Tipe aksi kolektif di Biak

pengetahuan tentang gaharu, baik dari aspek pengetahuan morfologi dan budidaya. Tokoh adat pada kelompok Kapisa dan Kafiar juga memiliki pengalaman di luar Biak karena pengabdian sebagai abdi negara atau karena mengunjungi kerabat. Sementara aktor mananwir yang mendapatkan legitimasi pemerintah, juga sempat dilibatkan oleh Pemerintah Daerah dalam kunjunganstudi banding bidang pengelolaan kehutanan di luar daerah Biak. Aktor mananwir ini berada pada kelompok Rumaropen, Warnares, Rumpaidus, MSen. Aktor luar yang kemudian diterima oleh warga lokal melalui hubungan perkawinan terjadi di kelompok Korwa. Lokasi kelompok-kelompok ini tersebar diseluruh Biak yang meliputi Biak TImur, Biak Barat, Warsa, Biak Utara dan Yendidori. Aksi kolektif terkait reforestasi dapat terlihat terkonsentrasi di kelompok keret kecil, namun pada beberapa kelompok dapat terjadi lintas keret. Walapun penanaman tanaman jangka panjang di Biak telah dilakukan sejak lama, namun untuk skala yang lebih besar, saat ini dipandang sebagai perpaduan antara inisiatif kolektivitas lokal dan inisiatif dari luar. Dalam prosesnya, eksistensi hubungan kerja sama dengan pihak lain cenderung meningkat. Sementara itu, jenis-jenis tanaman jangka panjang ditanam meliputi Aquilaria filaria, Intsia bijuga, Callophylum sp, Palaquium sp, Phaleria sp, Tectona grandis. Berdasarkan uraian diatas, maka terdapat empat tipe aksi kolektif terkait reforestasi di Biak. Keempat tipe aksi kolektif tersebut adalah: 1. Aksi kolektif yang digerakkan oleh anggota komunitas yang didukung oleh kekuatan dari luar. Reforestasi dalam tipe ini digerakkan oleh seorang pemimpin kolektivitas yang bercirikan transformatif. Pemimpin tipe ini adalah orang biasa yang berada di dalam kelompok dan bukan sebagai pimpinan adat namun berciri inovatif. Namun demikian yang bersangkutan memiliki leadership untuk merubah masyarakat dan kawasan hutan dalam teritori dimana dia tinggal. Pemimpin ini biasanya terbuka terhadap inovasi dan banyak berhubungan dengan pihak luar. Ide-ide tentang reforestasi didapatkan dia dari interaksi dengan dunia luar. Reforestasi ini terjadi di kawasan komunitas mereka, tetapi terbatas pada daerah Msen hutan sekunder berbatu yang dikuasai oleh keret tertentu di dalam kelompok itu. Reforestasi ini didorong lebih banyak oleh inisiatif lokal yang digerakkan oleh sang inovator dari dalam kelompok. Motivasi utama untuk melakukan reforestasi di sini adalah untuk mengamankan klaim atas tanah adat keret kecil. Dalam hal ini reforestasi dilakukan hanya terbatas pada wilayah keret kecil dan tidak meliputi wilayah keseluruhan keret lainnya. Reforestasi di wilayah keret kecil yang lain, menjadi tanggung jawab tokoh lain. Tidak ada niat sama sekali untuk melakukan komersialiasi proyek reforestasi oleh masyarakat ini. Akan tetapi komunitas masyarakat ini tahu persis tanaman apa yang bernilai ekonomi tinggi Gaharu. Aksi kolektif yang mewujud di dalam kegiatan reforestasi di sini didasari oleh semangat Gemeinschaft semangat guyub. Contoh untuk tipe 1 ini adalah komunitas keret kecil Rumere dan komunitas keret kecil Wompere Gambar 20. Tipe kepatuhan pada aksi kolektif nomor 1 ini adalah menghargai tokoh inovatif. Motivasi warga ikut melakukan aksi kolektif reforestasi dikarenakan warga berhak mendapatkan manfaat hasil reforestasi sekalipun reforestasi dilakukan di tanah komunal. Gambar 20. Inovasi kegiatan pembibitan dengan jenis lokal lain 2. Aksi kolektif yang digerakkan oleh tokoh kampung yang mendapatkan otoritas dari pemerintah. Reforestasi dalam tipe ini digerakkan oleh pemimpin lokal yang biasanya adalah mananwir kepala kampung yang dipilih secara demokratis, yang kemudian dikukuhkan oleh pemerintah daerah. Pemimpin tipe ini adalah orang yang mendapat otoritas formal untuk melakukan segala sesuatu dikampungnya dari pemerintah. Tipe pemimpin ini adalah orang yang menonjol, tokoh masyarakat, mendapatkan kepercayaan, dan memiliki jaringan yang luas dengan orang luar karena jabatan formalnya. Tokoh ini memiliki kekuasaan yang dikukuhkan oleh kewenangan resmi dari pemerintah. Reforestasi yang dijalankan adalah program dan proyek “dari atas” dari pemerintah pusat dan daerah. Kebanyakan program reforestasi menunggu “program dari atas” pemerintah. Aksi kolektif yang mewujud di dalam kegiatan reforestasi ini, didasari oleh semangat transaksional berharap reward dari proyek reforestasi yang diprogramkan oleh pemerintah. Contoh dari tipe 2 adalah reforestasi yang dilakukan oleh kepala kampung Sunde Warnares dan kepala kampung Asarkir Asarkir, serta mantan kepala kampung Rimba Jaya Rumaropen dan mantan kepala kampung Yenusi Rumpaidus. Tipe kepatuhan pada aksi kolektif nomor 2 ini adalah menghargai tokoh formal dengan otoritas yang jelas dari pemerintah Gambar 21. Motivasi warga ikut melakukan aksi kolektif reforestasi, dalam hal ini dikarenakan warga menginginkan reward atas program reforestasi yang dilakukan di tanah komunal selain juga manfaat hasil reforestasi tersebut. Gambar 21. Performance tanaman yang melibatkan kolektivitas lintas marga 3. Aksi kolektif yang digerakkan oleh tokoh informal tokoh adat berbasis genealogiskekerabatan. Tokoh yang menggerakkan aksi kolektif reforestasi di daerah ini adalah manseren, yaitu tokoh adat yang berada dalam keret tertentu yang dihormati dan dipercaya oleh masyarakat lokal. Tokoh ini biasanya mendapatkan legitimasi untuk memimpin masyarakatnya karena faktor keturunan. Program reforestasi di dalam masyarakat ini digerakkan oleh sang tokoh dan diikuti oleh masyarakat lokal oleh karena kepatuhan warga masyarakat tersebut terhadap sang tokoh. Reforestasi dilakukan kebanyakan oleh inisiatif sang tokoh dalam rangka untuk mengamankan klaim pemilikan penguasaan teritotialkawasan adat yang menjadi hak ulayat mereka untuk satu luasan keret besar yang terdiri atas beberapa keret kecil. Inisiatif reforestasi bisa datang dari keret kecil maupun manseren ketua keret besar. Hubungan antara keret besar dan keret kecil sifatnya koordinatif maupun hubungan yang bersifat ajakan. Namun demikian, inisiatif reforestasi yang telah dilakukan oleh masing-masing keret kecil akan dibiarkan karena bersifat otonom terhadap reforestasi yang dilakukan oleh keret besar sebagaimana tokoh informal ini menggerakkan proyek reforestasi di wilayah keret besarnya. Contoh aksi kolektif nomor 3 ini adalah reforestasi yang dilakukan oleh keret besar Kafiar dan keret besar Kapisa. Tipe kepatuhan pada aksi kolektif nomor 3 ini adalah kepatuhan dan ketundukan serta penghargaan kepada tokoh adat yang diakui oleh semua warga. Motivasi warga ikut melakukan aksi kolektif reforestasi jenis ini dikarenakan warga berhak mendapatkan manfaat hasil reforestasi sekalipun reforestasi dilakukan di tanah komunal Gambar 22. Gambar 22. Performance bibit tanaman 4. Aksi kolektif yang digerakkan oleh orang luar tetapi mendapatkan legitimasi dari adat karena perkawinan. Reforestasi dilakukan oleh seorang tokoh yang masuk ke wilayah keret kecil karena perkawinan dengan orang lokal. Perkawinan tersebut menjadi basis legitimasi bagi tokoh luar yang mengawini orang lokal tersebut untuk menggerakkan reforestasi di tingkat keret kecil. Kepatuhan atau partisipasi warga dalam reforestasi didasarkan pada keinginan belajar orang lokal kepada orang luar yang telah memiliki pengalaman lebih dahulu dalam reforestasi. Tipe kepatuhan pada aksi kolektif nomor 4 ini adalah menghargai pengetahuan yang dibawa oleh sang tokoh. Selain itu, ada pula motivasi rasional karena warga mengetahui bahwa harga kayu yang ditanam dalam aksi kolektif reforestasi tersebut bernilai tinggi. Reforestasi tipe ini dilakukan pada klaim tanah adat yang sudah mapanaman yaitu kepemilikan pribadi Gambar 23. Gambar 23. Reforestasi yang digerakkan aktor luar Rangkuman atas tipologi AK dalam masyarakat adat yang ada di Biak dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Tipe aksi kolektif dan aspek penjelasnya Karakteristik TIPE1 Inisiatif dari kolektivitas dalam kelompok yang didukung oleh kekuatan dari luar TIPE2 digerakkan oleh tokoh kampung yang mendapatkan otoritas dari pemerintah TIPE3 digerakkan oleh tokoh informal tokoh adat berbasis genealogis kekerabatan TIPE4 digerakkan oleh orang luar tetapi mendapatkan legitimasi dari adat karena perkawinan Kepemimpinan Inovator Transformatif Otoritas formal Kharismatik tradisional Rasional Kepatuhan terhadap aksi kolektif Keguyuban dan menghargai inovasi Kepatuhan formal dan mencari imbalan dari proyek reforestasi Kepatuhan tradisional dan motivasi untuk mempertahankan wilayah komunal Kepatuhan pengetahuan dan komersial Legitimasi aksi kolektif dalam reforestasi Aturan adat Hukum formal Aturan adat Kepastian hak pada tanah pribadi Basis agraria Tanah komunaladat contoh yafyafdas Tanah komunaladat contoh yafyafdas Tanah komunaladat contoh yafyafdas Tanah pribadi contoh yafyafdas dan marires Dari Tabel 6 terlihat bahwa tipe AK terbangun berdasarkan kepemimpinan, kepatuhan terhadap aksi kolektif, legitimasi aksi kolektif dalam reforestasi, dan basis agraria. Kepemimpinan masing-masing AK memiliki ciri yang berbeda satu sama lain. Tipe 1 merupakan aktor-aktor yang inovatif dan juga transformatif. Dengan menguasai areal tertentu, aktor-aktor ini berusaha untuk mengoptimalkan pemanfaatan lahan yang ada. Sementara tipe 2 berciri kepemimpinan otoritas formal. Semua aktor utama pada kelompok ini merupakan para pemimpinmananwir kampungmnu yang masih aktif ataupun pernah menjabat sebagai mananwir. Sebaliknya, untuk tokoh-tokoh adat yang disebut manseren, memiliki gaya kepemimpinan kharismatik tradisional sebagaimana tipe 3, dan tipe 4 cenderung merupakan pemimpin dengan gaya kepemimpinan rasional. Kepatuhan pada aksi kolektif menunjukkan bahwa, pada tipe 4 kepatuhan dilandasi harena kepatuhan pengetahuan dan bersifat komersial. Tanaman jangka panjang yang ditanam, tidak terlepas dari peran dan dorongan dari aktor- aktor luar yang cenderung memiliki ’pengalaman lebih”. Kepatuhan pada aksi kolektif tipe 3 memperlihatkan bagaimana anggota kelompok memiliki dorongan untuk mempertahankan wilayah komunal atau keret dibawah pengaruh tokoh adat dan penghargaan terhadap eksistensi aturan adat yang ada. Sementara tipe 2 memiliki kepatuhan berciri formal dan mencari imbalan dari proyek reforestasi, tipe 1 justru menunjukkan bentuk keguyuban dan menghargai inovasi. Inovasi telah dianggap sebagai salah satu cara untuk meningkatkan performans reforestasi. Aksi kolektif bisa berjalan karena ada dukungan melalui aturan adat, dimana setiap anggota keret, dapat melakukan aktivitas reforestasi pada wilayah adatnya. Hal ini ditunjukkan oleh tipe 1 dan tipe 3. Sementara aksi kolektif yang digerakkan oleh otoritas formal, cenderung memiliki legitimasi formal pula tipe 3. Pada tipe 4, aksi kolektif bisa berlangsung, justru pada lahan milik pribadi. Sementara untuk tipe lainnya, aksi kolektif dapat berjalan pada basis agraria tanah komunal atau adat.

5.1.2. Orientasi nilai dalam reforestasi di Biak

Orientasi nilai seseorang didorong oleh kecenderungan ideologi yang dianutnya Suharjito, 2008b. Jika orientasi nilai ini dianggap sebagai efek dorogan ideologis yang ada, maka tentu konsep ideologi baca: ideologi lingkungan orang Biak terkait pengelolaan hutan dan reforestasi dapat ditelusuri. Perbedaan ideologis dari bermacam etika moral lingkungan menurut Weber 2000 yang dielaborasi oleh Suharjito 2008b, dapat dilihat dari komponen- kompenen utamanya. Komponen utama tersebut yaitu: fokusmisi mengelola alam lingkungan; bentuk hubungan manusia dengan alam; bagaimana nilai dari alam sumber daya dalam perspektif warga; dan dimensi waktu dari ideologi tertentu, apakah hanya bersifat temporer atau berkelanjutan. Kelompok yang aksi kolektifnya yang digerakkan oleh anggota komunitas yang didukung oleh kekuatan dari luar T1, memiliki misi mengelola lahan yang ada untuk memenuhi kebutuhan kelompok keret kecil yang ada. Kelompok ini memahami bahwa manusia tidak mungkin memisahkan diri dengan alamnya, menganggap lahan dan hutan sebagai ibu, serta lahan yang dapat dimanfaatkan dalam jangka panjang bagi kelangsungan keret. Pengelolaan lahan dan hutan yang dimiliki oleh keret tertentu untuk memenuhi kebutuhan keret, merupakan misi dari kelompok yang melakukan aksi-aksi kolektif yang digerakkan oleh tokoh-tokoh kampung T2. Sebagaimana kelompok lain, kelompok ini memandang alam yang mencakup hutan dan lahan sebagai sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dengan manusia, dan seyogyanya dimanfaatkan dalam jangka waktu yang panjang. Hutan dan lahan dipahami sebagai ibu kandung. Walapun memiliki pemahaman bahwa hutan dan lahan merupakan ibu, kelompok yang melalukan aksi kolektif yang digerakkan oleh tokoh-tokoh adat T3, sangat menghormati kawasan-kawasan tertentu sebagai wilayah yang dianggap memiliki nilai historis dan nilai supranatural tertentu. Wilayah-wilayah ini wajib untuk dipertahankan sebagai lambang dan simbol identitas pertama kalinya orang Byak menginjakkan kaki dan menyebar ke seluruh wilayah Biak sekarang ini. Pada aksi kolektif yang digerakkan oleh aktor-aktor luar komunitas Biak yang mendapatkan legitimasi lokal T4, lahan dinilai sebagai barang ekonomis yang perlu dimanfaatkan seoptimal mungkin. Lahan yang dimiliki walaupun terbatas luasannya, namun memiliki manfaat untuk jangka panjang, karena dapat memberi penghidupan bagi anak cucu keret, jika diolah dengan pertimbangan- pertimbangan tertentu. Dengan menggunakan kerangka Weber 2000, maka ideologi lingkungan di Biak dapat dikategorikan sebagaimana Tabel 7. Tabel 7. Ideologi-ideologi lingkungan serta karakteristiknya Karakteristik IdeologiKelompok Pengawetan Preserving the environment Konservasi Utilizing and preserving Kontemporer Managing the environment GREM Grass Root Environmental Management Misi Utama Mengawetkan hutan belantara T3 Pembangunan sumberdaya alam Pengendalian polusi, kesehatan manusia, dan hutan belantara Lingkungan, ekonomi, dan masyarakat T1,T2,T3,T4 Hubungan Manusia dan Alam Manusia bersama alam; alam memberikan sprit terhadap manusia T3 Manusia menguasai alam; alam melayani kebutuhan manusia antroposentris T4 Alam melebihi manusia; masyarakat sebagai penyebab masalah, ia harus berubah ekosentris biosentris T1,T2,T3, Manusia bersama alam, keberlanjutan simbiosis; Tidak mungkin memisahkan manusia dari alam Nilai Alam dan Sumberdaya Alam Manfaat intrinsik bagian dari manusia, alam dinilai demi alam itu sendiri T1,T3 Alam sebagai komoditas untuk keuntungan manusia; pembangunan berkelanjutan tetapi dengan fokus parsial, misalnya melihat pada individu-individu pohon T1,T2,T4 Manfaat intrinsik bagian dari manusia; alam dinilai demi alam itu sendiri Ekosistem yang sehat sebagai cara untuk kesehatan masyarakat; pembangunan berkelanjutan secara holistik, melihat hutan sebagai keseluruhan, pohon hanyalah salah satu bagiannya T2,T3,T1 Perspektif tentang dimensi waktu Perspektif jangka panjang: menjaga alam untuk generasi yang akan datang Secara teoritis perspektif jangkapendek dan jangka panjang seimbang, tetapi prakteknya perspektif jangka pendek lebih mendominasi Perspektif jangka panjang, tanpa batas Perspektif jangka panjang yang seimbang T1,T2,T3,T4 Sumber: Weber 2000 disesuaikan