32 yang tidak berpasangan dalam atom oksigen dilokalisasi pada cincin
aromatik sehingga meningkatkan stabilitas. c. Karotenoid
Meskipun beberapa karotenoid memiliki efek antioksidan, tetapi perhatian terpusat pada β-karoten yang mempunyai kemampuan
penangkapan efektif terhadap peroksil radikal dalam kondisi fisiologi dan
dapat menangkap singlet oksigen.Studi terbaru menyatakan β-karoten
mengindikasikan kemungkinan efek yang sinergis dengan vitamin E. d. Flavonoid
Beberapa flavonoid yang mempunyai struktur fenolik yang hampir sama dengan vitamin E, berperan sebagai antioksidan dalam sistem lemak,
bereaksi dengan O
2
, lipid peroksil radikal dan membentuk kompleks besi yang mencegah kereaktifan radikal O
2
. Zat ini juga menjaga vitamin C, terutama dengan adanya ion logam yang secara normal mempercepat
oksidasi asam askorbat, contohnya quercetin, morin, myricetin, kaempferol, dan asam tanat yang diketahui mempunyai aktivitas
antioksidan Kochar dan Rossell, 1995. Fenol juga dilaporkan mempunyai efek kardioprotektif dengan
meminimalkan terjadinya oksidasi LDL secara in vivo. Derajat hidroksilasi dan posisi relatif dari grup OH adalah faktor penting untuk
mengetahui kemampuan antioksidan. Komponen flavonoid ini banyak terkandung pada rempah-rempah.
E. REMPAH-REMPAH SEBAGAI ANTIOKSIDAN ALAMI
Rempah-rempah sudah sejak lama dikenal kegunaannya untuk manusia, misalnya untuk memberi aroma dan rasa pada makanan, obat-obatan atau sebagai
antiseptik. Rempah-rempah umumnya mengandung komponen bioaktif yang bersifat antioksidan zat pencegah radikal bebas yang menimbulkan kerusakan
33 pada sel-sel tubuh, dan dapat berinteraksi dengan reaksi-reaksi fisiologis. Tidak
kurang dari 30 jenis rempah-rempah dan tumbuh-tumbuhan bumbu menunjukkan aktivitas antioksidan, terutama fenolik Kochar dan Rossell, 1995. Senyawa
antioksidan alami tumbuhan umumnya adalah senyawa fenolik atau polifenolik yang dapat berupa golongan flavonoid flavonol, isoflavon, ilavon, katekin dan
flavonon, derivat asam sinamal, kumarin, tokoferol dan asam organik polifungsional Pratt dan Hudson. 1992. Kandungan ini yang menyebabkan
rempah mempunyai kapasitas antimikroba, anti pertumbuhan sel kanker, dan sebagainya.
Senyawa antioksidan alami polifenolik dapat beraksi sebagai a pereduksi, b penangkap radikal bebas, c pengkelat logam, d peredam
terbentuknya singlet oksigen. Senyawa-senyawa fenolik volatil seperti eugenol, thymol, kurkumin, kapsaisin dan lain-lain memiliki aktivitas antioksidan
menonjol, tapi memiliki odor yang terlalu kuat, sehingga membatasi kegunaannya sebagai bahan tambahan pangan. Oleh karena itu, penelitian dialihkan pada isolasi
komponen aktif antioksidan dari fraksi-fraksi nonvolatil yang memiliki sifat antioksidan, tidak berbau, berasa dan tidak berwama. Kemudian lebih lanjut
penelitian ditekankan pada senyawa-senyawa fenolik nonvolatil yang memiliki aktivitas antioksidan Dulimarta, 2000.
F. STABILITAS BAHAN PANGAN DAN AKTIVITAS AIR a
w
Bahan pangan adalah suatu sistem biologi dan kimia aktif yang kompleks dan memerlukan kontrol yang ketat dalam pembuatannya, distribusi, dan kondisi
penyimpanan agar dapat menjaga keamanan, nilai sensori serta gizinya. Penyebab kerusakan utama bahan pangan adalah mikroorganisme, enzim, perubahan kimia
yang disebabkan oleh air, panas, logam, udara, dan bahan kontaminan lainnya atau kerusakan fisik lainnnya Winarno, 1997. Pengaruh kadar air penting dalam
menentukan daya awet bahan pangan. Hal ini karena kadar air akan
34 mempengaruhi sifat fisik, sifat fisikokimia, perubahan kimia, kerusakan
enzimatis, dan kerusakan mikrobiologis Winarno, 1997. Kadar air kritis merupakan kadar air suatu produk dimana produk tersebut masih dapat diterima
oleh konsumen. Air dalam bahan pangan dapat ditemukan dalam bentuk air bebas dan air
terikat. Air bebas dapat dengan mudah menghilang jika dilakukan pengeringan. Air terikat sulit dibebaskan dengan cara penguapan atau pengeringan biasa.
Terdapat paling sedikit tiga bentuk yang berbeda. Pertama, air sebagai pelarut untuk dispersi molekuler dari komponen-komponen kristaloid seperti gula, garam,
dan asam-asam yang memiliki berat molekul yang rendah atau sebagai medium dispersi bagi molekul makro hidrofilik seperti protein, gum, dan fenolik
membentuk larutan koloid. Kedua, air diserap sebagai lapisan monokuler atau polimolekuler yang tipis pada komponen padat atau dalam kapiler-kapiler halus
oleh kondensasi kapiler. Ketiga, air terikat secara kimia dalam bentuk hidrat seperti monohidrat yang stabil dari dekstrosa, maltosa, dan laktosa Buckle,
1995. Air yang terkandung di dalam bahan makanan memiliki kaitan dengan
daya awet bahan tersebut. Pengurangan air yang tersedia melalui proses penguapan dapat mengawetkan bahan pangan terhadap kerusakan mikrobiologis
atau kimiawi. Salah satu sifat fisikokimia yang berkaitan adalah aktivitas air a
w
. Saat keadaan normal, a
w
dapat diartikan sebagai perbandingan tekanan uap dalam makanan pada kesetimbangan dengan tekanan uap air murni pada suhu yang sama
Winarno, 1997. Winarno 1997 menyatakan bahwa a
w
water activity adalah jumlah air bebas yang dapat digunakan mikroba untuk pertumbuhannya. Masing-
masing mikroba punya a
w
pertumbuhannya masing-masing. Keterkaitan a
w
dengan ketahanan atau stabilitas makanan digambarkan
sebagai derajat kandungan air bebas yang terkandung dalam makanan dan ketersediaannya untuk bertindak sebagai pelarut dan ikut dalam reaksi kimia dan
biokimia. Tingkat kritis a
w
dapat dikenali dari terjadinya kerusakan makanan yang
35 tidak dikehendaki, ditinjau dari segi keamanan dan kualitas. Hubungan aktivitas
air a
w
dengan laju kerusakan produk pangan seperti terlihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Hubungan aktivitas air a
w
dengan laju kerusakan produk pangan Labuza, 1982
G. PENGEMASAN