Sejarah dan bentuk gerakan aksi kolektif di Biak

lebih mendalam daripada yang dapat diduga oleh Woelders. Tak seorang Irian pun dapat membayangkan dirinya berkumpul dengan orang-orang lain dalam pertemuan pesta, tanpa makan besar. Karena itu juga, inti ajaran sekitar keadaan Sejahtera Koreri itu adalah “K’an do mob oser”, yang secara harafiah berbunyi “Kita makan di satu tempat”, yaitu hidup bersama dalam kelimpahan. Memiliki makanan yang cukup dan perdamaian, itulah keadaan yang dicita-citakan. Dan dalam cita-cita Koreri itu mereka memasukkan juga semua suku lain, bahkan juga orang-orang asing Kamma, 1982:70. Koreri merupakan gerakan yang ingin mewujudkan kehidupan yang penuh dengan kedamaian dan kesejahteraan. Koreri dibangun dari cerita masyarakat Biak yang mengisahkan bagaimana seorang bernama Manarmakeri yang memperoleh penglihatan di dalam suatu gua tentang kehidupan yang serba bahagia dan sejahtera. Bahkan rekan-rekan Manarmakeri yang meninggal lebih dulu, terlihat hidup sejahtera dengan perawakan yang lebih muda. Manarmakeri mengalami langsung penglihatan tersebut, namun belum dapat diperkenankan memasuki alam dimaksud. Dalam suatu acara pesta di kampung Biak Barat, beberapa orang tamu termasuk Manarmakeri tidak mendapat kebagian makanan. Dengan perasaan marah, Ia berangkat ke wilayah Biak Timur dan kemudian membuat Tuak dari Kelapa Saguer. Suatu waktu, Saguer tersebut dicuri oleh seorang bernama Bintang Pagi. Pencuri tersebut diketahui oleh Manarmakeri dan terjadilah pergumulan hebat, dan pertarungan selesai ketika Bintang Pagi memberitahu rahasia tentang kehidupan Koreri. Rahasia ini kemudian digunakan untuk memulihkan penyakit yang diderita Manarmakeri, menyediakan makanan secara instan, bahkan perahu yang dibutuhkan dapat tersedia dalam waktu yang singkat. Perahu yang dimilki Manarmakeri ini selanjutnya digunakan untuk berlayar ke Numfor, setelah melalui wilayah Mamberamo. Di setiap daerah yang dikunjungi, Manarmakeri mendapat penolakan dari masyarakat. Walaupun di Numfor, ia sempat menciptakan manusia. Karena ditolak, Manarmakeri marah lalu berangkat ke daerah bagian barat tanah Papua bersama istrinya Insoraki dan anaknya: Manarbeu Raja Damai, dengan membawa rahasia Koreri yang dimilikinya. Manarmakeri yang dianggap sebagai Tuhan Manseren Manggundi akan kembali untuk memberikan kemerdekaan, kesejahteraan dan kehidupan baru bagi orang Biak. Gerakan Koreri terus bermetamorfosis. Pada jaman sebelum agama Kristen masuk Papua, Gerakan Koreri berwujud Agama Asli, kemudian berkolaborasi dengan Agama Kristen atau Cerita dalam Injil. Pada saat ini gerakan tersebut tidak muncul, kecuali ketika teraktualisasi melalui gerakan Farkankin yang berintikan penentangan terhadap eksistensi Pemerintahan yang sempat teraktualisasi dalam organisasi atau ritual Gereja tertentu. Koreri merupakan gerakan yang melibatkan kebersamaan pemeluknya untuk menantikan atau mempersiapkan kedatangan Sang Juruselamat yang dipahami sebagai Manarmakeri. Dalam penantian ini, beberapa aktivitas yang dilakukan antara lain: membangun rumah baru untuk Manseren Manggundi, memperbesar rumah anggota masyarakat untuk tempat penampungan manusia yang dibangkitkan, mempersiapkan logistik yang cukup karena akan terjadi kegelapan selama 3 hari; dilarang makan makanan tertentu yang merupakan penyebab Mamarmakeri meninggalkan kampung halamannya atau yang berhubungan dengan pantangan-pantangan bagi penyakit Manarmakeri. Gerakan yang bernuansa kebersamaan menunjukkan adanya orientasi nilai hakiki yang dimiliki orang Biak. Orientasi nilai ini menandakan adanya suatu ideologi yang mendorong dan memotivasi seseorang dalam bertindak. Kesejahteraan dan kedamaian dalam kelompok jemaahorang yang besar disertai kelimpahan makanan merupakan spirit penting bagi orang Biak. Pada masa pendudukan Jepang, struktur mananwir mnu sementara amburadul dan struktur tidak berfungsi, dan yang mengambil peran adalah mambri-mambri pendekar. Mambri ini tidak menurut keret, dan yang menonjol waktu PD II ada beberapa saja. Motif mereka itu bercabang, antara kerajaan sejahtera dalam bentuk rohani dan wujud jasmani. Dia campur aduk antara kerajaan akhirat dan kemerdekaan. Dia berdiri antara persimpangan jalan itu. Rumaikew Jika demikian, bagaimanakan sebenarnya spirit utama yang mendorong berlangsungnya reforestasi jika dipandang dari perpektif masyarakat? Apakah ada kaitannya dengan ceritera Manarmakeri? Unsur Manggundi Yang Maha Kuasa dalam kisah Manarmakeri memiliki hubungan secara langsung dan tidak langsung dengan aktivitas reforestasi. Pertama, apabila pemujaan ManggundiYang Maha Kuasa merupakan nilai religi dalam masyarakat Biak, dan diaktualisasikan dalam bentuk MunaraWor, maka reforestasi dapat dilihat sebagai sarana untuk menunjang MunaraWor pada masa yang akan datang, dan dapat terwujud apabila tanamanpohon yang ditanam telah bernilai ekonomi diperdagangkan dan memberikan hasil finansial. Kedua, income langsung dari kegiatan reforestasi penanaman pohon dapat dipergunakan untuk pelaksanaan suatu WorMunara. Untuk yang terakhir ini dapat dilihat secara langsung dari fenomena reforestasi di Biak. Income yang diperoleh masyarakat dari kegiatan reforestasi, dapat langsung digunakan untuk berpartisipasi pada perayaan- perayaan hari keagamaan natal dan tahun baru, walapun sebagaian dapat juga digunakan bagi kepentingan anak sekolah. MunaraWor atau perayaan hari keagamaan yang dilakukan oleh masyarakat Biak bermanfaat antara lain: sebagai sarana mendekatkan diri dengann ManggundiTuhan Yang Maha Kuasa, sarana mengatasi krisis, sarana pengadilan sosial, sarana mempererat hubungan sosial antar kerabat, dan sarana pengikat solidaritas PSMBP, 2001. AK untuk melakukan penanaman pohon dimulai semenjak terbangunnya hubungan orang Biak asli dengan penduduk lainnya melalui ikatan perkawinan. Warga Biak membangun hubungan dengan orang Yapen kepulauan Yapen dan orang Waropen, atau suku-suku Papua lainnya. Seusai pertemuan dilakukan apakah dalam bentuk fan-fan atau munsasu, jenis buah tertentu menjadi hadiah antar pihak keluarga untuk dibawa ke daerah asal. Selanjutnya, penanaman dilakukan secara sederhana dengan cara menebarkan biji pada areal keret sendiri. Eksistensi tanaman introduksi yang berhasil tumbuh tersebut, sekaligus menjadi penciri batas-batas kepemilikan lahan dari keret tertentu. Motivasi penanaman tanaman jangka panjang ini, kemudian diperhadapkan pada status lahan, apakah sebagai saprop milik bersama keret-keret, atau milik keluarga tertentu. Ketentuan ini diperjelas dalam norma bahkan aturan adat tercatat di Biak, bahwa kegiatan penanaman tanaman jangka panjang diatas lahan tertentu, hendaknya memenuhi kaidah yang telah ditetapkan.Walaupun pada awalnya penanaman dilakukan dengan cara sporadis serta tidak memerlukan ritual khusus, namun aktivitas penanaman ini dikatakan sebagai AK, karena prosesnya yang berhubungan dengan aktivitas kebersamaan, dan diakui eksistensinya oleh anggota keret.

4.4. Biodiversitas, deforestasi dan sejarah reforestasi di Biak

Tidak banyak laporan yang menjelaskan mengenai biodiversitas di Biak, kecuali dari laporan-laporan WWF terkait penyiapan CA Supiori dan CA Biak Utara. Petocz 1987 menceriterakan bagaimana data biodiversitas Pulau Biak sebagai berikut: bahwa CA Biak Utara merupakan kawasan satu-satunya di Biak yang masih belum terganggu. Kawasan ini menampung 82 jenis burung yang diketahui hidup di pulau tersebut, dan 9 di antaranya adalah endemic, bahkan merupakan angka tertinggi khususnya bagi pulau-pulau di luar daratan Papua. Termasuk dalam jumlah itu Otus beccarii, Tansiptera riedeli, Monarcha bhrehmii, Zosterops mysorensis, Centrous chalybeus, Myagra atra, Eos cyanogenia, Micropsitta geelvinkiana misoriensis, dan Aplonis magna magna. Empat jenis yang disebut terkahir terdapat juga di Pulau Numfor. Sekurang-kurangnya 26 jenis mamalia ada di Pulau Biak termasuk: satu jenis bandikut, jenis kus-kus, opossum ekor kipas, opossum laying, dan kanguru pohon berbulu kelabu. Dinas Kehutanan Biak Numfor yakin akan tingginya keaekaragaman flora fauna di Biak, namun sekaligus mengakui bahwa data-data ini belum teridentifikasi dengan baik. Dari segi keanekaragaman hayati, diketahui Kabupaten Biak Numfor memiliki berbagai keanekaragaman hayati yang terdiri atas rotan, gaharu, tanaman obat, tumbuhan berbunga, spesies burung, spesies satwa mamalia, spesies satwa reptile, spesies ampibi, lebah. Sejauh ini manfaat keanekaragaman hayati tersebut belum teridentifikasi dengan baik dan belum mendapat porsi perhatian yang seharusnya Renstra Dishutbun Biak-Numfor. Sumber daya hutan Kabupaten Biak Numfor berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 891Kpts-II1999 tentang Penunjukkan Kawasan Hutan dan Perairan di wilayah Provinsi Irian JayaPapua adalah seluas 221.270 ha atau 0,52 dari kawasan hutan di tanah Papua seluas 42.244.841 Ha. Kawasan hutan Biak-Numfor menurut fungsinya sebagai berikut: Kawasan Konservasi Cagar Alam : 6.138 Ha 2,8 Hutan Lindung : 118.886 Ha 53,7 Hutan Produksi Terbatas : 52.841 Ha 23,9 Hutan Produksi : 29.765 Ha 13,4 Areal Penggunaan Lain : 13.641 Ha 6,2 Selanjutnya, laporan tentang deforestasi di Biak masih menggantung pada angka deforestasi Papua sebesar 0,13 juta hatahun. Hanya saja, laporan kerusakan hutan yang disampaikan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Biak-Numfor 29 menyebutkan bahwa lahan berpotensi kritis tidak produktif seluas 42.618 ha dengan komposisi: semak belukar 12.804 Ha, tanah terbuka 6,820 Ha dan pertanian lahan kering bercampur semak seluas 22.995 Ha. Lebih lanjut dikatakan bahwa kerusakan hutan yang terjadi di Biak diakibatkan oleh tekanan ke kawasan hutan seiring bertambahnya penduduk, meningkatnya permintaan kayu, minimnya pendapatan dan lapangan kerja bagi masyarakat. 29 Rencana Strategis Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Biak Numfor Tahun 2009- 2012