Kesimpulan KESIMPULAN DAN IMPLIKASI

bermakna aktor-aktor mengambil peran pengganti atas kegiatan yang seharusnya menjadi domain negara; adversial merupakan aktor opponent negara; dan bebasindependenpelopor yaitu aktor yang nampak “bebas” dalam posisinya, namun sebenarnya memiliki kedekatan pada kelompok adversial. Pola-pola ini dapat menjadi rujukan untuk program penguatan reforestasi pada lahan-lahan masyarakat adat.

6.2. Implikasi Teoritik

Refleksi atas teori pembingkaian kolektif Gamson Fenomena reforestasi merupakan efek dari AK yang telah terjadi dalam kelompok masyarakat adat Biak di Papua. AK yang dipandang dari perspektif gerakan sosial, dapat dijelaskan melalui teori struktur mobilisasi sumber daya, struktur peluang politik, dan pembingkaian kolektif. Disamping pengaruh struktural, AK dapat berlangsung karena adanya proses pembingkaian collective framing yang cenderung bernuansa sosio-psikologi. Teori pembingkaian kolektif dapat dijelaskan dari berbagai sudut pandang antara lain: merupakan kerangka yang bermakna sebagai kerangka ideologi Oliver dan Johnston, 2000; merupakan komponenframe components yang terkait collective identity identitas kolektif, injustice ketidak adilan, dan agency agensi atau bagaimana kesadaran dirikelompok menghadapi tantangan Gamson 1992b; Vicari 2010; ataupun juga dari sisi proses yaitu: diagnostic identifikasi masalah, prognostic solusi yang diinginkan dan motivational bagaimana aksi dilakukan, lihat Della Porta dan Dinani 2006; Vicari 2010. Berdasarkan data yang ada, kajian ini kemudian menggunakan konsep-konsep yang terkait dengan komponen-komponen frame frame components. Gamson secara khusus kemudian menggunakan identitas kolektif, solidaritas, kesadaran, dan mikromobilitas yang meliputi aktor dan jaringan sebagai komponen yang dapat menentukan AK berlangsung. Hasil penelitian ini menguatkan teori Gamson sekaligus memberi kontribusi dengan mengelaborasi tipe aktor yang berperan dalam AK di Biak. Dengan mendekonstruksikan frame, maka penelitian ini ingin menjelaskan komponen dari frame aksi yang ada. Studi ini menggunakan frame Gamson untuk berangkat memahami lebih jauh lagi atau bergerak dari posisi ‘rasionalist’ kearah ‘interpretivist’. Aktor beraksi bukan tanpa tujuan, namun lebih dari itu, kita perlu untuk menemukan hal-hal apa saja yang mendorong aktor bisa bertindak. Misalkan saja, bagaimana mereka memahami lingkunganya, apa saja tujuan- tujuan mereka, dan bagaimana situasi para aktor berusaha untuk direfleksikan oleh mereka. Dan kajian ini telah menguatkan teori Gamson. Memang boleh saja komponen-komponen frame lain ditambahkan dalam menganalisis bingkai suatu aksi. Namun, sekali lagi dapat dikatakan bahwa kajian dan analisis terkait frame sangat penting, dan boleh jadi dengan membatasi pada beberapa komponen, justru dapat menangkap aspek kognitif budaya, diskursus, dan konteks politis melalui makna-makna yang bisa disimpulkan Refleksi atas konsep mikromobilisasi Gamson Selain konsep identitas kolektif, solidaritas, dan kesadaran, Gamson menambahkan konsep mikromobilisasi yang terdiri atas aktor serta jejaring. Konsep-konsep ini cukup penting karena mampu menjelaskan fenomena lapangan yang terjadi. Dari penelitian ini, diketahui bahwa struktur agraria di Biak terbagi kedalam kelompok mbrur, yafyafdas, dan marires. Mbrur merupakan kawasan atau lahan dengan struktur hutan yang masih asli, sementara Yafyafdas merupakan kebunbekas kebun yang dimanfaatkan masyarakat untuk bercocok tanam, dan marires adalah padanglahan yang cenderung telah menjadi kritistidak subur karena telah sekian lama dimanfaatkan sebagai kebun dan kemudian ditinggalkan. Mbrur berada dalam penguasaan keret besar, sementara Yafyafdas maupun marires telah didistribusikan dalam bentuk hak untuk mengelola lahan kepada keret yang lebih kecil bahkan pada keluarga batih. Pada saat tanahlahan ditelantarkan atau tidak dapat dikelola dengan baik oleh kelompok yang telah memperoleh hak pengelolaan, maka lahan tersebut berpeluang untuk kembali kepada pengaturan keret Besar. Struktur agraria juga merupakan gambaran, bagaimana akses terhadap sumberdaya lahanhutan dalam masyarakat adat Biak. Berdasarkan tipe kepemimpinan politik tradisional di Biak yang menganut sistem campuran, maka pemimpin-pemimpin dalam suatu kelompok keret dapat muncul karena faktor garis keturunan ascribed, namun dapat pula ditentukan melalui unsur-unsur pencapaian achieved dari aktor-aktor tertentu. Sebagaimana diketahui, bahwa pada masa sebelumnya pemimpin-pemimpin di Biak dapat berupa Mananwir kepala suatu kelompok, atau mambri sebagai seorang pemberani dalam kelompok peperangan, konor sebagai pemimpin spiritual, atau korano aktor yang diberi gelar penghargaan oleh Kesultanan Tidore pada masa lampau. Saat ini yang cenderung menonjol eksis adalah para manawir untuk keret maupun mnu, dan konsep mananwir ini, juga mencakup pemimpin-pemimpin dalam kelompok-kelompok kekerabatan yang kecil. Apabila dikaitkan dengan AK untuk reforestasi, para tokoh adat kemudian menggambarkan bahwa pemimpin yang dibutuhkan masyarakat di Biak saat ini adalah yang berjiwa mansabye yaitu seorang yang berusaha untuk memecahkan problematika orang banyak atau yang bertipe demokratis; dan mansernanem yaitu pemimpin yang cerdik dan mampu melihat dan menangkap peluang- peluang baru atau pemimpin-pemimpin yang inovatif. Pada tataran kelompok yang lebih luas bahkan lintas kelompok, pemimpin-pemimpin berciri mansabye lah yang lebih dominan diperlukan. Sementara untuk kelompok yang lebih kecil, tipe pemimpin mansernanem akan lebih efektif untuk memberdayakan kelompoknya. Apabila AK untuk reforestasi akan didorong dengan memperhatikan formasi struktur agraria dan tipe kepemimpinan yang ada, maka AK untuk reforestasi hanya efektif di jalankan di wilayah yafyafdas dan marires karena: i akses aktor terhadap lahan relatif mudah jika dibandingkan pada kawasan Mbrur yang berciri: masih merupakan hutan asli, terbatas penyebarannya di Biak, dan dikuasai oleh beberapa marga; ii Yafyafdas dan marires merupakan lahan yang pernah diolahdimanfaatkan oleh kelompok kekerabatan tertentu. Ini berarti bahwa, akses atas lahan tersebut jelas. Walaupun demikian, perlu pula untuk diperhatikan, bahwa pada lahan-lahan ini terdapat lahantanah yang merupakan milik bersama dalam suatu keretkelompok kekerabatan yang hanya bisa digunakandimanfaatkan untuk tanaman-tanaman semusim. Lahan-lahan ini dikenal dengan istilah saprop, dan pada lahan saprop ini, tidak dapat dilakukan penanaman pohontanaman jangka panjang untuk reforestasi. Dengan kata lain, AK terkait reforestasi di Biak, hanya efektif berjalan diatas struktur agraria berbentuk Yafyafdas dan Marires non Saprop Keret dibawah kepemimpinan aktor bertipe mansernanem. Apabila dilaksanakan di Marires, maka peran negara menjadi lebih penting dan pemimpin-pemimpin yang berciri mansabye akan memegang peran cukup penting dalam mensukseskan reforestasi. Temuan ini justru membuka peluang baru untuk membuktikan kembali pernyataan yang dihasilkan melalui penelitian ini bahwa: AK pada wilayah dengan Common Property Resource dimana konfigurasi sosio-budayanya tidak terdefinisi dengan baik, tidak dapat operasional.