Studi sosiologi AK berbasis jar

AK merupakan salah satu cara dimana berbagai aktor, apakah individu atau organisasi formal dan non formal secara bersama-sama mendefinisikan diri mereka atas suatu konflik sosial yang terjadi. AK dapat muncul akibat konflik politik atau konflik budaya yang terjadi, dimana berbagai pihak memahami dan mengemukakan identitas sosial yang sama. Nash 2010: 119-123 mengacu pada konsep Mario Diani dan mengelaborasi konsep Social Movements sebagai: 1 jaringan dari suatu interaksi yang bersifat informal atau tidak terstruktur dari individu, kelompok dan organisasi; sehingga interaksi informal menjadi penting pula; 2 Ada sharing keyakinan dan solidaritas di antara jejaring yang terbangun; 3 Aktor-aktor melalui aksi kolektif terlibat dalam konflik politik danatau budaya, dalam rangka menantang atau mendukung perubahan sosial dalam level sistemik atau non- sistemik; 4 sesuatu yang tidak selalu mirip dengan tindakanaksi kolektif, karena SM bukan sebagai suatu organisasi yang sederhana, bersifat informal dan non hirarki, dan networkjejaring antara aktor kadangkala berperan. Gambar 1. Arah sosial movement 12 Sementara itu, Rodríguez-Giralt 2010 mendefinisikan AK sebagaimana berikut: “…to what is continuing and heterogeneous, to forms and actions of protest that are relatively organized and planned and which move from being the protest of a particular social group to forms of large-scale or mass mobilization“ Konsep AK yang digunakan Rodríguez-Giralt 2010 meliputi suatu fenomena aksi yang berlanjut, heterogen yang terkait protes suatu kelompok yang berujung 12 http:www.ssc.wisc.edu~oliverSoc626LecturesSM20Concepts.ppt accessed 8 Agustus 2010 pada mobilisasi massa. Konsep AK yang dikemukakan Nash 2010 dan Rodríguez-Giralt 2010 yang dipadukan dengan Gilbert 2010 dan Burstein 2009b, banyak memberi penguatan pada konsep AK yang digunakan dalam riset ini.

2.2. Unsur-unsur AK

Fransisco 2010 menguraikan bahwa berlangsungnya mobilisasi untuk suatu aksi kolektif -misalnya dalam aktivitas protes dan demonstrasi-, berhubungan dengan unsur: Kepemimpinan dan Mobilisasi Faktor kepemimpinan sangat menentukan berlangsungnya gerakan. Umumnya, pemimpin adalah seorang yang lebih berpendidikan dari anggota kelompok yang lain. Ketika seorang pemimpin jatuh, maka dengan segera akan muncul pemimpin baru yang menerima tanggung jawab untuk memimpin kelompok. Namun demikian, tipe mobilisasi itu sendiri dapat berupa: a mobilisasi di bawah kondisi represif clandestine mobilization; b mobilisasi massa di bawah kondisi demokratis; c mobilisasi yang dirangsang oleh pemimpin, namun membahayakan anggota karena persoalan asymetric- information; d mobilisasi yang terjadi secara serta mertaotomatis coordination power ; e proses pergantian kepemimpinan karena hilang, tertangkap, atau dibunuh; f persaingan para pemimpin; g akibat kekerasan tertentu; h kasus khusus dalam perang sipil melalui coevolution; i penyimpangan pergolakan pekerja yang juga diakibatkan oleh insentif. Adaptasi taktis dan protes simbolik Adaptasi taktis umumnya lebih penting dalam rejim autokratik dan represif, dimana tidak banyak kebebasan untuk beraksi. Protes simbolik memperlihatkan bahwa bagaimana barang publik memungkinkan sebagai sesuatu yang potensial untuk diperoleh. Suatu protes bisa menyebar luas, namun bergantung pada aturan diktator yang sementara berkuasamemerintah. Adaptasi dapat muncul dalam negara demokratis, namun digunakan utamanya melalui media. Mobilisasi massa untuk turun ke jalan sepertinya sulit, karena beberapa standar yang ditetapkan penguasa. Taktik ini yang sering digunakan aktivis Greenpeace, dengan menggunakan sumber daya dan fasilitas yang dimilikinya untuk berdemontrasi Fransisco 2010:110. Dimensi ruang dan waktu Konsep ini yang sering ditemui pada demontrasi dan aksi damai yang dilakukan di Bundaran Hotel Indonesia untuk kasus Indonesia. Penentuan tempat untuk berhimpun menjadi penting, oleh karena ruang untuk berdemonstrasi harus memadai dalam menampung seluruh peserta demo. Di lain sisi, waktu pelaksanaan demontrasiaksi demo biasanya dilakukan pada hari- hari tertentu. Itulah sebabnya, hari libur keagamaan cukup berpengaruh pada pergerakan massa untuk berdemonstrasi. Warga yang merayakan dan menikmati hari libur keagamaannya, cenderung tidak bersedia untuk terlibat dalam aksi politis pada hari tersebut. Aksi teror Walaupun dipandang sebagai tema yang ganjil dari AK, namun a teroris harus memobilisasi dan 2 harus memiliki barang publik. Umumnya teror diorganisir dalam bentuk sel-sel dalam rangka melawan pemerintah. Dalam mobilisasinya, kelompok teror memiliki beberapa kebutuhan antara lain: 1 pendapatan untuk melakukan penyerangan; 2 kapasitas untuk mengganti penyerang yang mati karena bunuh diri atau di tangkap penguasa; 3 persembunyian yang aman dari pengejaran; 4 pemimpin kharismatik. Beberapa pendapat lain sejalan dengan fenomena gerakan sosial, menambahkan bahwa AK dipengaruhi faktor-faktor spesifik yaitu: Masa kritis AK yang terjadi bergantung pada suatu ‘masa kritis’ yang disikapi secara berbeda oleh anggota kelompok. Seringkali masa kritis menyediakan level yang sama dari suatu barang untuk pihak lain yang tidak mengerjakan apa-apa, sementara pada waktu yang lain, masa krisis menyebabkan biaya awal dan mempengaruhi AK Oliver et al., 1985. Sepadan dengan pernyataan di atas, maka: setelah terjadi bencana Tsunami tahun 2004 di Aceh, berbagai kelompok masyarakat dan berbagai Negara bersama-sama berpartisipasi untuk terlibat dalam penyelamatan korban Aceh dan rekonstruksi Aceh; demikian juga di Nias dan beberapa wilayah lain yang mengalami bencana alam seperti longsor, gempa bumi, dan badan taufan. Ukuran dan heterogenitas kelompok. Banyak ahli sosiologi tidak begitu percaya bahwa kelompok yang lebih besar sepertinya tidak mendukung AK dibanding kelompok yang kecil. Pengaruh