Dimensi lain dari AK

tidak perlu diketahui bagaimana aktor-aktor yang berinteraksi memiliki pemahaman terhadap suatu objek atau fenomena, dan kemudian dapat mendorong melakukan aktivitas gerakan semisal reforestasi.

2.6. Konseptualisasi AK

Uraian-uraian yang telah dikemukakan sebelumnya, mendorong penggunaan pemahaman konsep yang sedikit berbeda, dimana fenomena yang meliputi tindakanaksi dan kolektifbersama, yang mana -juga terkait dengan analisis sosial, tidak hanya aspek material atau kekuatan non-human dan komponen atau unsur-unsur dari AK saja, namun penekanannya adalah pada bagaimana aktor-aktor memahami, dan kemudian membentuk merakit entitas baru yang sebelumnya belum bersamabersatu, atau juga disebut sebagai World in the making atau reforestation in the making. Berdasarkan review pada bagian sebelumnya, serta dikaitkan dengan fenomena reforestasi yang berlangsung di Papua, maka konsep aksi kolektif dapat dimaknai sebagai berikut: Aksi kolektif merupakan aktivitas yang berlanjut dan heterogen, dari bentuk- bentuk aksi atau tindakan bersama, yang terkait pemahaman aktor di dalam kerangka tertentu atas kegiatan penanaman pohontanaman kehutanan di lahan masyarakat adat baca: reforestasi. Aksi diinisiasi oleh aktor-aktor yang ada, relatif terorganisir dan direncanakan, tetapi dapat pula mencakup penanaman pohon skala kecil sekalipun, serta kemudian dapat dilihat bahkan diverifikasi eksistensinya menjadi agregat luasan penanaman yang relatif lebih besar AK bahkan dapat dikatakan sebagai bagian dari proyek upaya kolektif atau memilih collect[ing] atau menyusun compos[ing] apa yang terjadi di dunia ini. Proyek ini terkait erat dengan konsepsi politik sebagai “ion komposit yang progresif dari dunia secara umum”. Proses ini tidak terlepas dari pemahaman serta kapabilitas aktor yang berinteraksi.

2.7. Reforestasi di Indonesia dari masa ke masa

Mengapa reforestasi menjadi salah satu konsep penting dalam penelitian ini? Konsep reforestasi sangat terkait dengan kata dasar “forest atau hutan”, yang dalam UU No. 411999 didefinisikan sebagai: suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Hutanforest bahkan memiliki beberapa varian definisi yang disepakati di berbagai Negara. Varian ini mencakup minimal threshold: luas 0,05 ha; tutupan tajuk 10; tinggi pohon 1,3 m; dan lebar lajurnya 9 m. Ini berarti bahwa definisi hutan sangat bergantung pada negarakelompok tertentu dalam mendefinisikannya. Pohon tree yang dimaksud ialah vegetasi berkayu yang berasosiasi dengan tanaman-tanaman lain. Reforestasi adalah kegiatan penghutanan kembali yang dapat dibedakan dari afforestasi. Afforestasi bermakna membuatmembangun tutupan lahan yang baru bahkan penggunaan lahan land use yang baru, dari arealkawasan yang tidak berhutan atau selama 30 sampai 100 tahun lamanya tidak berhutan; sementara reforestasi berarti: merestorasi tutupan lahan atau penggunaan lahannya pada arealkawasan yang sebelumnya adalah hutan Lund, 2010. Sementara Mansourian et al. 2005 menambahkan bahwa rehabilitasi 16 atas bentang lahan bermakna memperbaiki kembali mereparasi proses-proses, produktivitas, dan jasa suatu lingkungan dengan maksud, agar kondisi bentang lahan dapatpaling tidak mendekati keadaan sebelumnya. Resrotasi bentang lahan hutan merupakan proses terencana untuk memperoleh kembali integritas ekologis dan kesejahteraan manusia di lahan-lahan terdeforestasi atau terdegradasi. Reforestasi dalam ranah masyarakat dapat dimaknai sebagai suatu kegiatan menanam jenis vegetasi berkayu di atas lahan masyarakat. Kegiatan menanam oleh masyarakat boleh jadi dimaknai sebagai upaya untuk perlindungan lingkungan secara umum, namun boleh jadi telah merupakan aktivitas turun-temurun yang dilakukan di masyarakat lokal untuk tujuan tertentu. Apabila ada program dari luar yang mendorong kegiatan penanaman dilakukan, maka tentu aktivitasnya disebut juga sebagai kegiatan reforestasi. Sejarah reforestasi di Indonesia telah dirintis sejak tahun 50-an melalui Gerakan Karang Kitri yang dimulai pada bulan Oktober 1951 1951–60, yang merupakan sebuah kampanye nasional himbauan kepada anggota masyarakat untuk menanam pohon di pekarangan rumahnya dan di tempat lain. Tidak ada insentif yang diberikan dalam program ini Nawir et al. 2008. Selanjutnya program rehabilitasi yang cenderung top-down ini berkembang di Indonesia sebagai mana terlihat pada Tabel 3. 16 Rehabilitasi dalam kawasan hutan dikenal dengan istilah reboisasi, dan rehabilitasi lahan di luar kawasan hutan disebut juga penghijauan