Unsur-unsur AK TINJAUAN PUSTAKA
Dimensi ruang dan waktu Konsep ini yang sering ditemui pada demontrasi dan aksi damai yang
dilakukan di Bundaran Hotel Indonesia untuk kasus Indonesia. Penentuan tempat untuk berhimpun menjadi penting, oleh karena ruang untuk
berdemonstrasi harus memadai dalam menampung seluruh peserta demo. Di lain sisi, waktu pelaksanaan demontrasiaksi demo biasanya dilakukan pada hari-
hari tertentu. Itulah sebabnya, hari libur keagamaan cukup berpengaruh pada pergerakan massa untuk berdemonstrasi. Warga yang merayakan dan
menikmati hari libur keagamaannya, cenderung tidak bersedia untuk terlibat dalam aksi politis pada hari tersebut.
Aksi teror Walaupun dipandang sebagai tema yang ganjil dari AK, namun a teroris
harus memobilisasi dan 2 harus memiliki barang publik. Umumnya teror diorganisir dalam bentuk sel-sel dalam rangka melawan pemerintah. Dalam
mobilisasinya, kelompok teror memiliki beberapa kebutuhan antara lain: 1 pendapatan untuk melakukan penyerangan; 2 kapasitas untuk mengganti
penyerang yang mati karena bunuh diri atau di tangkap penguasa; 3 persembunyian yang aman dari pengejaran; 4 pemimpin kharismatik.
Beberapa pendapat lain sejalan dengan fenomena gerakan sosial, menambahkan bahwa AK dipengaruhi faktor-faktor spesifik yaitu:
Masa kritis
AK yang terjadi bergantung pada suatu ‘masa kritis’ yang disikapi secara berbeda oleh anggota kelompok. Seringkali masa kritis menyediakan level yang
sama dari suatu barang untuk pihak lain yang tidak mengerjakan apa-apa, sementara pada waktu yang lain, masa krisis menyebabkan biaya awal dan
mempengaruhi AK Oliver et al., 1985.
Sepadan dengan pernyataan di atas, maka: setelah terjadi bencana Tsunami tahun 2004 di Aceh, berbagai kelompok masyarakat dan berbagai
Negara bersama-sama berpartisipasi untuk terlibat dalam penyelamatan korban Aceh dan rekonstruksi Aceh; demikian juga di Nias dan beberapa wilayah lain
yang mengalami bencana alam seperti longsor, gempa bumi, dan badan taufan.
Ukuran dan heterogenitas kelompok.
Banyak ahli sosiologi tidak begitu percaya bahwa kelompok yang lebih besar sepertinya tidak mendukung AK dibanding kelompok yang kecil. Pengaruh
dari ukuran kelompok, faktanya, bergantung pada biaya. Jika biaya dari barang kolektif meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah kontributor, maka ukuran
kelompok yang lebih besar tidaklah berpengaruh. Jika biaya bervariasi sedikit dengan ukuran kelompok, maka kelompok yang lebih besar semestinya
menunjukkan AK, lebih dari pada kelompok yang kecil, oleh karena kelompok yang lebih besar memiliki lebih banyak sumber daya dan berpotensi apalagi
terhadap masa krisis. Hal ini disebabkan oleh adanya aktor yang berkepentingan serta memiliki sumberdaya yang memadai.
Efek positif dari ukuran kelompok meningkat bersama heterogenitas kelompok dan ikatan sosial yang tidak acak. Secara paradox, ketika kelompok
heterogen, beberapa kontributor diperlukan untuk memberikan suatu barang pada kelompok yang lebih besar, sehingga akan mengakibatkan AK menjadi
kurang kompleks dan berbiaya rendah Oliver et al., 1988.
Heterogenitas kelompok dan tipe AK untuk memproduksi barang publik, memiliki dinamika masing-masing, dan dapat ditinjau dari aspek: biaya
berkontribusi, nilai barang publik tersebut, dan rata-rata sumber daya yang digunakan untuk memproduksi barang publik dimaksud Heckathorn 1993; lihat
Gambar 2.
Gambar 2. Hubungan barang publik, heterogenitas kelompok, dan faktor yang mempengaruhi
Keluhan atau pesimisme
Partisipasi seseorang dalam aktivitas tertentu diakibatkan oleh pesimisme, karena menganggap bahwa pihak lain cenderung tidak akan berpartisipasi dalam
suatu aksigerakan Oliver, 1984. Sementara itu, Opp 1988 menegaskan bahwa keluhan-keluhan masyarakat atas persoalan yang terjadi di masyarakat
telah menyebabkan mendorong terjadinya pergerakan sosial, dan pemrotes demontrans umumnya menggunakan aksi-aksi yang mereka pertimbangkan
sebagai aksi yang paling efektif untuk mencapai tujuan dari pergerakan.
Pilihan rasional dan normatif
Persoalan mendasar dalam terminologi teori pilihan rasional khususnya menyangkut aksi-aksi kolektif yang bersifat melawan menentang, ialah
“mengapa sebagian masyarakat dapat berpartisipasi dalam kondisi tertentu, semenjak mereka tidak memperoleh apa-apa dimana mereka akan menerima
manfaat dari suksesnya perlawanan khususnya dalam kaitannya dengan barang publik, bahkan justru mengalami kerugian perilaku perlawanan sepertinya
berbiaya lebih tinggi?”. Dan hipotesis ini dibuktikan. Boleh jadi, bukan hanya perhitungan-perhitungan rasional, namun ada pendorong lain yang
mengakibatkan warga dapat berpartisipasi dalam aksi-aksi kolektif yang bersifat menantang melawan Muller and Opp, 1986; Klosko et al., 1987. Bahkan dalam
aksi kolektif, selain pilihan rasional bersama, pengaruh individu tertentu baca: tokoh kharismatik atau tokoh panutan bahkan tokoh yang kejam dan sadis dapat
mendorong berlangsungnya aksi Finkell et al., 1989.
Proses mobilisasi aksi kolektif
Dalam kaitan dengan proses mobilisasi, Klandermans dan Oegema 1987 mengemukakan 4 empat aspek dalam mobilisasi yaitu: formasi potensi
mobilisasi; pembentukan dan aktivasi jaringan; memotivasi untuk partisipasi; dan menghalau penghalang-penghalang partisipasi. Selanjutnya, 4 tahap kearah
partisipasi dalam pergerakan sosial dikelompokkan ke dalam: menjadi bahagian dari potensi mobilisasi, menjadi target dari percobaan mobilisasi, termotivasi
untuk perpartisipasi, dan mengatasi penghalang untuk berpartisipasi.
Oleh karena itu, perlu juga teori yang menjelaskan aspek yang memisahkan mobilisasi dan partisipasi. Tidak berpartisipasinya seseorang dalam
suatu demonstrasi massa dapat disebabkan oleh 4 hal yaitu: kurang simpati
dengan pergerakan, bukan merupakan target inti, tidak termotivasi, dan terdapat kendala yang menghalangi seseorang berpartispasi.
Dalam kasus proses mobilisasi penduduk ke luar areal yang terkontaminasi radioaktif suatu reaktor nuklir di Amerika, ternyata free riders orang yang tidak
mau terlibat menerima manfaat tanpa berkontribusi meluas dan menjadi kompleks karena beberapa hal seperti: solidaritas, ideologi, keluhan-keluhan
Walsh dan Warland, 1983. Kemerosotan tingkat simpati dari non partisipan sehingga seseorang tidak berpartisipasi, disebabkan oleh pengaturan
kesiapsiagaan aksi pada awal kampanye, penurunan kesiapsiagaan selama kampanye, dan lingkungan sosial yang kurang dan menjadi kurang mendukung.
Sedangkan yang membuat non partisipan tidak akan berubah untuk berpartisipasi ialah kesiapsiagaan yang stabil yang dikombinasikan dengan
penghalang untuk ber-aksi dan lingkungan sosial yang tidak menarik Oegema dan Klandermans, 1994.
AK dalam fenomena protes suatu kelompok, dapat dijelaskan melalui 5 lima kerangka antara lain: Penolakan, yaitu kondisi yang dipengaruhi karena
para partisipan merasa teraniaya atau terzalimi; Kegunaanefektifitas, dimana tujuan bersama dapat dicapai melalui aksi kolektif; Identitas, yaitu atribut yang
menyangkut identitas seperti kulturetnis atau kebangsaan; Emosi, yang meliputi ketakutan dan kemarahan akan sesuatu hal; dan sesuatu yang melekat secara
sosial, seperti modal sosial Klandermans et al., 2008.
Matsueda 2006 mengidentifikasi mekanisme teoritis dimana seseorang memobilisasi individu lainnya ke dalam suatu perilaku kriminal atau melawan
kriminalitas, terkait dengan jaringan sosial, ikatan yang lemah, bingkai AK, dan batasthreshold AK individu. Sehingga berdasarkan mekanisme dinamis dari
organisasi sosial yang berbeda, kemudian muncul teka-teki tentang: pertama: meningkatnya organisasi yang cenderung kriminal, kemudian menghasilkan
respon yang kuat dari masyarakat konvensional untuk melawan kriminalitas; penduduk yang berjuang untuk lingkungan yang aman dan terjamin, bertarung
dengan: autoritas yang ada, birokrasi pelayanan publik, dan birokrat pemerintah lainnya, padahal sesungguhnya penduduk mendukung gang jalanan dengan
sepakat setuju pada penjualan obat terlarang dalam lingkungannya, guna membantu menjamin strata sosial dan menyediakan pelayanan; dalam kasus
lain, jaringan lingkungan yang kuat termasuk anggota gang penjualan obat terlarang, membantu dan menolong penduduk dengan perlindungan, kontrol
sosial, dan sharing sumber daya dari hasil penjualan obat terlarang dimaksud; kedua: pentingnya peran institusi lokal keluarga, sekolah, penegakan hukum,
gereja, kelompok sukarelawan sebagaimana struktur sosial lainnya yang lebih luas dalam organisasi, dalam melawan kriminalitas; selanjutnya bagaimana
interaksi sistem legal dengan mekanisme organisasi sosial dalam kepentingan yang tertinggi; dan ketiga: peluang aksi kriminal akan muncul pada kelompok
tertentu pada situasi tertentu pula.
Insentif-insentif untuk aksi kolektif
Dalam kajian-kajian mendalam tentang AK, Oliver 1980 mengatakan bahwa pilihan insentif positif dan insentif negatif memiliki implikasi struktural
ketika digunakan untuk mendorong AK. Insentif positif efektif untuk memotivasi sejumlah kecil orang yang bekerja sama, dan membangkitkan tekanan ke
kelompok lain yang lebih kecil, atau lebih kepada aksi yang ‘elit’. Sedangkan insentif negative efektif untuk memotivasi kerjasama yang solid, namun
berpotensi menimbulkan persoalan dalam kerja sama yang telah dilakukan sebelumnya. Jika AK berhasil, maka kepada siapa yang berpartisipasi akan
mendapatkan insentif positive insentif, sebaliknya bagi yang tidak berpartisipasi, tidak akan mendapatkan insentif negative insentif.
Willer 2009 memaparkan bagaimana solusi kepada persoalan AK terkait aspek ‘status’ sebagai pilihan insentif untuk memotivasi kontribusi. Kontributor
AK menunjukkan motivasi mereka guna membantu kelompok, sehingga konsekwensinya, kontributor akan memperoleh beragam manfaat dari anggota
kelompok –khususnya mendapatkan status yang lebih tinggi- dan dari penghargaan ini, mendorong pemberian atau kontribusi lebih bagi kelompok
pada waktumasa berikutnya Gambar 3.
Willer berangkat dari penyataan Olson 1965:60:
Economic incentives are not, to be sure, the only incentives; people are sometimes also motivated by a desire to win prestige, respect, friendship, and
other social and psychological objective,
dan kemudian Willer menyimpulkan bahwa: - kontribusi yang tinggi pada AK menyebabkan: a lebih tingginya status yang
diperoleh, b kesempatan yang lebih untuk melakukan pengaruh interpersonal, dan dengan lebih banyak anggota, serta c berpeluang
menerima hadiah imbalan dalam nilai yang lebih besar.
- Pemberian pengorbanan kepada kelompok disebabkan juga oleh motivasi individu untuk menolong kelompok.
- Kontributor bereaksi terhadap penghargaan dari anggota kelompok, dan kemudian akan memberikan kontribusi yang lebih, sehingga pengalaman-
pengalaman ini mendorong AK pada masa akan datang.
Gambar 3. Kontribusi pada AK dan implikasinya terhadap status Willer, 2009
Willer
13
, menekankan persoalan AK khususnya freerider dan implikasinya dalam konteks AK. Apabila tidak ada seorangpun yang berpartisipasi atau
membantu dalam kegiatan-kegiatan seperti pada badan amal dan non profit, bencana, pemilihan umum, polusi, donor darah, perjanjian internasional, maka
tujuan aktivitas secara keseluruhan justru mengalami kegagalan.
Namun, Burstein 2009a:3
14
memaparkan bahwa AK adalah sebuah konsep kritis yang berkaitan dengan politik
15
, dan perlu kesepakatan penggunaan definisi untuk diadopsi dalam kajian-kajian tertentu.
13
http:willer.berkeley.eduWiller2009b.pdf accessed 1 Februari 2010
14
Paul Burstein adalah staff di Departemen Sosiologi Universitas Washington yang meluncurkan artikel
berjudul Collective
Actions and
Public Policy.
http:www.soc.washington.eduusersburstein AJS_single_spaced.pdf accessed 7 Agustus 2010
15
Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang
antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat
politik yang dikenal dalam ilmu politik. Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional.Di samping itu politik juga dapat ditilik dari sudut
pandang berbeda, yaitu antara lain: politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama teori
klasik Aristoteles politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara
politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat
politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik.
Collective action is a concept critical to the study of politics see, e.g., Agnone 2007; della 2008; Koopmans and Statham 1999; Lowery et al. 2004;
McCammon et al. 2007; Meyer and Minkoff 2004; Olzak and Ryo 2007; Skocpol, Ganz and Munson 2000; Tarrow 1988; Tilly 2008a. Unfortunately,
those who study it disagree about what it is. They disagree about: The goals of collective action, What kinds of action constitute collective action, What’s
collective about collective action Burstein 2009a:3 Burstein 2009b:7: Some define it as action oriented to collective goods,
others to common interests. Some include only actions that are noninstitutional and nonroutine while excluding actions by elected officials and government
employees; others include routine actions by anyone expressing an opinion for or against policy change. Some see actions as collective only if they involve at
least two people acting together; others include actions by single individuals, provided they are pursuing collective ends
Kajian Burstein mengelaborasi dengan jelas bagaimana peneliti seyogyanya memahami konsep AK, agar dapat dengan tanpa ragu
mempergunakannya di berbagai bidang, dengan terlebih dahulu membingkainya melalui beberapa pertanyaan misalnya:
Apa sasaran AK? Apakah collective goods; collective ends; kepentingan umumkepentingan bersama; atau kepentinganprogram bersama?
Apa saja aksi atau tindakan yang dilakukan untuk AK? Apakah upaya untuk memproduksi barang kolektif; koordinasi melalui beberapa upaya; aksi yang
muncul di Publik namun tidak termasuk “aktivitas politik rutin yang diinisiasi Negara atau partai politik”; aksi yang tidak institusional dan tidak rutin; secara
implisit, merupakan klaim dari paling tidak suatu partai yang akan mempengaruhi kepentingan partai lainnya; apakah kegiatan rutin dan siapa aktornya; bukan
hanya sebagai suatu aksi, namun apakah juga dalam bentuk sharing kepentingan bersama bahkan hasil konsekuensi dari suatu aksi, yang
dinamakan “aksi untuk penyediaan barang kolektif”?
Apa yang kolektif dari AK? Apakah tindakan atau aksi sepertinya kelihatan sebagai ‘bersama’ jika menyertakan dua atau lebih orang untuk bertindak
bersama? Namun definisi lain mengatakan bahwa aksi sebagai AK bahkan bisa terjadi walaupun hanya menyertakan satu orang, sepanjang orang tersebut
berupaya untuk mencapai aktivitas atau sasaran seperti mengklaim sesuatu.
Inti Teori AK ialah menjelaskan bagaimana dan mengapa AK muncul, berevolusi, serta menghasilkan suatu output. Masing-masing TAK mendefinisikan
Dalam konteks memahami politik perlu dipahami beberapa kunci, antara lain: kekuasaan politik, legitimasi, sistem politik, perilaku politik, partisipasi politik, proses politik, dan juga tidak kalah
pentingnya untuk
mengetahui seluk
beluk tentang
partai politik.
http:id.wikipedia.orgwikiPolitik; accessed 29 Agustus 2011
problem dan bagaimana mengatasinya serta berdasarkan pula konsep ketergantungan.
Collective action is not defined by interests or results. It is not limited to “non- routine” action or particular types of actors. It does not require multiple actors;
“collective” refers to the goal, not the number of people involved; collective action is not a synonym for collective behavior Tilly [2008a:3 in Brustein
2009a:4 contrasts the two.
Penjelasan selanjutnya akan menegaskan bagaimana konsep AK yang sering dibahas dalam pengelolaan sumber daya alam, khususnya pada
pengelolaan Common Pool Recources.