Pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit

7.2. Pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit

Dari hasil penelitian aspek ekonomi regional diketahui bahwa pengembangan sub sektor perkebunan kelapa sawit rakyat, perkebunan kelapa sawit perkebunan besar maupun insustri pengolahan kelapa sawit rakyat terbukti berdampak positif terhadap perekonomian Kabuapaten Siak. Ke tiganya dapat meningkatkan output bruto, mempunyai kofisien pengganda nilai tambah yang tinggi, dan memiliki keterkaitan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan sektor sektor perekonomian lain baik berupa keterkaitan ke belakang maupun ke depan, serta menyerap banyak tenaga kerja. Perkebunan kelapa sawit rakyat bahkan memiliki kontribusi tertinggi dalam hal peningkatan nilai tambah dan faktorial tenaga kerja. Sedangkan subsektor industri pengolahan kelapa sawit memiliki koefisien pengganda keterkaitan ke belakang terbesar ke dua di antara sektor-sektor yang ada di Kabupaten Siak. Oleh karena itu strategi yang tepat bagi pengembangan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Siak menjadi sesuatu yang berarti bagi perekonomian Kabupaten Siak. Dari hasil penelitian aspek mikro diketahui bahwa pada kondisi tingkat harga dan teknologi yang ada sekarang, perkebunan kelapa sawit petani plasma, pekebunan kelapa sawit perusahaan inti dan industri pengolahan kelapa sawit di Kabupaten Siak memiliki daya saing keunggulan kompetitif dan tingkat efisiensi keunggulan komparatif yang relatif tinggi. Hal ini ditunjukan oleh nilai PCR yang lebih kecil 1 yaitu masing masing sebesar 0.3731, 0,3729 dan 0.9844 dan DRC yang juga lebih kecil dari 1 yaitu masing masing 0.3658, 0.3644, dan 0.8303 dari perkebunan kelapa sawit petani plasma, pekebunan kelapa sawit perusahaan inti dan industri pengolahan kelapa sawit. Dari sini juga dapat diketahui bahwa pada kondisi tingkat harga dan teknologi yang ada sekarang, perkebunan kelapa sawit petani plasma memiliki daya saing dan tingkat efisiensi keunggulan komparatif yang lebih rendah dibandingkan dengan perkebunan kelapa sawit milik perusahaan inti. Hal ini karena produktivitas dari perkebunan kelapa sawit perusahaan inti 19 311 kgha lebih baik dibandingkan perkebunan kelapa sawit rakyat petani plasma 18 295 kgha. Walaupun dari sisi biaya ternyata rata-rata biaya produksi perkebunan kelapa sawit perusahaan inti lebih besar dari rata-rata biaya produksi yang dikeluarkan oleh perkebunan kelapa sawit petani plasma. Apabila ditelusur lebih lanjut ternyata, selisih komponen biaya antara perkebunan kelapa sawit perusahaan inti dan perkebunan kelapa sawit petani plasma yang paling besar adalah biaya pemeliharaan. Sedangkan besar kecilnya biaya pemeliharaan mencerminkan tingkat penerapan teknologi suatu aktivitas usahatani. Biaya pemeliharaan terdiri dari komponen biaya penggunaan sarana produksi pupuk, pestisida dan herbisida dan penggunaan tenaga kerja. Dengan demikian, biaya pemeliharaan kebun kelapa sawit perusahaan inti yang lebih besar dari petani plasma mengindikasikan penerapan teknologi usahatani kelapa sawit kebun perusahaan inti lebih baik dari kebun petani plasma dan inilah yang mengakibatkan produktivitas kebun milik perusahaan inti lebih produktif dibandingkan kebun petani plasma. Dari hasil survey diperoleh bahwa pelaku usaha perkebunan kelapa sawit rakyat, baik petani plasma maupun petani swadaya, dicirikan oleh usia petani yang cenderung berada pada usia produktif dan telah memiliki pengalaman yang cukup dalam mengusahakan perkebunan kelapa sawit. Namun demikian, mayoritas petani berpendidikan SD, dengan rata-rata tingkat pendidikan formal adalah tidak tamat SLTP. Kondisi ini mungkin yang ikut berdampak terhadap rendahnya tingkat transfer inovasi teknologi pada petani plasma apalagi petani swadaya. Hasil penelitian tersebut ternyata memberikan dukungan terhadap Teori High-Payoff Input Model Schultz menyatakan bahwa kemajuan pembangunan pertanian dapat ditempuh dengan dua cara yaitu dengan 1 menciptakan dan menyediaan sesuatu yang baru kepada para petani, higher-payoff technology dalam penggunaan alat-alat kapital dan input lainnya, dan 2 meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Untuk meningkatkan penggunaan alat-alat kapital dan input lainnya diperlukan investasi dalam pengembangan teknologi pertanian. Sedangkan untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja diperlukan investasi sumberdaya manusia yang memadai. Peningkatan pendidikan petani dapat meningkatkan pendapatan petani dan kesejahteraan masyarakat Stevens dan Jabara ,1988; Hayami dan Ruttan, 1985. Mengingat hasil penelitian di atas dan arah kebijakan jangka panjang pengembangan agribisnis kelapa sawit yang berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi Deptan, 2005, maka strategi pengembangan perkebunan kelapa sawit dapat dilakukan antara lain melalui strategi peningkatan produksi dan produktivitas kelapa sawit melalui inovasi teknologi dan strategi pengembangan sumberdaya manusia pelaku agribisnis kelapa sawit. Penggalangan dukungan atas penguatan kemampuan dan kapasitas dari lembaga-lembaga penelitian dan pengembangan merupakan langkah penting yang perlu dilakukan sehingga lembaga penelitian dan pengembangan kelapa sawit yang ada dapat berperan sebagai sumber inovasi teknologi yang dapat digunakan untuk pengembangan industri perkelapasawitan. Adapun penerapan dan adopsi inovasi teknologi tersebut hanya bisa dilaksanakan bila didukung oleh kemampuan dari sumberdaya manusia pelaku agribisnis kelapa sawit. Pengembangan sumberdaya manusia dapat dilakukan melalui peningkatan pendidikan baik formal maupun nonformal melalui penguatan kelembagaan agribisnis kelapa sawit kelompok tani, asosiasi petani, koperasi petani, dewan minyak sawit dan organisasi lainnya.

7.3. Kebijakan Peningkatan Daya Saing Agribisnis Kelapa Sawit