Mempertegas sistem proteksi klien secara korporat dan Rancangan Strategi Pemasaran Berbasis Kelemahan-Peluang W-O

tersebut, maka kebutuhan penyusunan strategi bisnis, komunikasi, kreatif, maupun media diharapkan akan menjadi lebih efektif dan efisien.

b. Melakukan konsolidasi organisasi untuk dapat menghasilkan

efisiensi biaya operasi, pengembangan konsep materi dan biaya produksi yang akan dibebankan kepada klien faktor eksternal ancaman nomor 1, 3 dan 6, serta faktor internal kekuatan perusahaan nomor 3 dan 4 Selain memberi dampak pada konsumen, krisis finansial global tahun 2008 juga memberi pengaruh kepada klien, terutama pada bentuk penurunan budget promosi produk. Dengan budget promosi yang lebih terbatas, klien tetap memberikan standar target penjualan maupun target pengembangan citra merek tertentu seperti pada kondisi biasanya. Oleh karena itu, Dwi Sapta Advertising harus melakukan konsolidasi organisasi untuk menata ulang proses kerja dan restrukturisasi biaya operasi, pengembangan konsep materi, hingga biaya produksi yang akan dibebankan kepada klien. Tujuannya untuk memperoleh biaya dan harga yang lebih efisien dan kompetitif, terutama dalam situasi dan kondisi keuangan klien yang makin terbatas di situasi krisis seperti ini dengan tidak mengurangi aspek mutu pada output pekerjaan yang dilakukan.

c. Mempertegas sistem proteksi klien secara korporat dan

menjadikan Dwi Sapta Advertising sebagai perusahaan adaptif terhadap perubahan faktor eksternal ancaman nomor 7 dan 8 serta faktor internal kekuatan perusahaan nomor 1, 2, 3 dan 8 Seringkali hubungan klien dan agency sangat bertumpu pada personal individu yang sehari-hari terlibat dalam kerjasama tersebut. Artinya, hubungan bisnis tersebut akan sangat dipengaruhi oleh tingkat kedekatan secara personal dari orang-orang yang terlibat, baik dari perusahaan klien maupun dari perusahaan periklanannya itu sendiri, sehingga bila salah satu dari orang yang terlibat dalam kerjasama bisnis tersebut suatu saat tidak lagi bekerja di perusahaan asalnya, baik dari perusahaan klien maupun agency, sehingga kerjasama bisnis tersebut menjadi bubar. Bila Brand Manager yang keluar, maka penggantinya akan memiliki peluang untuk mengganti agency. Demikian pula bila orang agency yang keluar, maka orang tersebut memiliki peluang untuk membawa klien tersebut ke tempat agency yang baru. Inilah kondisi kerjasama bisnis antara klien- agency yang sangat kuat dipengaruhi oleh kedekatan secara personal dari masing-masing orang yang terlibat. Oleh karena itu, Dwi Sapta Advertising perlu merumuskan suatu sistem proteksi klien yang dapat memperkuat bentuk loyalitas klien secara korporat dan bukan secara personal. Di sisi lain, Dwi Sapta Advertising harus menempatkan diri sebagai perusahaan yang adaptif terhadap perubahan apapun yang berasal dari lingkungan luar perusahaan, misalnya perubahan regulasi pemerintah di bidang periklanan. Contoh dari bentuk regulasi pemerintah yang relevan adalah ketentuan larangan menggunakan SDM asing dalam proses produksi iklan dan ketentuan perpajakan yang berkaitan dengan proses produksi iklan.

2.3. Rancangan Strategi Pemasaran Berbasis Kelemahan-Peluang W-O

Inti dari strategi W-O adalah strategi yang berupaya mengurangi berbagai kelemahan perusahaan untuk tetap dapat memperoleh peluang yang ada. Fokus dari strategi ini adalah bagaimana menjadikan berbagai kelemahan yang dimiliki Dwi Sapta Advertising dibanding kekuatan yang dimiliki pesaing untuk tetap dapat memperoleh peluang pasar yang ada secara maksimal Tabel 14. Berbagai bentuk kelemahan Dwi Sapta Advertising di atas, mengarah kepada 3 tiga hal : 1 citra perusahaan yang relatif telah membatasi ruang gerak bisnis perusahaan hard sell advertising agency, 2 proses kerja dan sistem manajemen perusahaan yang kurang kondusif untuk persaingan bisnis periklanan secara profesional, serta 3 mutu output strategi bisnis dan kreatif iklan yang belum maksimal. Tabel 14. Perbandingan kelemahan dan peluang KELEMAHAN W PELUANG O 1. Brand Dwi Sapta telah cukup kuat dipersepsi oleh konsumen calon klien sebagai agency ‘hard sells’ 2. Mutu output kreatif yang dihasilkan masih dianggap terlalu kuat kentalmenonjol sisi teknisnya dibanding kekuatan konsep idenya 3. Sentralisasi proses pengambilan keputusan bisnis masih dominan bertumpu di tangan Presdir 4. Orientasi budaya perusahaan yang menempatkan posisi klien ’powerfull’, menjadi kendala operasional 5. Etos dan cara kerja yang sudah 25 tahun terbentuk sebagai profesional periklanan berorientasi pada penjualan masih cukup kuat sebagai ’barrier’ untuk transisi ke pendekatan ”Advertising That Sells with Style” 6. Belum adanya standarisasi yang baku dalam pola pengembangan komunikasi produk dan merek klien 1. Trend pertumbuhan industri periklanan cukup nyata ‘double digit’ berdasarkan pengeluaran belanja iklan nasional 2. Trend perkembangan industri media program TV yang membuka peluang perkembangan built in promo creative media 3. Perkembangan teknologi produksi berbagai produk yang pada akhirnya banyak melahirkan berbagai produk baru yang membutuhkan promosi 4. Berkembangnya kesadaran dan kebutuhan klien untuk membuat program komunikasi produk, merek yang lebih sistematis dan berbasis ’consumer insight’ 5. Terbukanya kesempatan untuk ikut dalam proses pitching tender social campaign yang berasal dari instansi pemerintah maupun BUMN 6. Adanya testimoni dari beberapa klien yang merasa puas dengan kinerja perusahaan maupun yang terekspos dari salah satu program komunikasi perusahaan buku, majalah, seminar, dll Berdasarkan asumsi tersebut, maka dapat disusun rancangan strategi pemasaran alternatif berbasis kelemahan-peluang berikut :

a. Mengembangkan strategi dan implementasi berbagai program