Teori utama dan konsep
Frame
Pembingkaian kolektif dikembangkan dari konsep frame. Konsep ini diperkenalkan oleh Snow et al., dengan meminjam konsep frame Erving
Goffman, yang digunakan ketika menganalisis hubungan sosiologi psikologi dalam gerakan. Frame merupakan sebuah skema interpretasi, dimana gambaran
dunia yang dimasuki seseorang diorganisasikan sehingga pengalaman tersebut menjadi punya arti dan bermakna Benford Snow 2000.
Oliver dan Johnston 2000 menekankan konsep frame sebagai suatu yang bermakna ideologi, sementara karakterisasi Snow dan Benford menunjuk kepada
dua atribut fundamental dari pembingkaian kolektif. Pertama, dibangun dari ide- ide yang berada pada ranah keyakinan budaya, nilai, hingga ideologi; dan kedua,
merupakan ‘orientasi aktor bahwa ada tujuan-tujuan instrumental’. Snow and Benford 1988; Vicari 2010 mengemukakan bahwa proses pembingkaian
meliputi diagnostic identifikasi masalah, prognostic solusi yang diinginkan dan motivational bagaimana aksi dilakukan.
Konsep Frame Gamson 1992b, 1995 justru lebih menekankan kepada isi atau komponen bingkai frame components itu sendiri. Komponen bingkai terdiri
atas konsep injustice, agensi dan identitas kolektif. Dari ketiga sudut pandang tersebut, penelitian ini mencoba untuk menggunakan konsep dalam kerangka
pembingkaian kolektif, yang terkait dengan fenomena di lapangan. Gamson 1992a memandang penting untuk memahami identitas kolektif, kesadaran dan
solidaritas yang telah bekerja mewujudkan AK. Ia kemudian menambahkan komponen mikromobilisasi sebagai unsur yang perlu diperhitungkan. Senada
dengan Gamson, Hunt dan Benford 2004:433 mengelaborasi bahwa:
Collective identity seems to be either a central concept or a residual category for nearly every theoretical perspective and empirical question associated with
contemporary studies of social movements.
Walaupun konsep identitas kolektif merupakan tema utama dalam kajiannya, namun Hunt dan Benford 2004 juga memandang pentingnya untuk
melihat dimensi ‘mikromobilisasi dan partisipasi’ sebagai suatu konteks dan kemudian menghubungkannya dengan konsep identitas kolektif, solidaritas dan
komitmen.
Identitas kolektif
Konsep ini merujuk pada bagaimana suatu pertautan antara individu dan sistem budayanya, atau bagaimana perasaan individu terlibat dengan individu
lain dalam kelompok yang sama dalam suatu upaya terkait perubahan sosial
“dengan siapa kita ada”. IK bahkan mengaburkan batas antara kepentingan individu dan kelompok Gamson 1992a. Dalam kajian-kajian sosiologi
kebudayaan, budaya dan identitas merupakan konsep yang terkait sangat erat. Identitas sebagai pembawa budaya, dan senantiasa dikonstruksikan dalam
budaya Roggeband Klandermans 2007. Terkait gerakan, König 2000 menyebut identitas sebagai suatu sumber daya, element stabilisator dalam
masyarakat modern, sebagai tujuan yang akan dicapai, dan prasyarat berlangsungnya suatu AK. IK dapat didekati oleh teori primordialist yang
umumnya digunakan dalam penjelasan tentang identitas etnis, bahasa, atau agama; teori strukturalist yang menekankan pada paradigma perilaku kolektif
serta teori neo-marxist; dan teori konstruktivist yang menekankan pada interaksi individu. Eisenstadt dan Giesen yang disitir König 2000, telah mengembangkan
tiga tipe ideal dari konstruksi IK yaitu: Primordial, yang berciri egaliter dan cenderung impermeable sulit menembus batas terhadap identitas
orangkelompok lain; Tradisional, yang berciri hirarkis dan relatif permeable; dan Universal, sebagai identitas yang melampaui batas kedua tipe sebelumnya, atau
dapat melampaui batas kelompok etnis tertentu. Akhirnya, IK disintesis kembali oleh König kedalam dua tipe yaitu: Primordial dan Kuasi-Primordial Tradisional.
Bila berbicara seputar kelompok masyarakat adat, secara khusus Barth 1969 mengaitkan kelompok etnik sebagai suatu identitas budaya, dan menelaah
bagaimana unit-unit budaya ini bisa langgeng, serta faktor apa saja yang mempengaruhinya. Kadar budaya etnik tertentu ditentukan oleh: i tanda, simbol
atau gejala yang nampak, serta ii nilai-nilai dasarnya yang dimiliki.
Solidaritas
Berpartisipasinya individu dalam suatu AK dapat didorong karena rasa solidaritas. Solidaritas berakar dalam konfigurasi dari hubungan relasi antar
anggota dalam suatu kelompok. Blumer 1939 yang dikutip Hunt dan Benford 2004 mengatakan bahwa solidaritas semacam Esprit de corps. Walaupun
solidaritas dikonsepkan sebagai sesuatu yang berbeda dengan IK, namun kemampuan aktor mengakui aktor lain, dan bagaimana dia bisa diakui oleh aktor
lain di dalam suatu unit sosial dapat dikatakan sebagai solidaritas.
Solidaritas adalah keterpautan individu dan sistem sosial, atau bagaimana individu membangun serta memelihara loyalitas dan komitmen terhadap pihak
lain dalam satu kelompok, dimana komitmen di sini bermakna sebagai kesediaan untuk melaksanakan apa yang telah diikrarkan. Solidaritas sosial menurut
Durkheim dapat berupa solidaritas mekanis, yang dipengaruhi oleh hubungan kekerabatan dan biasanya terdapat pada masyarakat pedesaan, dan solidaritas
organik yang telah berkembang akibat ketergantungan antar individu akibat spesialisasi dan pembagian tenaga kerja setelah era industrialisasi Sammut
2011, Sammut Gillespie 2011. Solidaritas dapat terdiri atas: solidaritas eksternal sebagai identifikasi daridengan kelompok siapa saja yang menjadi
bagian kelompok dan solidaritas internal yang fokus dalam kelompok, dimana seseorang merasa menjadi bagian yang sama dengan yang lain. Konstruksi
solidaritas internal dan eksternal sangat bergantung pada ‘pembingkaian dari worldview aktor’ atau ‘ideologi’ Melucci, 1996; della Porta and Diani 1999;
Benford and Snow 2000; dalam Hunt dan Benford, 2004
Terkait ruh-nya, solidaritas adalah perasaanfeelings sebagai bagian dari suatu kebersamaan; suatu rasa loyalitas dan kepentingan emosi. Atau dengan
kata lain solidaritas sebagai identifikasi dengan kolektivitas dimana individu merasa sebagai bagian dari berbagai nasib atau hal-hal umum lainnya
Komitmen terkait pula dengan solidaritas. Komitmen adalah salah satu konsep kunci untuk menjelaskan partisipasi dalam gerakan atau AK. Komitmen
mengacu pada kesediaan seseorang untuk menyelesaikan syarat dari suatu tindakan sosial, oleh karena individu tersebut sadarmemandang bahwa hal ini
sebagai sesuatu yang alamiah bagi dirinya. Tingkat komitmen seseorang dapat dilihat dari sisi rasionalitas: instrumental, afektif, dan moral Hunt dan Benford,
2004. Dalam kaitan dengan reforestasi, komitmen dapat dipandang sebagai kesediaan melakukan tindakan untuk bekerjasama dalam mengaktualisasikan
programvisi reforestasi.
Kesadaran
Kesadaran adalah keterpautan antara unsur kognitif dan budaya, atau antara keyakinan individu tentang dunia sosialnya dan sistem keyakinan budaya
dan terhadap ideologi-ideologinya Gamson 1992a. Kesadaran khususnya kesadaran politis adalah suatu bagian dari proses-proses dominasi kelas atau
elit. Intinya adalah bagaimana kondisi-kondisi dan konsekwensi-konsekwensi dari apa yang dilakukan seseorang atau kelompok, dibangun melalui proses yang
tidak sederhana, bahkan dalam jangka waktu yang relatif panjang.
Giddens 1984 mengemukakan 3 tipe kesadaran yaitu: motif tak sadar, dimana tindakan kepatuhan yang dilakukan tanpa melalui pergumulan atau
dialektika; diskursif, dimana suatu tindakan dilakukan karena aktor memahami
konsekwensi-konsekwensinya; dan praktis, dimana kesadaran akan suatu tindakan yang dilakukan akan menghasilkan rasa aman, dan juga merupakan
pemahaman bahwa apa yang dilakukan lambat laun menjadi sebuah struktur. Sementara itu, Schlitz et al. 2010 mengemukakan level-level kesadaran
menjadi: embedded dimana kesadaran terjadi tanpa pengaruh faktor sosial, budaya dan biologis, atau kesadaran presosial, self-reflexive kesadaran bahwa
pengalaman dikondisikan oleh dunia sosial melalui refleksi dan praktek kontemplatif, engaged tidak hanya menyadari keadaan lingkungan sosial, tetapi
mulai memobilisasi niat untuk berkontribusi melalui tindakan, collaborative sadar sebagai bagian dari kolektivitas dan mulai bekerja untuk orang lain dalam
membentuk lingkungan sosial melalui tindakan kolaboratif, dan resonant memahami esensi dari suatu relasi dengan pihak lain, dimana pengalaman
dipertukarkan dan dibangkitkan, diisi dan diekspresikan dalam kelompok, yang akhirnya merangsang perubahan sosial.
Mikromobilisasi
Konsep ini biasanya terkait dengan bagaimana aktor atau aktivis mendorong suatu gerakan. Misalnya bagaimana merakit dan mengaktifkan
sumber daya materi, modal budaya, atau partisipan. Atau dengan kata lain, mikromobilisasi adalah kerja individu-individu melalui suatu kelompok untuk
mengumpulkan, menyiapkan, mengkoordinir, menggunakan, dan mereproduksi sumber daya materi, tenaga kerja, dan ide-ide aksi kolektif. Intinya adalah
bagaimana hasil dari proses koordinasi. Ada empat faktor penting mikromobilisasi yang terkait partisipasi: 1 membuat partisipasi bisa terjadi 2
mengaktifkan partisipasi yang pernah terjadi 3 memelihara partisipasi yang sementara berjalan 4 menguatkan partisipasi yang sementara berlangsung
Hunt dan Benford, 2004. Aktor kemudian penting untuk diperhatikan dalam proses partisipasi berlangsung.
Ideologi
Ideology is a relatively stable and coherent set of values, beliefs, and goals associated with a movement or a broader, encompassing social entity, [….]
assumed to provide the rationale for defending or challenging various social arrangements and conditions” Snow 2004: 396
Ideologi dikatakan sebagai keyakinan mendasar dari suatu individu atau kelompok. Ideologi mengandung nilai-nilai luhur dan keyakinan tertentu. Ideologi
secara sederhana dapat ditentukan dengan 6 unsur antara lain : 1 bagaimana kriteria keanggotaan suatu kelompok. Siapa yang termasuk dan atau tidak
termasuk dalam suatu golongan tertentu 2 aktivitas apa yang biasa dilakukan kelompok 3 tujuan; apa yang ‘kami’ inginkan, dan mengapa ‘kami’ harus
mengerjakannya 4 norma dan nilai; apa yang baik dan buruk bagi kelompok 5 posisi: apa dan bagaimana hubungan sesama anggota 6 sumber daya: siapa
saja yang mengakses sumber daya kelompok. Ideologi sedikit berbeda dengan diskursus dan naratif.
Ideologi lingkungan justru mengkombinasikan pandangan sosial dengan alam dengan mempertanyakan bagaimana seharusnya interaksi manusia
dengan alamnya; sementara ideologi agama akan menentukan hubungan dan posisi seseorang atau kelompok dengan Tuhannya. Pada kajian ini dibatasi pada
ranah ideologi lingkungan.
Aktor
Pengertian aktor secara sosiologis menurut Mueller 1992 adalah: suatu yang melekat dalam identitas suatu kelompok, dan berakar dalam jaringan sosial;
misalnya berbasis kebangsaan, ras-etnik, klas, gender, dan agama. Di sini, gunakan konsep aktor utama untuk menjelaskan seberapa jauh peran aktor
tertentu dalam suatu kelompok. Konsep aktor utama penting karena terkait pula pada tipe kemimpinan politik di Biak yang bersifat campuran lihat penjelasan
pada bab-bab berikut.
Jaringan
AK berlangsung karena berpartisipasinya anggota melalui suatu jaringan. Della Porta dan Diani 2006 menyebutkan: pada saat yang sama, jaringan tidak
hanya menjadi fasilitator, namun sekaligus menjadi produk dari AK. Jaringan juga merupakan salah satu komponen dari Modal Sosial. Jaringan sosial merupakan
hubungan informal, horizontal dan vertical antar aktor dalam berbagi kepentingan umum. Dalam Teori Jaringan Sosial Social-Network Theory terdapat
pendekatan dengan asumsi bahwa formasi konfigurasi yang berbeda dari suatu ikatan sosial menghasilkan keuntunganbenefit yang berbeda bagi tiap aktor
Kilduff dan Tsai, 2003:28. Pada kasus ini, ikatan sosial antar masyarakat akan diulas pula.