Reforestasi di Indonesia dari masa ke masa

hutan sangat bergantung pada negarakelompok tertentu dalam mendefinisikannya. Pohon tree yang dimaksud ialah vegetasi berkayu yang berasosiasi dengan tanaman-tanaman lain. Reforestasi adalah kegiatan penghutanan kembali yang dapat dibedakan dari afforestasi. Afforestasi bermakna membuatmembangun tutupan lahan yang baru bahkan penggunaan lahan land use yang baru, dari arealkawasan yang tidak berhutan atau selama 30 sampai 100 tahun lamanya tidak berhutan; sementara reforestasi berarti: merestorasi tutupan lahan atau penggunaan lahannya pada arealkawasan yang sebelumnya adalah hutan Lund, 2010. Sementara Mansourian et al. 2005 menambahkan bahwa rehabilitasi 16 atas bentang lahan bermakna memperbaiki kembali mereparasi proses-proses, produktivitas, dan jasa suatu lingkungan dengan maksud, agar kondisi bentang lahan dapatpaling tidak mendekati keadaan sebelumnya. Resrotasi bentang lahan hutan merupakan proses terencana untuk memperoleh kembali integritas ekologis dan kesejahteraan manusia di lahan-lahan terdeforestasi atau terdegradasi. Reforestasi dalam ranah masyarakat dapat dimaknai sebagai suatu kegiatan menanam jenis vegetasi berkayu di atas lahan masyarakat. Kegiatan menanam oleh masyarakat boleh jadi dimaknai sebagai upaya untuk perlindungan lingkungan secara umum, namun boleh jadi telah merupakan aktivitas turun-temurun yang dilakukan di masyarakat lokal untuk tujuan tertentu. Apabila ada program dari luar yang mendorong kegiatan penanaman dilakukan, maka tentu aktivitasnya disebut juga sebagai kegiatan reforestasi. Sejarah reforestasi di Indonesia telah dirintis sejak tahun 50-an melalui Gerakan Karang Kitri yang dimulai pada bulan Oktober 1951 1951–60, yang merupakan sebuah kampanye nasional himbauan kepada anggota masyarakat untuk menanam pohon di pekarangan rumahnya dan di tempat lain. Tidak ada insentif yang diberikan dalam program ini Nawir et al. 2008. Selanjutnya program rehabilitasi yang cenderung top-down ini berkembang di Indonesia sebagai mana terlihat pada Tabel 3. 16 Rehabilitasi dalam kawasan hutan dikenal dengan istilah reboisasi, dan rehabilitasi lahan di luar kawasan hutan disebut juga penghijauan Table 3. Areal sasaran rehabilitasi dan realisasinya sejak tahun 1961. Program Periode Sasaran 000 ha Realisasi 000 ha Pekan Penghijauan Nasional 1961-95 455 No data Inpres Reboisasi 197677-1999 2.628 2.086 79 Inpres penghijauan Hutan Rakyat 197677-1999 5.091 4.208 93 Kebun Bibit Desa 198485-2001 1.148 1.062 93 Pengembangan hutan tanaman pada areal bekas penambangan oleh BUMN Inhutani I – V 199495-99 5.540 1.100 19 Hutan Kemasyarakatan HKm 199697-2003 399 No data Inisiatif Donor Sejak 1974 1.201 No data Kegiatan Rehabilitasi Lainnya 197980-2001 704 617 88 Dana Alokasi Khusus – Dana Reboisasi DAK-DR 2001-02 528 No data Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan GN RHLGerhan 2003-04 800 545 68 2003-07 3.000 2.009 33 Gerakan Rehabilitasi dan KBR 2011 - 1 milyar batang Sumber: Nawir et al. 2008 dimodifikasi Kegiatan reforestasi di Indonesia saat ini, berkembang dan diaktualisasikan dalam berbagai kegiatan yang diinisiasi Kementerian Kehutanan. Dalam rangka pemulihan kondisi dan fungsi lahan-lahan kritis, khususnya pada DAS prioritas, sejak tahun 2003 telah dicanangkan Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Gerhan. Tujuan pelaksanaan Gerhan antara lain: - Memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan DAS, sebagai perlindungan lingkungan dan tata air serta mencegah bencana alam banjir, tanah longsor dan kekeringan yang efektif. - Menumbuhkan semangat nasional secara terpadu dan terkoordinasi, dengan peran serta semua pihak melalui mobilisasi sumber daya yang efisien untuk percepatan RHL pada hutan dan lahan yang terdegradasi. - Membuka adanya peluang kesempatan kerjaberusaha dan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat di dalamsekitar hutan serta terbangunnya kesadaran nasional budaya menanam dan konservasi lingkungan. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan sampai dengan tahun 2008 adalah penanaman pada kawasan hutan reboisasi seluas 906.969 ha. Sedangkan kegiatan rehabilitasi lahan di luar kawasan hutan melalui kegiatan penghijauan telah dilakukan pembuatan hutan rakyat seluas 1.102.912 ha dan penghijauan lingkungan pada lahan-lahan publik seperti sekolah, turus jalan, mesjid, taman kota, telah dilakukan penanaman sebanyak 504,2 juta bibit pohon. Dalam rangka kampanye menanam guna meningkatkan peran serta masyarakat dalam Gerhan, telah dilakukan penanaman dengan tema “Indonesia Menanam”, dan “Wanita Menanam dan Memelihara Pohon”, serta penanaman oleh instansi pemerintah, swasta dan kelompok-kelompoklembaga-lembaga masyarakat, dengan realisasi penanaman sampai dengan tahun 2008 sebanyak 108,95 juta bibit pohon. Disamping itu, guna memulihkan kerusakan lahan pasca kegiatan penambangan telah dilakukan upaya reklamasi lahan bekas tambang seluas 21.380 ha. Dengan demikian, secara keseluruhan dalam upaya rehabilitasi hutan dan lahan melalui kegiatan reboisasi, penghijauan dan reklamasi, sejak tahun 2003 telah dilakukan penanam pada areal seluas 2.009.881 ha. 17 Reforestasi dalam penelitian ini didefinisikan sebagai fenomena tumbuhnya tanaman jangka panjang atau tanaman kehutanan di lahan masyarakat adat. Dengan demikian, prosesnya dapat terkait dengan program dari pemerintah ataupun inisiatif masyarakat dalam menanam. 17 Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia nomor : P.08Menhut-II2010 tentang Rencana Strategis Renstra Kementerian Kehutanan tahun 2010-2014

III. METODOLOGI PENELITIAN

Kompleksitas pengelolaan sumber daya hutan tidak terlepas dari pengaruh faktor sosial-politik, ekonomi dan lingkungan. Reforestasi adalah suatu sistem yang kompleks dan dinamis dari waktu ke waktu. Dengan demikian, berdasar konsep aksi kolektif yang diungkapkan pada bagian sebelumnya, reforestasi merupakan fakta yang bukan serta merta terjadi, dan merupakan suatu hasil proses efek dari hubungan interaksi antar aktor. Aktor ini bisa berupa aktor manusia kebijakan, partisipasi, kekuatan sosial-ekonomi dan aktor non-human sungai, hutan, vegetasi, fauna, bahkan suatu produk teknologi, Gooch, 2008. Aktor-aktor berinteraksi dan dimobilisasi di dalam jejaring yang kompleks dan heterogen, dan menghasilkan efek tertentu, semisal suksesnya tanaman kehutanan yang tumbuh pada lahan kritis, atau tanaman jangka panjang yang ditanam dan tumbuh pada lahan masyarakat adat 18 dengan tipe penguasaan tertentu. Di sini, AK dapat dianggap sebagai suatu gerakan, yang tidak hanya dimaknai dari sisi berperannya pemangku kepentingan aktor dalam menumbuh kembangkan dan memotivasi anggota kelompok untuk bekerja sama dan bertindak bersama-sama guna mencapai tujuan bersama; tetapi juga bagaimana aktor tersebut mampu melibatkan berbagai aspek tidak hanya faktor human, untuk melakukan aksi menyukseskan penanaman pohon. Dengan demikian, aksi masyarakat pada level lokal bahkan secara parsial, dalam pemanfaatan Sumber Daya Hutan termasuk reforestasi, tidak dapat dikesampingkan telah memberikan andil dalam AK para ranah yang lebih luas, khususnya pada tataran lintas kelompok. Dengan memahami konsep AK di atas, reforestasi adalah efek dari AK yang telah terjadi dalam kerangka aksi tertentu Gambar 5. AK didorong karena pengaruh struktural dan sosiopsikologi yang saling berkaitan. 18 Menurut AMAN Aliansi Masyarakat Adat Nusantara dalam kongres pertamanya tahun 1999, masyarakat adat adalah: Komunitas-komunitas yang hidup berdasarkan asal-usul leluhur secara turun-temurun di atas suatu wilayah adat, yang memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam, kehidupan sosial budaya yang diatur oleh Hukum adat dan Lembaga adat yang mengelolah keberlangsungan kehidupan masyarakatnya. Gambar 5. Kerangka pikir penelitian Gambar 5. menunjukkan bagaimana reforestasi merupakan akibatefek dari fenomena AK yang berlangsung. AK dapat berlangsung karena adanya suatu Pembingkaian Kolektif yang memungkinkan para aktor bertindak bersama. Pembingkaian ini meliputi suatu proses dan juga melibatkan kontenisi dari bingkai tersebut seperti: ideologiorientasi nilai, identitas kolektif, solidaritas, kesadaran dan didukung oleh komponen mikro mobilisasi seperti aktor, sumber daya dan jaringan. Reforestasi yang terjadi kemudian memberikan pengaruh feedback kepada proses AK dan dimensi-dimensinya, yang berlangsung terus menerus secara dinamis. Berdasarkan kerangka tersebut, maka arah penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut: Pertama, Proses AK telah terjadi pada masyarakat adat khususnya dalam mengelola sumber daya hutan untuk melakukan reforestasi, memiliki tipologi tertentu. Kedua, AK memiliki hubungan dengan reforestasi yang terjadi. Proses ini bukan merupakan proses satu arah, namun merupakan proses yang dinamis dari waktu ke waktu. Ketiga, pemahaman tentang formasi jejaring para aktorpemangku kepentingan terkait reforestasi adalah penting dalam rangka mengembangkan reforestasi pada masa datang.

3.1. Teori utama dan konsep

Teori utama penelitian ini menggunakan Teori Collective Framing dari Gamson 1992b, 1995. Menurut Gamson, frame atau bingkai gerakan ditentukan oleh komponen-komponennya. Teori ini merupakan upaya penjelasan atas kekurangan yang dimiliki oleh Teori mobilisasi sumberdaya. Setiap konsep Gamson akan diuraikan sebagai berikut.