Aktor utama internal kolektivitas

menjelaskan bahwa setiap gerak-gerik yang terjadi di dalam wilayah Mnu – apabila berkaitan dengan kedatangan pihak luar atau informasi terkait Mnu, akan menjadi kewajiban Mananwir untuk menyampaikan ke warga. Warga senantiasa mengamati tingkah laku Mananwir dan berusaha untuk memperoleh sebanyak- banyaknya penjelasan atas suatu fenomena yang terjadi, umumnya lewat pertemuan-pertemuan informal atau insidentil. Mantan Mananwir Pada masyarakat di tingkat Mnu, seseorang yang pernah menyandang jabatan Mananwir Mnu, masih memiliki posisi yang berbeda dengan anggota warga Mnu. Terbukti dari cara masyarakat memanggil para mantan pejabat ini dengan sebutan ‘bapa mantan’ atau ‘ mantan’. Para mantan yang diceriterakan di sini adalah aktor yang pernah dan atau masih terlibat dengan aktivitas reforestasi hingga saat penelitian ini dilaksanakan. Aktor mananwir dan mantan mananwir berperan dalam aksi-aksi kolektif tipe 2. Kedekatan dengan negara serta legitimasi formal yang diperoleh telah memberikan ruang akses yang lebih besar terhadap program-program negara dalam berbagai bentuk. Anggota Keret non Mananwir Kelompok kedua adalah individu masyarakat biasa dari Keretkeluarga tertentu yang belum pernah diberikan jabatan khusus dalam masyarakat. Individu ini memliki pertimbangan tersendiri untuk melakukan penanaman di atas lahan miliknya. Aktor dalam kelompok ini pada awalnya tidak memiliki akses yang cukup kepada informasi-informasi terkait proyek-proyek pemberdayaan. Walapun demikian, tidak berarti aktor ini tidak kurang informasi. Pemahaman tentang nilai ekonomi gaharu telah dimiliki aktor dalam interaksi dengan pihak lain sebelumnya, dan melalui pengalaman-pengalaman aktor. Pengalaman dan informasi ini secara tidak sengaja diperoleh dalam keseharian aktivitas rutin aktor. Kelompok ini dapat disejajarkan dengan satu keluarga keret kecilsim. Walapun demikian, aktor-aktor ini merasa sebagai mananwir pimpinanleader dalam kelompoknya. Anggota keret non mananwir atau anggota keret biasa, justru menunjukkan kecenderungan sebagai aktor dengan tipe kepemimpinan transformatif. Aktor ini giat untuk mencari informasi tentang bagaimana memanfaatkan secara optimal lahan-lahan keret yang ada bersama sesama anggota keret. Komunikasi senantiasa dibangun sesama anggota keret untuk memperoleh legitimasi terhadap setiap upaya yang dilakukan. Aktor ini merupakan aktor utama pada aksi kolektif tipe 1. Mananwir Keret atau manseren Aktor yang lain adalah kepala Keret Mananwir Keret yang belum pernah menduduki jabatan pemerintahan atau Mananwir Mnu. Aktor ini adalah tokoh masyarakat atau tokoh panutan dalam keret tertentu, dapat juga sebagai tokoh atau kepala adat. Aktor-aktor ini justru memiliki akses informasi yang cukup luas terhadap peluang-peluang yang dapat diperoleh untuk pengembangan wilayah keretnya. Di lain sisi, ia memiliki sejumlah informasi penting tentang keretnya yang dapat menjadi bahan penting bagi agen luar keret untuk membangun komunikasi dan kerjasama. Posisi ini diperoleh karena pengakuan oleh warga keret atas: posisi aktor sebagai unsur garis utama dalam keret tertentu dan atau memiliki banyak pengalaman di lembaga pemerintahan mantan pejabat di Pemerintah Daerah. Aktor memiliki kharisma untuk menggerakkan anggota keret terkait activitas tertentu. Aksi kolektif tipe 3 didorong oleh peran aktor-aktor ini. Aktor eksternal amber Aktor ini merupakah warga non Biak, dan disebut juga sebagai amber. Aktor ini masuk ke Biak ketika mengikuti program transmigrasi. Interaksi yang telah berlangsung telah membuka ruang untuk menerima tokoh amber ini sebagai bagian dari komunitas Biak melalui perkawinan. Diterimanya aktor ini antara lain karena pengetahuan yang dimiliki didaerah asal, bersedia untuk disampaikan kepada masyarakat lokal. Pengetahuan tanam menaman dan hitungan berskala ekonomi disampaikan dan disosialisasikan di dalam kelompok dimana aktor ini diterima. Disisi lain, penerimaan terhadap amber dalam suatu ikatan perkawinan menunjukkan suatu ruang ‘keterbukaan’ orang Byak terhadap orang di luar Byak. Fakta ini tidak terlepas dari sejarah panjang orang Byak yang mampu membangun relasi dengan kesultanan Tidore pada masa lampau. Disamping tokoh-tokoh utama di atas, aktor lain yang memiliki peran penunjang adalah LSM dan Instansi teknis kehutanan. Walaupun tidak secara langsung terlibat kegiatan reforestasi di lapangan khususnya pada lokasi-lokasi yang dikunjungi peneliti, namun peran LSM dapat pula dikaji. Eksistensi LSM dan pernyataan-pernyataannya yang konstruktif dapat berpengaruh pada kinerja reforestasi.Walaupun ruang jelajah aktivis LSM ini relatif luas dalam berbagai isu- isu, namun perhatian khusus dari aktor ini adalah pemberdayaan masyarakat dan pelestarian hutan. Aktor ini dapat dikatakan sebagai representatif Forum Kerjasama LSM Papua. Advokasi-advokasi yang dilakukan baik di sektor perikanan dan lingkungan menunjukkan bahwa peran mereka cukup di perhitungkan dalam penyuaraan aspirasi warga. Ini terbukti dengan berhasilnya elemen LSM menduduki kursi legislatif daerah khususnya di Biak. Program pemberdayaan yang dilakukan tidak seintensif pyoyek Pemerintah, namun sasaran ditujukan kepada anak-anak remaja Gereja dengan memberikan pemahaman tentang pentingnya penanaman pohon. Aksi penanaman dengan skala kecil dilakukan, dan supply bibit kemudian diperoleh juga dari Dinas Kehutanan. kita gagasi di Sekolah Minggu, dan anak-anak SD, kemarin di Padwa, sekarang pindah ke Biak Timur, nanti mungkin tahun depan hari lingkungan tanam di Biak Utara, dan mereka sudah bikin persemaian… Mereka di Padwa, sudah sampai 1000 lebih batang, memang inisiatif sendiri.. Reforestasi mau tidak mau akan terkait dengan salah satu tugas dan fungsi instansi pemerintah yang membidangi urusan Kehutanan. Instansi ini bertanggung jawab untuk meneruskan program besar pemerintah yaitu Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Hal menarik adalah bagaimana mekanisme komunikasi antara warga dan pemerintah melalui instansi terkait. Di Papua khususnya di Biak, pimpinan atau kepala suatu dinas dianggap juga sebagai ‘Mananwir’ yang mempunyai otoritas yang luas. Dalam kasus-kasus tertentu, masyarakat akan lebih yakinresponsif apabila suatu komunikasi dibangun langsung dengan pimpinan suatu instansi. AL mengatakan bahwa ketua-ketua KTH tidak puas sepenuhnya jika dalam berurusan ke Dinas Kehutanan di Biak, tidak berhubungan atau berbicara langsung dengan Kepala Dinas Kehutanan. Karena masyarakat adat ini cukup mempunyai peran yang sentral dalam kegiatan pembangunan apa saja….. Nah… ini kami pegang semua sampai di tingkat kampung…. Keterlibatan di kampung kan ada marga-marga di dalam…. Ini harus kita pegang. Kemudian perlu ada pendampingan, kemudian.. saya sendiri, saya tidak bisa duduk sediri di kursi panas terus…. Saya harus turun di lapangan… Dulu.. waktu gencarnya GERHAN, hampir setiap hari saya harus ke lapangan… ketika mobil saya DS 68 ke lapangan, mereka tahu kepala dinas datang. Jadi mereka harus standby di lapangan… Aktor sebagai pemimpin, yang berperan penting dalam memfasilitasi terjadinya AK. Sumarti 1999 dalam penelitiannya di masyarakat pedesaan di Jawa menunjukkan bahwa tindakan kolektif dapat berlangsung jika ada pemimpin yang mampu mengarahkan norma kelompok sesuai dengan kepentingan individu kelompok. 5.2.6. Ketergantungan terhadap negara atau inisiatif awal masyarakat? Upaya-upaya untuk pemulihan hutan diharapkan dapat dilaksanakan oleh semua pemangku kepentingan dalam kerangka AK sebagai suatu gerakan. Kecenderungan para aktor tidaklah seragam dalam memaknai Negara sebagai salah satu kekuatan untuk bermitra. Inisiatif awal para aktor untuk melakukan reforestasi beragam. Mulai dari inisiatif yang ditawarkan melalui agen Negara, atau dibangun melalui inisiatif murni warga. Di Biak, tanaman jangka panjang tidak dapat ditanam di tanah milik bersama Marga besarsaprop keret, dan berlaku juga untuk OMB seperti: hutan sebagai Mbrur. Hal ini sangat terkait dengan kekhawatiran akan terjadinya okupasi lahan-lahan marga, yang legitimasinya menjadi kuat bilamana seseorang melakukan penanaman tanaman jangka panjang. Dengan demikian, reforestasi sebagai suatu kegiatan penanaman tanaman jangka panjangvegetasi pohon, hanya bisa berlangsung di masing-masing lahan Keret tertentu. Jika demikian, siapakah inisiator atas reforestasi yang terjadi di lahan keret? “Saya harus tanam” suatu inisiatif masyarakat Fenomena aktor lokal yang berinisiatif untuk melakukan penanaman dapat dilihat dari keterangan dan bukti yang diperoleh di lapangan dari beberapa informan. “Tiba-tiba ada pikiran muncul, bahwa saya harus tanam barang ini dekat-dekat rumah saja atau belakang rumah saja, karena besok-besok kalau kekuatan fisik saya telah berkurang baca: usia lanjut, tidak bisa berburu gaharu lagi. Itulah sebabnya, kalau saya berburu gaharu, apabila menemukan benih bibitanakan semai, saya kemudian bawa, dan saya tanam di belakang sini” “Mulai tahun 1985 sampai tahun ini masih berjalan dengan barang itu trus baca:penanaman gaharu. Saya tidak bisa stop… TR Dalam kegiatan penanaman gaharu oleh TR, ada beberapa fenomena menarik terkait pengalaman yang dialami peneliti sewaktu melakukan observasi di kawasan Msen hutan berbatu dalam areal TR: - Morfologi gaharu Aquilaria filaria dewasa memiliki karakteristik yang sedikit sulit untuk diketahui oleh masyarakat lokal. Tingkat kesulitan ini justru akan tinggi di masyarakat, khususnya apabila hendak mengenali anakan gaharu di dalam hutan. Dalam hal ini, informan justru sangat memahami detil gaharu dari tingkat anakan seeds hingga bentuk dewasa trees. - Penanaman gaharu menggunakan metode jalur yang diterapkan pada hutan- hutan sekunder berbatu Mnsen, dengan tutupan tajuk yang cukup, sehingga dapat dikatakan bahwa pemahaman informan tentang sifat ekologis jenis gaharu cukup baik. Informan paham bahwa gaharu bersifat toleran terhadap cahaya cenderung dapat hidup di bawah naungan, serta dapat berasosiasi dengan jenis pohon lainnya di daerah bebatuan. Informan lainnya JW mulai mengembangkan gaharu berdasarkan informasi yang diperolehnya setelah beberapa lama bermukim di Papua New Guinea. Iya saya memang karena di sana PNG, saya sudah ikut perkembangan dunia, dan tanaman apa yang bisa diekspor dengan nilai yang besar, salah satunya yang saya lihat di PNG mereka kembangkan adalah kalau bukan Vanili 41 atau Gaharu.. ya memang kita punya orang di sini cari kesana JW Di sisi yang lain, kelangkaan dan nilai kayu yang tinggi telah mendorong salah satu informan TM untuk menanam Jati di lahan miliknya. Dulu bapa pernah cerita, dia bilang kalau kayu jati di Jawa sudah mahal skali….Dan karena kondisi lahan di sini juga, makin lama dia punya ini…kurang to… butuh pupuk yang banyak, trus lokasi banyak yang kosong, sudah tidak ini…, akhirnya tanam pohon saja. Biar untuk ke depan saja, karena Bapa usia sudah begini, tua jadi, biar untuk ade-ade punya sekolah ke depan nanti. Bisa bantu dorang TM Program top-down tawaran pemerintah Tidak seperti inisiatif individu sebagaimana penjelasan sebelumnya, reforestasi melalui inisiatif dan tawaran pemerintah telah disambut oleh kebanyakan warga. Program pemerintah ini kemudian diakomodasi melalui kelompok-kelompok tani yang terbangun. 50 hektar ini kami sukseskan, ditingkatkan lagi salah satu program langsung dari pusat, disebut program dunia internasional begitu…. 300 hektar, jadi turun langsung dari pusat Jakarta. Bersama dengan kontraktor CV. Tunggal Jaya. Mereka pingin turun lakukan pertemuan lansung dengan kami, saya rasa kewalahan, karena saya punya pendapat, wilayah saya ini 300 ini, daerah ini tidak mampu. Kecuali ambil ke pantai. Tapi dari sini ke pantai, siapa yang mampu lanjutkan ke Pantai? SM Data yang dapat diakses menunjukkan bahwa sampai tahun 2008, telah dibentuk 152 Kelompok Tani Hutan KTH yang tersebar di seluruh Biak Gambar 28. 41 Vanili Vanilla planifolia adalah tanaman penghasil bubuk vanili yang biasa dijadikan pengharum makanan. Bubuk ini dihasilkan dari buahnya yang berbentuk polong.