35 tidak dikehendaki, ditinjau dari segi keamanan dan kualitas. Hubungan aktivitas
air a
w
dengan laju kerusakan produk pangan seperti terlihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Hubungan aktivitas air a
w
dengan laju kerusakan produk pangan Labuza, 1982
G. PENGEMASAN
1. Pengertian Pengemasan
Pengemasan sering juga disebut sebagai pewadahan, pembungkusan, atau pengepakan. Pembungkusan berperan penting dalam mempertahankan
mutu suatu bahan pangan dan telah dianggap sebagai bagian integral dari proses produksi. Menurut Syarief dan Irawati, 1988, kemasan berfungsi
sebagai : a. Wadah untuk menempatkan produk dan memberi bentuk, sehingga lebih
memudahkan dalam penyimpanan, pengangkutan dan distribusi. b. Memberi perlindungan terhadap mutu produk dari kontaminasi luar dan
kerusakan. c. Menambah daya tarik produk
Faktor yang perlu diperhatikan dalam pengemasan bahan pangan adalah sifat bahan pangan tersebut, keadaan lingkungan, dan sifat bahan
36 kemasan. Bahan pangan mempunyai sifat yang berbeda-beda dalam
kepekaannya terhadap lingkungan. Produk pangan kering yang bersifat higroskopis harus dilindungi terhadap masuknya uap air. Umumnya produk
pangan kering mempunyai kadar air rendah, sehingga harus dikemas dengan kemasan yang mempunyai daya tembus atau permeabilitas uap air yang
rendah untuk menghambat penurunan mutu produk seperti menjadi tidak renyah Buckle, 1995.
Pemilihan bahan kemasan, berkaitan dengan informasi dan persyaratan yang dibutuhkan oleh produk, seperti penyebab kerusakan
produk dan reaksi yang akan dialami produk dalam kemasan tersebut sebelum dikonsumsi. Kerusakan yang paling umum terjadi pada bahan
pangan adalah perubahan kadar air, pengaruh gas dan cahaya. Perubahan kadar air produk akan menyebabkan pertumbuhan jamur dan bakteri,
penggumpalan pada produk serbuk, serta pelunakan pada produk kering. Bahan makanan yang beraroma tinggi umumnya memerlukan kemasan yang
dapat menahan keluarnya komponen volatil Syarief dan Irawati, 1988.
2. Beberapa Jenis dan Sifat Bahan Kemasan
Persyaratan kemasan untuk bahan pangan antara lain permeabilitas terhadap udara rendah, tidak menyebabkan penyimpangan warna dan flavor
produk, tidak bereaksi dengan produk, sehingga merusak cita rasa, tidak mudah teroksidasi atau bocor, tahan panas, mudah didapat dan harganya
murah Hine, 1997. Menurut Syarief dan Halid 1993, penggunaan plastik untuk kemasan bahan pangan menarik karena sifat-sifatnya yang
menguntungkan seperti lunak, mudah dibentuk, mempunyai daya adaptasi yang tinggi terhadap produk, tidak korosif seperti wadah logam, mudah
dalam penanganannya, dan biaya transportasi lebih murah. Kemasan plastik lemas memiliki kelemahan khususnya terhadap daya permeabilitas barrier
gas dan uap air. Kelemahan ini memungkinkan terjadinya perpindahan molekul-molekul gas baik dari luar plastik udara ke dalam produk maupun
37 sebaliknya melalui lapisan plastik. Adanya perpindahan senyawa-senyawa
tersebut dapat menimbulkan berbagai penyimpangan organoleptik Winarno, 1997.
Beberapa jenis plastik yang dapat dibuat sebagai kemasan produk instan adalah High Density Polyethylene HDPE, Polyprophylene PP, dan
Polyethylene Terephtalat PET. Masing-masing jenis plastik tersebut
memiliki sifat yang berbeda. HDPE tergolong jenis plastik polietilen. Polietilen mudah dibentuk, lemas, mudah ditarik; daya rentang tinggi tanpa
sobek; tahan terhadap asam, basa, alkohol, deterjen dan bahan kimia lainnya; penampakannya bervariasi dari jernih transparan, berminyak, sampai keruh;
transmisi gas tinggi, sehingga tidak cocok untuk mengemas bahan makanan yang beraroma; kedap air dan uap air; dan mudah digunakan sebagai
laminasi. Polietilen tergolong poliolefin dan dibuat dari proses polimerisasi adisi gas etilen.
Polipropilen PP juga termasuk ke dalam jenis plastik poliefilen dan merupakan polimer dari propilen. Sifat-sifat utama propilen diantaranya
ringan densitas 0.9 gcm
3
, mudah dibentuk, tembus pandang dan jernih dalam bentuk film, lebih kaku dari polietilen dan tidak gampang sobek,
mempunyai kekuatan tarik lebih besar dari PE pada suhu rendah akan rapuh dan tidak dapat digunakan untuk kemasan beku, permeabilitas uap air
rendah, permeabilitas gas sedang, tahan terhadap suhu tinggi sampai dengan 150
C, titik leburnya tinggi, tahan terhadap asam kuat, basa dan minyak Syarief dan Irawati, 1988. Sifat-sifat polipropilen dapat diperbaiki dengan
cara memodifikasinya menjadi OPP oriented polypropilene jika dalam proses pembuatannya ditarik satu arah atau BOPP biaxally oriented
polypropilene jika dalam proses pembuatannya ditarik dua arah.
Metalizing adalah teknik untuk membuat membran tipis dengan
menyalurkan logam melalui permukaan kertas atau plastik film dalam kondisi vakum. Walaupun lapisan penglogaman ini tipis, sekitar 300-1000 Å
0.03- 0.1 m, tetapi dapat meningkatkan perlindungan, menahan bau,
38 memberikan efek kilap dan menahan gas Matsumoto, 2007. Logam yang
biasa digunakan untuk metalasi adalah alumunium. Kemurnian alumunium yang digunakan adalah 99.9, diameter wire alumunium sebesar 1.96 mm
dan biasanya ketebalan kurang dari 0.15 mm. Proses metilasi dilakukan dengan melelehkan dan menguapkan alumunium wire pada suhu 1500
C. Uap alumunium akan melapisi film plastik yang berputar pada sebuah rol
pendingin bersuhu sekitar 15 C. Rol pendingin diatur pada suhu tersebut agar
film tidak meleleh ketika terkena uap alumunium yang panas. Alumunium memiliki sifat hermetis, fleksibel, dan tidak tembus
cahaya. Ketebalan alumunium foil menentukan sifat protektifnya. Berdasarkan pengujian fisik yang telah dilakukan terhadap bahan kemasan
alumunium foil dengan tiga ketebalan yang berbeda oleh Balai Besar Kimia dan Kemasan BBKK pada tahun 2009. Pengujian ini meliputi densitas,
gramatur, laju transmisi gas oksigen O
2
TR, dan laju transmisi uap air
WVTR. Tabel 3. Analisis sifat fisik alumunium foil Laporan hasil uji laboratorium
uji dan kalibrasi BBKK, 2009
Jenis Kemasan
Ketebalan mm
Densitas gcm
2
Gramatur gm
2
WVTR gm
2
24 jam
O
2
TR ccm
2
24 jam
Alumunium Foil
0.05 0.721
36.037 0.5749
0.8492 0.08
1.058 84.617
0.1298 0.2933
0.10 1.103
110.273 0.0768
0.3199 Suhu = 37.8
C, RH = 100 Suhu = 21 C, RH = 55
Data pada Tabel 2. menunjukkan bahwa ketebalan kemasan alumunium foil berbanding terbalik dengan nilai WVTR. Semakin meningkat ketebalan
kemasan, nilai WVTR akan semakin rendah. Hal ini menunjukkan semakin tebal kemasan maka daya permeabilitas kemasan terhadap uap air semakin
39 rendah. Permeabilitas dan ketebalan kemasan juga berkaitan dengan densitas
dan gramatur. Semakin rendah ketebalan alumunium foil, semakin kecil pula densitas dan gramatur. Menurut Matsumoto 2007, ketebalan kemasan
menentukan laju transmisi gas oksigen O
2
TR dan uap air WVTR kemasan. Alumunium foil dengan ketebalan 0.05 mm memiliki nilai WVTR dan O
2
TR yang paling tinggi dibandingkan dengan ketebalan lainnya. Hal ini berarti jenis
alumunium ini paling mudah ditembus oleh oksigen dan uap air dari lingkungan selama penyimpanan.
Berbeda dengan hasil analisis nilai O
2
TR terhadap masing-masing kemasan. Nilai O
2
TR paling tinggi terdapat pada kemasan alumunium foil dengan ketebalan 0.05 mm dan menunjukkan nilai terendah pada kemasan
alumunium foil dengan ketebalan 0.08 mm. Berbeda dengan pernyataan Robertson 1993 bahwa kuantitas dari difusi gas sebanding dengan ketebalan
lapisan. Hal ini dapat disebabkan beberapa faktor diantaranya keanekaragaman struktur molekul penyusun lembaran atau film dan tingkat kepolaran. Plastik
yang dilapisi logam metalized plastic dapat meningkatkan penampilan dan mengurangi transmisi. Plastik ini dapat melindungi produk dari cahaya.
Penggunaan plastik ini antara lain untuk mengemas kopi, makanan kering, keju, dan roti panggang Matsumoto, 2007.
H. PENDUGAAN UMUR SIMPAN