Perkembangan Gaya Hidup dan Kondisi Sosial Budaya

untuk memberikan kesempatan yang lebih luas kepada sumber daya manusia SDM orang Indonesia, namun di sisi lain hal tersebut harus dibayar dengan kondisi yang masih ’jomplang’ dari sisi kompetensi dan profesionalitas cara kerjanya di banding SDM kalangan ekspatriat tenaga asing. Beberapa pihak ada yang menyatakan keraguan terhadap efektivitas masa transisi yang diberikan oleh Pemerintah, terutama pada kemampuan untuk membangun kembali kapasitas nasional di bidang produksi film iklan. Hal ini, lebih didasarkan pada kenyataan bahwa dalam kurun waktu beberapa tahun belakangan ini, banyak rumah produksi yang sudah terlanjur ’tertidur’ karena tidak ada order pembuatan iklan. Dengan adanya peraturan seperti ini, bagi Dwi Sapta Advertising sendiri masih bisa beradaptasi secara bisnis, karena secara kebetulan tidak banyak klien yang biasa menggunakan para ekspatriat di dalam proses produksi iklan untuk produknya. Namun, tetap saja peraturan ini cukup merepotkan di lapangan, terutama ketika menghadapi klien-klien yang sudah terbiasa memiliki proses kerja yang biasa ditangani oleh beberapa ekspatriat tenaga asing. Bentuk kesulitan yang paling konkret dihadapi adalah kesulitan mencari sumber daya manusia orang iklan yang memiliki tingkat kompetensi yang memadai dan sejajar dengan yang dimiliki oleh ekspatriat.

6. Perkembangan Gaya Hidup dan Kondisi Sosial Budaya

Menurut M.Kh.Rachman R. 4 , Senior Business Development Manager Dwi Sapta Advertising, industri periklanan di Indonesia memiliki keterkaitan yang cukup kuat dengan perkembangan gaya hidup dan kondisi sosial budaya. Di satu sisi, dinamika yang terjadi di industri periklanan mempengaruhi arah dan bentuk gaya hidup yang berkembang di masyarakat. Namun, di sisi lainnya gaya hidup yang berkembang mempengaruhi dinamika yang terjadi pada industri periklanan di Indonesia. M.Kh.Rachman R 4 , menjelaskan sebuah contoh adanya perubahan gaya hidup dalam hal pembayaran transaksi bisnis yang lahir karena dukungan perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang makin canggih telah mendorong munculnya konsep produk kartu bayar isi ulang 4 Hasil wawancara tanggal 4 September 2008 Kartu Flazz. Secara produk, jenis kartu bayar ini dinilai memiliki manfaat yang lebih praktis terutama kecepatan bertransaksi dibandingkan dengan kartu kredit ataupun kartu debit. Manfaat inilah yang pada dasarnya ’dijual’ oleh kartu bayar ini sebagai jawaban terhadap perkembangan gaya hidup masyarakat yang semakin menuntut kepraktisan dan kecepatan melakukan transaksi bisnis, misalnya di food court, Pom bensin, ataupun tempat parkir. Selain itu, jenis kartu bayar seperti ini sebenarnya juga bisa dianggap sebagai jawaban terhadap kebiasaan yang kurang baik di masyarakat dari sudut pandang ukuran nilai-nilai sosial budaya, seperti kebiasaan meminta blanko bon kosong di pom bensin atau kebiasaan tidak memberikan uang kembalian yang menjadi hak konsumen pembeli bensin karena alasan tidak ada uang ’recehan’. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa kemunculan berbagai produk baru tersebut merupakan respon terhadap adanya kebutuhan di masyarakat; baik yang berasal dari tuntutan gaya hidup maupun yang disebabkan oleh faktor-faktor adanya masalah-masalah menurut ukuran nilai-nilai sosial budaya masyarakat itu sendiri. Pada akhirnya, kemunculan berbagai produk baru tersebut akan membutuhkan kegiatan sosialisasi dan promosi yang akan mendorong dinamika yang terjadi di industri periklanan Indonesia. Bila dikaitkan dengan data Nielsen Media Research Indonesia, pada semester I 2008 Tabel 4, belanja iklan produk-produk seperti hotline service, party line, dan ramalan bintang pertumbuhannya sangat nyata 81 di bandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2007. Bila dinilai secara nominal, belanja iklan produk Short Message Service SMS ini mencapai Rp. 556 miliar dibanding tahun sebelumnya yang hanya mencapai Rp. 307 miliar. Pertumbuhan belanja iklan kategori produk ini mampu mendongkrak total belanja iklan secara keseluruhan pada semester I 2008 sebesar Rp. 19,56 triliun meningkat 24 dibanding periode yang sama tahun 2007. Iklan-iklan produk seperti itu bisa mengalami peningkatan yang relatif tinggi, tidak bisa dilepaskan dari konteks kondisi sosial budaya masyarakat Indonesia yang senang dengan bentuk hiburan- hiburan seperti yang ditawarkan oleh produk-produk SMS tersebut. Tabel 4. Besar belanja iklan semester I tahun 2007-2008 Jumlah Rp. Miliar Persentase KATEGORI PRODUK 2007 2008 Peralatan dan Jasa Telekomunikasi 1,243 1,957 57 Sepeda motor 709 848 20 Pemerintah dan Organisasi Politik 429 769 79 Iklan Layanan Perusahaan dan Sosial 524 752 44 Rokok 748 699 -7 Produk Perawatan Rambut 676 635 -6 Layanan Hotline, Party line, Horoscope 307 556 81 Media, Agency, Rumah Produksi, dll 467 544 16 Perbankan dan Lembaga Keuangan 457 532 16 Produk Pembersih Muka 499 528 6 Produk Pembersih dan Deterjen 403 481 19 Properti, Apartemen, Flat, dll 267 454 70 Sumber : Nielsen Media Research, 2008. Berkaitan dengan kondisi tersebut, maka Dwi Sapta Advertising dituntut untuk selalu melakukan updating terhadap perkembangan gaya hidup konsumen maupun nilai-nilai sosial budaya yang dimiliki masyarakat seiring dengan perkembangan jaman. Pemahaman tentang kedua hal tersebut tidak saja dibutuhkan untuk kepentingan Dwi Sapta Advertising sendiri dalam hal penyusunan rancangan strategi komunikasi pemasaran berbagai produk baru klien, namun bisa juga digunakan sebagai sumber informasi pasar yang berguna untuk mendampingi klien-klien dalam hal pengembangan produk barunya. Terlebih, secara kebijakan dan strategi bisnisnya, Dwi Sapta Advertising lebih memilih fokus pada pengembangan bisnis klien-klien yang sudah dimilikinya dibanding mencari klien-klien baru.

7. Perkembangan Arah dan Kebutuhan Promosi Klien