Orientasi nilai dalam reforestasi di Biak

dimanfaatkan dalam jangka waktu yang panjang. Hutan dan lahan dipahami sebagai ibu kandung. Walapun memiliki pemahaman bahwa hutan dan lahan merupakan ibu, kelompok yang melalukan aksi kolektif yang digerakkan oleh tokoh-tokoh adat T3, sangat menghormati kawasan-kawasan tertentu sebagai wilayah yang dianggap memiliki nilai historis dan nilai supranatural tertentu. Wilayah-wilayah ini wajib untuk dipertahankan sebagai lambang dan simbol identitas pertama kalinya orang Byak menginjakkan kaki dan menyebar ke seluruh wilayah Biak sekarang ini. Pada aksi kolektif yang digerakkan oleh aktor-aktor luar komunitas Biak yang mendapatkan legitimasi lokal T4, lahan dinilai sebagai barang ekonomis yang perlu dimanfaatkan seoptimal mungkin. Lahan yang dimiliki walaupun terbatas luasannya, namun memiliki manfaat untuk jangka panjang, karena dapat memberi penghidupan bagi anak cucu keret, jika diolah dengan pertimbangan- pertimbangan tertentu. Dengan menggunakan kerangka Weber 2000, maka ideologi lingkungan di Biak dapat dikategorikan sebagaimana Tabel 7. Tabel 7. Ideologi-ideologi lingkungan serta karakteristiknya Karakteristik IdeologiKelompok Pengawetan Preserving the environment Konservasi Utilizing and preserving Kontemporer Managing the environment GREM Grass Root Environmental Management Misi Utama Mengawetkan hutan belantara T3 Pembangunan sumberdaya alam Pengendalian polusi, kesehatan manusia, dan hutan belantara Lingkungan, ekonomi, dan masyarakat T1,T2,T3,T4 Hubungan Manusia dan Alam Manusia bersama alam; alam memberikan sprit terhadap manusia T3 Manusia menguasai alam; alam melayani kebutuhan manusia antroposentris T4 Alam melebihi manusia; masyarakat sebagai penyebab masalah, ia harus berubah ekosentris biosentris T1,T2,T3, Manusia bersama alam, keberlanjutan simbiosis; Tidak mungkin memisahkan manusia dari alam Nilai Alam dan Sumberdaya Alam Manfaat intrinsik bagian dari manusia, alam dinilai demi alam itu sendiri T1,T3 Alam sebagai komoditas untuk keuntungan manusia; pembangunan berkelanjutan tetapi dengan fokus parsial, misalnya melihat pada individu-individu pohon T1,T2,T4 Manfaat intrinsik bagian dari manusia; alam dinilai demi alam itu sendiri Ekosistem yang sehat sebagai cara untuk kesehatan masyarakat; pembangunan berkelanjutan secara holistik, melihat hutan sebagai keseluruhan, pohon hanyalah salah satu bagiannya T2,T3,T1 Perspektif tentang dimensi waktu Perspektif jangka panjang: menjaga alam untuk generasi yang akan datang Secara teoritis perspektif jangkapendek dan jangka panjang seimbang, tetapi prakteknya perspektif jangka pendek lebih mendominasi Perspektif jangka panjang, tanpa batas Perspektif jangka panjang yang seimbang T1,T2,T3,T4 Sumber: Weber 2000 disesuaikan Reforestasi dalam kajian ini dapat dimaknai juga sebagai upaya untuk mengembalikan fungsi lahan, sebagaimana yang pada saat lampau berbentuk karmgu. Reforestasi bisa dilihat dari sisi tindakan aktif yaitu melakukan penanaman intensif di lahan masyarakat, baik dalam bentuk jalur-jalur yang tertata rapi ataupun tidak; dan juga dari sisi tindakan pasif, yaitu membiarkan hutan merehabilitasi dirinya sendiri. Informan sangat paham bahwa hutan sudah diciptakan terlebih dahulu oleh Yang Maha Kuasa, dengan maksud agar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Jadi.. bumi diciptakan Tuhan beserta segenap isinya, yaitu tanah, pohon- pohon, hutan dan laut. Setelah semua diciptakan, barulah manusia diciptakan. Dengan demikian, manusia paham bahwa kebutuhannya sudah tersedia lengkap. Tersedia ikan dan kayu.. Sejak lahir sampai saat ini, kami tahu bahwa bumi telah dijadikan dengan segala perlengkapannya supaya manusia bisa hidup di situ. Dari generasi orang tua kami, generasi sekarang bahkan generasi akan datang paham bahwa bumi sudah diciptakan dengan lengkap, bagaikan gudang yang menyimpan semua kebutuhan kita YR. Walaupun informan mengatakan bahwa bumi sudah diciptakan dengan begitu lengkap, namun informan mengakui pula bahwa penanaman atau pemeliharaan pohon untuk jenis-jenis tertentu telah dilaksanakan oleh masyarakat Biak jauh sebelum gerakan reforestasi pemerintah digelontorkan. Reforestasi oleh masyarakat dijelaskan sebagai berikut. Pertama, meskipun dalam bentuk yang tidak intensif, masyarakat telah memahami nilai penting dari keberadaan pohon-pohon tertentu di dalam hutan. Betul.. Jadi sudah ada warga yang menanam pohon, dia sudah punya wawasan ke depan.. karena menyadari bahwa faedahnya besar. Oleh sebab itu, apabila anaknya mau kawin, dan pihak perempuan menuntut harta, seperti dulu di sini kita punya harta sebagai ganti kerugian perempuan,dan kebanyakan kita pakai pasedasamfar, maka pohon juga dapat menjadi penunjang. Pohon tertentu yang berukuran besar dapat ditunjuk -disamping mas kawin yang berbentuk pased gelang, sebagai bahan baku untuk pembuatan perahu YR. Perawatan pohon-pohon tertentu di dalam hutan dilakukan pada jenis-jenis tertentu setelah memahami fungsi dan kesesuaian dengan tempat tumbuh setiap jenis. Jenis-jenis utama yang dilindungi masyarakat adalah moref Palaquium amboinensis, Marem Litsea sp, Bedisen Alstonia sp; dan jenis-jenis ini adalah bahan utama untuk pembuatan perahu. Perahu merupakan alat penting dan sangat bernilai. Perahu selain untuk mencari ikan, dapat pula menghantar orang Biak menjelajahi Samudera. Kedua, sebelum integrasi ke NKRI, penanaman pohon sudah dilakukan oleh orang Biak. Informan menjelaskan bahwa proses hingga tanaman bisa bertumbuh, cukup panjang, dan terkait dengan unsur kebersamaan. Jadi orang tua kami mengambil cempedak dari Yapen, karena merasa bersaudara. Ada yang kawin ke Yapen dan sebaliknya, ada yang kawin ke Biak. Pada saat kami fan-fan ke Yapen, maka orang di Yapen memberikan cempedak untuk orang tua kami di Biak bisa makan. Bahkan ketika mereka fan-fan kembali munsasu, cempedak pun dibawa serta. Kami di Biak menyadari bahwa bibit cempedak ini perlu dikembangbiakkan di Biak, sehingga sebagian warga Biak membawanya dari Yapen untuk ditanam di Biak MR. Cempedak merupakan jenis pohon yang buahnya bermanfaat karena dapat dikonsumsi langsung, serta bijinya dapat direbus untuk dikonsumsi pula. Selain itu, tanaman ‘eksotis’ yang telah diterima masyarakat Biak ini, sekaligus merupakan penanda batas-batas lahan marga, disamping batas-batas alam yang telah dipahami bersama di dalam Keret. Kehadiran jenis introduksi tentu juga melegitimasikan bahwa ada proses klaim atas kepemilikan lahan, dan ketika tanaman tersebut semakin tumbuh, maka klaim tersebut menjadi lebih kuat. Ketiga, fenomena menarik yang terlihat di lapangan adalah, informan cukup bangga dengan tanaman ‘gaharu’ yang telah tumbuh di lahan informan. Inisiatif dan swadaya murni ini merupakan akibat dari dorongan yang sangat kuat untuk menanam ‘gaharu’. ‘Gaharu’ diyakini sebagai pohon yang bernilai ekonomi tinggi. Walaupun dengan sangat antusias menjelaskan dan menunjukkan tanaman ‘gaharu’, informan ternyata hanya berhasil menanam tanaman Mahkota Dewa yang cukup jauh perbedaannya dengan pohon gaharu sesungguhnya yang dipahami oleh informan. Saya meperoleh bibit gaharu dari Yapen. Ketika itu, Pa Rumansara ke Yapen, dan saya memberikan Rp. 500.000 untuk membeli bibit gaharu tersebut, karena saya ingin sekali menanamnya. Ketika saya ke Jayapura, jadi saya cari-cari bagaimana supaya saya bisa dapat bibit gaharu. Buah gaharu tersebut saya peroleh dan saya semaikanbibitkan dan ditanam dilahan sebelah atas. Tidak sampai 1 hektar, kurang lebih ¼ hektar saja MR. Minat menanam gaharu pada MR muncul setelah informan mengikuti salah satu pelatihan pengembangan petani hutan di Jayapura. Filosofi tentang hutan sebagai mamamother tidak perlu disangsikan lagi dalam masyarakat Biak, termasuk di beberapa kelompok masyarakat adat lainnya di Papua. Konsep mama memiliki arti yang cukup dalam karena mama berperan untuk memberikan ASI kepada anak, merawat dan membesarkan anak, serta berperan penting di dalam menunjang pencarian nafkah bagi keluarga. Mama sebagai seorang wanita, bahkan diakui sebagai sosok yang memiliki kekuatan lebih dan sangat tangguh dalam kehidupan warga Biak. bahwa hutan itu adalah mothermama itu sudah betul. Itu nilai hakiki, dan hutan itu adalah dapur, dan tempat mencari… mereka masyarakat adat paham sekali Kawer 35 Lalu nilai apa sesungguhnya yang akan diperoleh dari keberadaan hutan? Hutan lantas menyediakan banyak kebutuhan bagi masyarakat, bahkan pemenuhan kebutuhan immaterial seperti prestise bagi diri dan kelompok, yang mana diperolehdipenuhi melalui adanya hutan. Berangkat dari konsep koreri seperti yang diungkapkan pada bagian sebelumnya, hutan dan bahkan kegiatan reforestasi dapat dianggap sebagai instrumen untuk menggapai keinginan untuk hidup yang lebih baik, aman dan sejahtera. Konsep Ideologi yang mencakup dimensi nilai dan keyakinan tentang hubungan manusia dan alam lingkungan serta hutannya, boleh jadi selaras dengan konsep etika moral. Dalam teori ideologi lingkungan, pembahasan seputar etika moral lingkungan menuntun kita untuk melihat definisi yang di sampaikan Legendre 2004 yang diulas kembali oleh Dharmawan 2007, bahwa etika adalah teori filsafat tentang moral, dan memberikan pegangan dan tuntunan berperilaku bagi manusia dalam membuat keputusan untuk bertindak. Sedangkan moral adalah teori tindakan manusia untuk menyelesaikan tugas- tugas yang diharapkan dalam kerangka pencapaian nial-nilai yang diagungkan, khususnya dalam membuat keputusan-keputusan atau tindakan-tindakan. Sistem etik ini tidak dapat dilepaskan dari kemajuan intelektual aktor. Dalam kaitan dengan reforestasi di Biak, ketika menggunakan Dharmawan 2007, yang mengelompokkan perjuangan atau arah gerakan sosial lingkungan ke dalam kelompok-kelompok: deep ecology ecologism yang berusaha mengarahkan perilaku aktor yang traditional-anthropocentrism ke arah ecocentrism; dan shallow ecology environmentalism yang memperlihatkan nilai manfaat-ekonomi benda alam sangat antroposentrisme human-interest oriented, walaupun tidak mengabaikan sama sekali eksistensi lingkungan. Senada dengan ini, Ojomo 2011 mengemukakan bahwa disamping lima school of thought diskursus dalam etika lingkungan antara lain: enlightened weak anthropocentrism, animal liberationrights theory, biocentrism, ecocentrism termasuk the land ethic, deep ecology dan the theory of natures value, serta eco-feminism; terdapat pula pemahaman etika lingkungan di Afrika yaitu: “ethics of nature-relatedness” 36 yang mengakui hubungan manusia dengan alam sekitar 35 wawancara 36 Ogungbemi 1997 dalam Ojomo 2011 dan “eco-bio-communitarianism” 37 yang juga mengakui eksistensi aktor lain dalam ranah metafisik; walapun kedua etika ini, bukan merupakan etika yang terpisah sama sekali dari diskursus-diskursus yang telah ada. Secara umum dapat dikemukakan bahwa misi utama ideologi di masyarakat Biak berorientasi kepada mengamankan lahan yang ada, tetapi sekaligus bisa memanfaatkan potensi Karmgu, memanfaatkan Yaf, serta sedapat mungkin memulihkan Marires. Dalam perspektif informan, selain fungsi hutan memberikan nafas kehidupan, hutan juga berfungsi melindungi fauna satwa di dalamnya. Jelas terlihat bahwa misi utama ideologi atau nilai hakiki dan keyakinan masyarakat berorientasi kepada masyarakat itu sendiri –karena manfaat yang diperoleh, tetapi juga bagi lingkungan. Secara implisit tampak bahwa kepentingan ekonomi bisa terpenuhi dari hasil-hasil hutan atau lahan hutan yang dimanfaatkan. Dari sudut pandang hubungan manusia dengan alam, sangat jelas tergambar bahwa orang Biak bergantung pada hutan sebagai “mama”. Walaupun sebagian masyarakat bermukim di bagian Pantai, namun hutan tetap merupakan alternatif untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat. Kesadaran tentang manfaat hutan telah nampak, bahkan masyarakat paham akan pentingnya hutan untuk menyediaakan kayu secara berkelanjutan. Sebagaimana filosofi hutan sebagai mama, maka nilai hutan oleh masyarakat Biak digambarkan sebagai sesuai yang hakiki, merupakan tempat berlindung dan tempat masyarakat tumbuh dan dibesarkan, memperoleh pengasihan dan asupan bahan kehidupan yang terbaik. Relasi manusia dengan hutan adalah timbal balik dan merupakan hubungan mesra yang penuh nilai. Ideologi tentang hutan di Biak justru menguat saat ini dengan adanya program- program baik yang bersifat pemberdayaan atau pendampingan. Pemahaman tentang hutan sebagai mama agaknya sangat susah untuk memudar dari perkehidupan masyarakat. Berdasarkan Tabel 7, kecenderungan ideologi lingkungan orang Biak dapat digambarkan sebagai searah dengan ideologi GREM, namun memiliki ciri khas tersendiri. Ideologi ini dapat disebut sebagai Ideologi Mama ibu kandungIM. Terdapat perbedaan IM dengan ideologi GREM dalam aspek hubungan manusia dengan alam Tabel 8. Hutan dianggap lebih tinggi derajatnya ibarat mama, dan patut dihargai dengan sepenuh hati. Fakta bahwa ada pihak lain yang akan 37 Tangwa 2004 dalam Ojomo 2011 mengeksploitasi hutan dengan semena-mena, telah meninggalkan kesan tersendiri. Jadi sebenarnya torang kami punya masalah itu… fakta-fakta sudah disajikan, dan teman-teman Foker LSM paham betul bahwa masalah substansi itu, pertama, okupasi lahan yang dilakukan oleh pemerintah, untuk pengusaha HPH, trus dibackup oleh ’oknum’ itu sampai sekarang meninggalkan luka yang dalam. Itu catatan pertama. Tentang perampasan hak, akses sumberdaya masyarakat adat itu GK Tabel 8. Karakteristik orientas nilai ideologi mama Karakteristik Contoh pernyataan Kecenderungan Ideologi Misi Utama Hutan itu bermanfaat dan menopang kehidupan manusia. Yang terutama adalah nafas hidup yang kita peroleh, dan kemudian hasil hutan yang ada di dalamnya. Dahulu, pohon kayu telah tumbuh menjadi besar, kemudian ditebang untuk membuka kebun untuk menanam talas dan ubi jalar. Namun saat ini, pepohonnan yang baru tinggi 1 atau 2 meter, telah dibabat lagi untuk dijadikan kebun. Lebih-lebih marires, kita cenderung untuk membakar kesana kemari, sehingga merugikan diri kita sendiri. Oleh karena itu, hutan ini harus kita manfaatkan dengan baik karena memberikan manfaat bagi kita MR GREM Hubungan Manusia dan Alam hutan itu mothermama. Itu nilai hakiki, dan hutan itu adalah dapur, dan tempat mencari” Jadi yang sebetulnya, yang dijadikan Tuhan itu, hutan semua. Tetapi setelah manusia hidup, manusia menggarap dan cari makan di situ sehingga bekas-bekas kebunnya kelihatan seperti belukar, apabila tampak tidak ada pohon-pohon besar, itu menandakan bekas kebun... Nanti kalau kita sudah lihat tanah seperti ini sambil menunjuk lahan yang tidak subur marires, baru kita punya kepedulian besar, untuk berusaha mengembalikannya kepada keadaan semula YR. Kontemporer Nilai Alam dan Sumberdaya Alam … sebagai masyarakat, pertama: hutan itu berkebun, yang ke dua: berburu, sehingga perlu dilindungi, agar jangan ada yang merusak. Hutan yang di belakng kami itu merupakan tempat berburu, dan umumnya margasatwa berlindung dalam hutan tersebut. Jadi hutan melindungi kami dan sekaligus kami dapat berkebun MR. GREM Perspektif tentang dimensi waktu Sejak lahir sampai saat ini, kami tahu bahwa bumi telah dijadikan dengan segala perlengkapannya supaya manusia bisa hidup di situ. Sehingga dari generasi orang tua, generasi kita sampai generasi ke depan ini, kita tahu bahwa gudang untuk kita hidup di bumi itu.YR GREM Semua tipe aksi kolektif yang ada, menunjukkan penghargaan dan pengakuan terhadap hutan dan lahan sebagai ibu kandung. Dengan mengacu pada pembahasan-pembahasan sebelumnya, maka orientasi nilai menurut kelompok AK dapat dikelompokkan menjadi: - Ideologi pada kelompok dengan tipe AK1 adalah ideologi mama dengan orientasi yang relatif seimbang pada ideologi preservasi, konservasi dan kontempoter. - Sementara pada AK2 adalah ideologi mama dengan fokus pada ideologi konservasi dan kontemporer. - Ideologi mama dengan penekanan utama pada ideologi preservasi terlihat pada AK3. - Pada akhirnya, ideologi mama pada AK4 berciri konservatif dan terlihat sedikit kontemporer. Dengan demikian, ideologi mama IM ini juga merupakan perpaduan antara beberapa aspek dari ideologi GREM dan beberapa ideologi yang dikemukakan Weber 2000. Konsep masyarakat sudah cukup lama dan bahkan sudah menjadi bahan penting dalam perdebatan-perdebatan isu lingkungan di Papua. Ideologi ini akan menjadi salah satu bahan amunisi dalam rencana dialog Jakarta-Papua. Sampai saat tulisan ini disusun, elemen masyarakat di Papua masih menantikan dilaksanakannya dialog dimaksud. Berangkat dari ideologi mama IM yang saya coba hubungkan dengan cerita Manarmakeri, maka nilai moral orang Biak adalah “bagaimana bisa selaras dengan alam untuk memperoleh kesejahteraan, baik materil dan spiritual”. Kesejahteraan tentu mencakup kecukupan pangan dan kemampuan untuk berpartisipasi dalam moment-moment munarawor yang ada. Reforestasi justru menjadi komponen penguat ideologi yang dimiliki orang Biak, karena manfaat ekologis yang ditimbulkan dalam jangka panjang, tetapi juga manfaat ekonomis dan sosiologis yang diperoleh atas aktivitas yang terjadi di lahan adat. Apabila AK pada masyarakat adat berangkat dari esensi gerakan yang akan didorong karena berbasiskan kekuatan dari dalam masyarakat serta mempertimbangkan ideologi lingkungan yang ada, maka - AK yang digerakkan oleh anggota komunitas yang didukung oleh kekuatan dari luar; AK yang digerakkan oleh tokoh kampung yang mendapatkan otoritas dari pemerintah; serta AK yang digerakkan oleh tokoh informal tokoh adat berbasis genealogiskekerabatan, menjadi penting untuk didorong di atas lahan-lahan masyaraklat yang berciri komunal. - AK yang digerakkan oleh aktor dari luar masyarakat adat, kemudian akan efektif pada lahan-lahan milik pribadi.

5.1.3. Komponen kolektivitas Identitas

Yang menarik dilihat di sini adalah minat yang tinggi dari masyarakat, baik yang sebelumnya terlibat atau belum terlibat dengan program reforestasi dari pemerintah. Minat ini ditunjukkan oleh antusiasme masyarakat untuk mengembangkan Gaharu. Jenis Gaharu sudah menjadi ‘rahasia umum’ di antara masyarakat sebagai komoditi yang memiliki nilai ekonomi tinggi.. TR: Sekarang karena bapa peneliti tanya, maka saya buka rahasianya. Saya selalu buru gaharu dari sejak tahun 1985, saya kesana kalau ketemu yang berisi dan masih hidup, saya tebang, bawa dia punya isi, bersihkan, dan istri bawa untuk dijual. Waktu itukan masih ada CV. Mandonar. Waktu berjalan dan sejak dari saat itu, saya terus berburu gaharu, sampai muncul pikiran bahwa saya harus tanam gaharu juga. JW bahkan memperoleh informasi yang relatif akurat tentang manfaat komoditi-komoditi kehutanan di Papua New Guinea PNG. Informan bahkan memperoleh informasi dari Pemerintah PNG tentang jenis-jenis yang tidak dapat ditebang karena bernilai tinggi dan hampir punah. Jenis Gaharu dan Kayu Cina inilah yang kemudian mendorong JW mengembangkannya setelah kembali ke Biak. Persepsi tentang gaharu bahkan telah disejajarkan oleh warga dengan mahkota dewa. Informan TR sangat memahami jenis gaharu, walaupun terdapat warga lain tidak mendapatkan akses informasi yang sepadan dengan yang dimiliki informan. Itu yang dibilang mahkota dewa. Di Jawa mereka gunakan dagingnyabuahnya untuk minum. Mereka masyarakat Biak lainnya belum tahu persis bahwa tanaman itu gaharu atau bukan. Tapi ya.., mungkin sudah 30 tahun saya buru gaharu, belum pernah saya temukan isi gaharunya disitu TR Dari perspektif aktor lainnya, hingga saat ini mahkota dewa bahkan masih diyakini sebagai gaharu sesungguhnya. Dalam pengamatan, MW mengkombinasikan lahan dengan lahan peternakan sapi, terlihat juga beberapa tanaman mahkota dewa Phaleria papuana yang diyakini sebagai ‘gaharu 38 ’. Awalnya, saya tidak tahu namanya gaharu, tapi ipar saya bawa gaharu tersebut dari Supiori kesini,dia adalah ipar saya yang di sebelah laut tinggal di dekat pantai ini, dia sudah tanam dan berbuah, lalu buahnya jatuh. Saya pikir- pikir mungkin barang ini bermanfaat ke depan ka? Akhirnya saya bisa bawa bibitnya ke mari dan saya semaikan. Saya juga belum kenal apa itu gaharu, 38 Aquilaria and Gyrinops are the two most important gaharu-producing genera, within the family of Thymelaeaceae Order: Myrtales and Class: Magnoliopsida. There are slight differences in reports on the number of species within each genus. TRAFFIC-CITES-CoP13 Prop.49 2004 recorded 24 species belong to the genus Aquilaria and 7 species belong to the genus of Gyrinops. On the other hand Ding Hou,1960 in Gunn et al., 2004, reported there are 12 species belonging to the genus Aquilaria and 8 species belonging to the genus Gyrinops Sitepu et al 2011: 3 tapi dong mereka bilang gaharu, jadi saya ikut tanam itu. Saya tidak tahu manfaat dari itu, saya tanam saja…. Saya tanam tahun 2007 MW Gambar 24. “Gaharu” versi masyarakat Ungkapan “tapi dong bilang gaharu, jadi saya ikut tanam” dapat memiliki makna bahwa ‘gaharu’ tersebut memiliki ekonomis yang tinggi. Fenomena pembibitan dan penanaman ‘gaharu’ versi MW dan juga MR menunjukkan bahwa apabila suatu komoditas dapat diyakinkan sebagai yang bernilai ekonomi tinggi, maka warga cenderung untuk mengupayakan pemanfaatannya semaksimal mungkin melalui kapasitas yang ada. Gambar 25. Mahkota dewa Phaleria papuana, dianggap MR sebagai gaharu 39 Ungkapan “tapi dong bilang gaharu, jadi saya ikut tanam” dapat memiliki makna bahwa ‘gaharu’ tersebut memiliki ekonomis yang tinggi. Fenomena pembibitan dan penanaman ‘gaharu’ versi MW dan juga MR menunjukkan bahwa 39 Another scented species in Thymelaeaceae is Phaleria macrocarpa, commonly known as ‘puk puk gaharu’. This species has no commercial value as it does not give off a desirable aroma when burnt. Gunn, 2004:5; Phaleria macrocarpa Scheff. Boerl., a member of the Thymelaeaceae, is traditionally used in Indonesia as medicinal plant against cancer Saufi et al, 2008