiran
Mengacu pada bagian terdahulu, pengembangan dan pembangunan perkebunan kelapa sawit dapat digolongkan dalam dua kelompok, yaitu perkebunan
kelapa sawit rakyat dan perkebunan kelapa sawit yang dikelola oleh perusahaan besar. Perkebunan kelapa sawit rakyat memiliki karakteristik: 1 petani mengelola lahan
secara swadaya atau sebagai petani plasma, 2 sebagai petani plasma bargaining position lemah, 3 modal terbatas, 4 manajemen pengelolaan sederhana, 5
teknologi sederhana, dan 6 produk yang dihasilkan dan dijual hanya dalam bentuk TBS. Sementara itu, perkebunan kelapa sawit yang dikelola oleh perusahaan besar
memiliki karakteristik: 1 pengelolaan perusahaan dilakukan oleh suatu tim manajemen terpadu, 2 bargaining position relatif kuat, 3 modal cukup tersedia, 4
menerapkan sistem manajemen yang profesional, 5 teknologi tinggi, dan 4 produk dihasilkan dan dijual dalam CPO, PKO dan produk-produk turunan lainnya.
Pemerintah senantiasa melakukan intervensi dalam pengembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia, baik pada perkebunan rakyat maupun intervensi dalam
pengembangan perkebunan besar. Intervensi dilakukan dalam rangka untuk meningkatkan kinerja perkebunan di Indonesia. Hal ini dilakukan mengingat
pengembangan perkebunan kelapa sawit memberikan manfaat ekonomi berupa manfaat langsung kepada para pelaku ekonomi yang terlibat dan dampak tidak
langsung terhadap perekonomian daerah maupun perekonomian nasional. Secara teoritis intervensi diarahkan pada upaya minimasi biaya atau memaksimumkan
keuntungan yang diperoleh para pelaku yang terlibat dalam pengembangan perkebunan kelapa sawit. Pada akhirnya pengembangan perkebunan kelapa sawit
diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi sektor perkebunan dan sektor