Aktor masyarakat versus negara
menemukan benang merah inilah sebagai salah satu kunci keberhasilan pengelolaan hutan bahkan resolusi konflik agraria di Biak, dan justru inilah yang
menjadi titik perhatian penting.
Hingga saat ini, masyarakat tetap memandang bahwa hutan itu milik masyarakat, dan tidak memiliki konsep bahwa hutan itu milik Negara. Kata
‘milik’ ini yang tidak disetujui.. ..Kalau di Papua, tidak ada G punya tanah turun temurun, sehingga kita kan
kolektif, nah.. itu yang saya bilang semua tanah-tanah ini adalah komunal. Kepemilikan itu ada dua. Berstrata. Kepemilikan di tingkat marga dan
kepemilikan menurut kawasan tertentu. Satu suku Biak mengklaim ini wilayah Biak. Jadi untuk menunjukkan kepemilikan secara genealogis, tidak ada
hubunggannya dengan kepemilikan langsung. Atau orang Biak ada sampai di Morotai, laut Halmahera, tapi orang Biak cek, marga siapa yang punya. Jadi
kepemilikan sumber daya itu sebenarnya ada di tangan marga. Kalau yang tua, sebenarnya semua itu tau. … Jadi jangan masuk ke Pintu nomor dua atau
pintu nomor 3. Kalau toh tidak ada, dia harus mendapatkan legitimasi. Misalnya kaka saya di Jakarta, saya di Biak, lalu orang datang ketemu saya,
saya harus berani menjawab, “sabar dulu, saya harus telepon ke Jakarta”. Trus tong pu saudara misalnya ada di Amerika, misalnya tanah ini kita punya,
yang di Amerika harus tahu, yang di Jakarta harus tahu, karena semua orang Papua, secara sosiologis magis, dia meninggal, tanah itu dia punya rumah.
Tanah tumpah darah. Jadi dia meninggal, dia akan pulang ke kampung. Tidak ada orang Papua yang mau mati di luar. Kecuali alasan politik dia mati di
Belanda-Australia, tapi semua akan pulang ke kampung.
Dalam ruang ‘masyarakat adat’ terdapat aktor yang memiliki arah ideologi tersendiri dan posisi afiliasi pada organisasi lokal. Derajad untuk berkolaborasi
dengan program-program pemerintah termasuk reforestasi, juga bervariasi. Memang tidak tampak secara eksplisit dan vulgar bahwa aktor yang merupakan
informan dalam penelitian ini yang memiliki posisi bertentangan secara vulgar atau radikalistik dengan Negara dalam memperjuangkan isu-isu lingkungan.
Sesekali muncul pernyataan informan yang ‘menutup’ celah diskusi pada isu M kemerdekaan Papua.
Ibaratnya kan kita punya rumah sudah ada. Mau bangun rumah di rumah itu lagi, tidak bisa. Rumah satu sudah ada, bangun di dalam kamar lagi untuk bikin
rumah di dalam lagi… wah… tidak mungkin. Kita sudah baik koq. Tidak usah pikir sesuatu yang membuat kita mati, sakit. Kita bisa pimpin anak-anak
dengan baik, sampai mereka bisa tua lagi, dari pada kita mau buat-buat seperti begitu, itu tidak lama. Tuhan juga marah koq. Tuhan kedua kan Pemerintah.
Wakil Tuhan. Jadi kita tidak bisa melawan..
Disisi lain, isu pemberdayaan masyarakat lokal dan eksistensi institusi adat setempat juga menjadi penekanan dalam beberapa pernyataan aktor yang
sempat ditangkap.
sebenarnya, klu kita mengarah ke otonomi khusus, respek tidak boleh pemerintah tangani, tapi dia drop seluruhnya ke dewan adat. Pemerintah tidak
boleh Sistem pengawasan dr pemerintah kurang… oleh karena itu, RESPEK kalau bisa lewat dewan adat, sehingga mudah pengawasan dan betul-betul
kena sasaran, apa yang betul-betul masyarakat inginkan. Sebab program dari
pemerintah harus masyarakat jalankan, bukan masyarakat yang buat, itu sudah salah. Saya lihat itu sudah salah
Program pemerintah menghancurkan kebersamaan yang sudah ada terjadinya petak-petak. Orang yang bisa saja yang dapat, orang yang tidak bisa
tidak dapat, yang bisa dia negara arahkan itu saja.., dia pake trus sedangkan yang lain tidak. Itu nyata. Contoh hal kita lihat kepala desa, masyarakat punya
raskin, masyarakat dia beli berdasarkan dia punya kemampuan… Masyarakat
juga kembali jadi korban. Makanya saya katakan, masyarakat bukan meringankan dan sejahterah, tapi di korbankan secara perlahan.
Dibahagian yang lain, terdapat aktor yang tampak berdiri pada posisi netral, namun kedekatan sosiologis dan psikologis mendorong aktor ini
menyatakan bahwa perjuangan-perjuangan untuk pelestarian lingkungan dan perlindungan budaya masyarakat di Biak telah lama dilakukan dalam bidang seni
dan budaya. Aktor ini mengusung beberapa ide yang memotivasi rasa solidaritas dan kemandirian dengan menyampaikannya kepada masyarakat dalam bentuk
lagu-lagu.
Kami dulu buat grup Mambesak bersama Arnold Ap Almarhum, kami kampanye lingkungan hidup. tahun 1979-1982. Kami buat di Jayapura maupun
di Biak. Ada tentang sagu, saya masih ingat lagu itu…: “salah satu tumbuhan yang mampu hidup terus,
dimusim kemarau yang panjang, tak perlu pengairan, juga tak perlu pupuk, pohon sagu mampu tahan lama.
sadarlah sadarlah, manusia penghuni bumi, pengerimba sagu, bintang lapangan hijau yang asal Irian,
dibesarkan dengan sagu. Sagu, sagu sagu… Salah satu tumbuhan…”
Lagu ini dicetuskan Pa Arnold karena dia melihat di Papua semaraknya HPH pada waktu itu, lalu penebangan hutan dan tidak memikirkan tanaman-
tanaman yang sebenarnya bermanfaat bagi masyarakat, lalu dia mulai dengan lagu itu…..
Keterangan menarik lain adalah ketika berdiskusi dengan seorang aktor yang sangat yakin bahwa, keberhasilan penanaman yang dilakukan, -walapun
ada kontribusi pemerintah, namun bukanlah menjadi faktor pembatas kreativitas masyarakat dalam melakukan penanaman pohon. Tanpa dukungan Negara pun,
aktor-aktor ini siap untuk melanjutkan upaya reforestasinya.
Waktu itukan belum ada program-program pemerintah seperti ini, Jadi begitu saya ketemu dan bawa kemari, taruh saja, yang penting saya rawat. Pada
akhirnya, nanti sekitar tahun berapa…ada program dari kehutanan, khusus untuk petani gaharu, wah saya bilang, kalau memang seperti itu, saya punya
sudah disediakan, cumanya yang saya kalah dari, tidak ikut jalur, karena belum ada program
Di wilayah tertentu, Negara sadar bahwa untuk memobilisasi sumberdaya reforestasi, perlu melibatkan aktor-aktor yang memiliki karisma kepemimpinan
dan mampu menjangkau kelompok-kelompok yang relatif sulit dikontrol oleh
Negara. Khusus di Biak Barat, Negara menyadari hal ini dan tidak semua aktor dapat dilibatkan dengan strategi ini.
Dari awal, kita sebagai manusia, ko punya pendapat tidak sama, Jadi ada yang punya pendapat bahwa kalau saya ijinkan mereka untuk ambil sebagian dari
hektar ini, nanti saya tarik mereka punya hak ulayat, Jadi saya kumpul mereka untuk adakan sosialisasi. Saya bilang “tidak”, hak ulayat tetap pada posisinya,
tapi ini kepercayaan dari pemerintah, itu adalah salahsatu berkat besar yang diberikan oleh Tuhan lewat tangan pemerintah untuk salurkan ke masyarakat.
Dari semua aktor tersebut, tidak jarang juga yang terus mendukung program pemerintah dan selalu ingin untuk terlibat dalam setiap bentuk program
pemerintah.
Walaupun program reforestasi dihentikan, masyarakat akan menjalankan itu menurut versi mereka. Yang penting, tetap ada... Demi kelansungan anakcucu
dikemudian hari. Saya katakan demikian karena orang tua dulu tidak dapat pendidikan seperti kita sekarang, mereka hidup dalam kelompok yang susah,
tapi yang muncul di dalam kelompok sebagai pemimpin, dia berusaha sebagai “mampapok”, dia punya wibawa dan dia harus jaga. Dia bicara, masyarakat
tetap mendengar, misalnya: kita sudah bikin kebun, dan belum ada hasilpanen, kita turunkan perahu, ikat semang-semang dengan tali baru
dayung ke Yapen atau Waropen bawa sagu sementara menunggu hasil panen. Mereka dengar dan ikut…:”Mampapok”.. Dia mampu mengatur dan
hasilnya nyatakata-kata bisa di pegang… Kalau Ngomong satu hari penuh baru tidak ada bukti apa-apa, sorry saja itu: “Manswadok, Manfaf, Manggow”
Berdasarkan keterangan dan penjelasan para informan, kemudian dipinjam dan dimodifikasi kategori berdasarkan derajat kerjasama atau tingkat
penentangan aktor “masyarakat adatsipil” terhadap Negara seperti yang telah dikemukakan Dharmawan 2005. Relasi antar aktor dapat berwujud konflik
dalam berbagai bentuk, atau kerjasama, atau dapat berwujud koeksistensi masing-masing aktor memilih untuk berjalan pada koridor masing-masing.
Kategorisasi dalam “ruang masyarakat sipiladat” tersebut saya sederhanakan definisinya sebagai berikut:
1. Tipe
suplementer atau tambahan-pelengkap. Kelompok ini bersedia
melakukan program–program pemerintah, dan cenderung mencari, menemukan dan terlibat lebih banyak dengan program-program pemerintah.
Kerjasama akan sangat mudah dibangun dengan negara
2. Tipe komplementer atau memperlengkapi fungsi yang kurang dijalankan oleh
negara. Melalui keterlibatannya, aktor pada kelompok ini menjadi bagian penting yang akan menentukan sebagian program Negara dapat berjalan di
wilayah Keret tertentu. Terdapat ruang yang tidak terjangkau oleh Negara, dan aktor-aktor mampu untuk melakukan tindakan nyata.
3. Tipe substitusi bermakna aktor-aktor mengambil peran pengganti atas
kegiatan yang seharusnya menjadi domain Negara, karena Negara belum mampu. Aktor-aktor ini menjadi penentu utama.
4. Tipe
konflik merupakan aktor opponent negara. Aktor ini cenderung kritis dan
relatif memiliki pertentangan aliran politik dengan Negara. Kemerdekaan warga asli dari berbagai bentuk “penindasan” merupakan visi utama yang
dianut.
5. Tipe bebasindependenpelopor dan cenderung adversial adalah aktor yang
nampak “bebas” dalam posisinya, namun sebenarnya memiliki kedekatan pada kelompok adversial. Perjuangan-perjuangan aktor ini relatif tidak frontal
namun telah terbukti menjadi kekuatan penyaing terbesar pada masa represif di Orde Baru.
Melalui Tabel 18, digambarkan bagaimana posisi aktor-aktor yang menjadi representative kelompok masyarakat sipiladatkolektivitas sosial di wilayah
penelitian. Tabel 18. Peta Kekuatan Sosio-Politik Masyarakat Adat di Biak
Aktor Ideologi-
Politis Dinamika
kontestasi kekuasaan
vs Negara Kepentingan
Arena Komitmen terhadap
Upaya Reforestasi
KKB “K” Populis-
Demokratis Konflik
Kebebasan Hakiki
Kebijakan Negara
Mendukung upaya reforestasi, namun
meragukan esensi reforestasi versi
‘negara’ KKB “IR”
Development alis-
Demokratis Konflik
Kebebasan Hakiki -
Ekonomi Kebijakan
negara Reforestasi penting,
dan merupakan upaya ke arah
budaya baru; Negara tidak boleh bekerja
secara dadakan, sekejap; namun
harus bekesinambungan
Tokoh Adat Setingkat
Bar “Ms” Land and
Livelihood Security
Komplementer Ekonomi lokal Program
Pemberdayaan dari Negara
Mendukung reforestasi,
Elit Keret Mananwir
Aktif “MW” Land and
Livelihood Security
Suplementer Ekonomi lokal Program
Pemberdayaan dari Negara
Didukung bahkan dalam bentuk
apapun, sepanjang lahan keret
termanfaatkan Elit Keret
Mantan Mananwir
Land and Livelihood
Suplementer Ekonomi lokal Program
Pemberdayaan Mendukung penuh,
termasuk program pemberdayaan apa
Aktor Ideologi-
Politis Dinamika
kontestasi kekuasaan
vs Negara Kepentingan
Arena Komitmen terhadap
Upaya Reforestasi
“R” Security
dari Negara saja dari Negara; lahan keret akan
diusahakan tersedia Non Elit
Keret “JW” Land and
Livelihood Security
Substitusi Ekonomi lokal
Program Pemberdayaan
dari Negara Reforestasi penting,
dan keretpun mampu melakukannya
dengan inisiatif dan inovasi sendiri
Non Elit Keret “TR”
Land and Livelihood
Security Substitusi
Ekonomi lokal Program
Pemberdayaan dari Negara
Reforestasi versi Negara didukung,
namun upaya pemanfaatan lahan
keret yaf berbentuk mnsen sekalipun
harus tetap jalan tanpa menunggu
program Negara. NGO GF
Environmenta lism-Populist
Pelopor- Adversial
Pemberdayaan, Lingkungan
Program Pemberdayaan
dari Negara, budaya
Negara belum mampu melakukan
yang terbaik bagi masyarakat, perlu
kemandirian tidak hanya lewat aktivitas
reforestasi; Non Elit
Keret Kaum
Terpelajar “ER”
Eco-populism Bebas
Independen Pelopor
Lingkungan, Pemberdayaan
Ruang moral, budaya
Reforestasi sebenarnya sudah
dilakukan oleh masyarakat sejak
dahulu. Kelompok ini bahkan justru
pernah mengkampanyekan
penyelamatan lingkungan melalui
symbol “lagu’ oleh Group “M”, walapun
menjadi kenangan yang tak terlupakan
Dari Tabel 18, kelompok aktor dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar yakni kelompok yang terlibat langsung atau tidak langsung dengan kegiatan
reforestasi. Kelompok aktor yang terlibat langsung dalam reforestasi memiliki orientasi yang sama yaitu keamanan lahan-lahan keret. Penanaman tanaman
jangka panjang di atas lahan keret, memberikan jaminan akan kepastian penguasaan lahan dan pendapatannafkah pada masa yang akan datang. Aktor-
aktor ini telah memperlihatkan ciri kontestasi yang bersifat: Komplementer,
Suplementer, dan Substitusi terhadap program-program dari luar masyarakat adat Negara.