Peta kekuatan aktor masyarakat untuk reforestasi di Biak 1. Eksistensi jaringan aktor-aktor

melaksanakan pembangunan. Namun di sisi lain, terjadi ekses yang berdampak pada ‘termarginalkannya’ masyarakat sipil atau masyarakat adat di wilayahnya. Dharmawan 2005 -ketika menganalisis bagaimana merancang aktor yang dapat berfungsi menengahi kontestasi dari aktor negara, masyarakat sipil, dan swasta, guna mengelola suatu bentang alam dengan kompleksitas sosial, ekonomi, politik bahkan budaya, mengatakan bahwa setiap elemen yang berada di setiap ruang sosial-politik tersebut harus mendapatkan kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam kelembagaan pengelolaan sumberdaya alam. Ini berarti bahwa potensi-potensi kerja sama, konflik, bahkan koeksistensi dari relasi antar aktor perlu dipahami dan dikelola dengan baik. Terkait reforestasi, maka setiap aktor dapat saja memiliki pemahaman tertentu terkait reforestasi, dan bahkan telah mengaktulaisasikannya dalam salah satu aktivitas rutin atau yang terprogramkan. Manawir adalah aktor sentral yang perlu mendapat perhatian di Biak, namun banyak aktor juga telah berperan dalam reforestasi di Biak, bahkan peran-peran yang dimainkan berbeda menurut bentuk dan masanya. Berdasarkan uraian sejarah reforestasi di Biak lihat BAB 4, maka dipandang perlu untuk menggambarkan bangunan karakteristik tatakelolanya. Untuk memudahkan kategorisasi, periodisasi yang dibangun adalah berdasarkan momen politis penting yang telah berlangsung di Tanah Papua. Karakteristik tersebut, ditampilkan pada Tabel 17. Tabel 17. Karakteristik tatakelola reforestasi di Biak Aspek tata kelola reforestasi Sampai integrasi NKRI Pasca integrasi

s.d. sebelum otsus

Pasca otonomi khusus Periode 1969 1970 s.d. 2000 2001 Aktor-aktor BUMN – Keret, difasilitasi oleh Negara Hindia Belanda Negara sebagai aktor utama, masyarakat sebagai penerima Keret subyek utama, pemerintah memberikan dukungan sumber daya Cara pandang pengelolaan SDA reforestasi Orientasi capital Orientasi negara Orientasi pada masyarakat, namun masih didominasi Negara Orientasi Etika lingkungan Antroposentris Antroposentris Ideologi Mama mulai dilirik Orientasi Politik dan Kebijakan Swasta sebagai penopang Negara kolonial Kepentingan pusat didahulukan, sementara Masyarakat lokal keret mau tidak mau menentukan Aspek tata kelola reforestasi Sampai integrasi NKRI Pasca integrasi

s.d. sebelum otsus