VALIDASI REAKSI PERUBAHAN MUTU MELALUI PERHITUNGAN ENERGI AKTIVASI

86 langsung dengan faktor deteriorasi, terutama uap air yang meningkatkan kadar air pada produk. Umur simpan Cinna-Ale instan di suhu pengamatan pada orde reaksi terpilih ditabulasikan dalam Tabel 12. Tabel 13. Tabulasi umur simpan Cinna-Ale instan di suhu pengamatan pada orde reaksi terpilih Parameter Mutu Suhu C Nilai k Umur Simpan hari Aktivitas Antioksidan 28 0.031 5 35 0.005 33 45 0.007 24 55 0.016 10 Kelarutan 28 0.0014 118 35 0.0004 422 45 0.0005 334 55 0.0006 259 Kecerahan serbuk 28 0.545 14 35 0.104 74 45 0.146 52 55 0.261 29 Kadar VRS 28 0.012 63 35 0.002 376 45 0.005 141 55 0.011 67 Kadar Air 28 0.042 28 35 0.005 247 45 0.006 204 55 0.024 51 Keterangan : produk tanpa kemasan produk terkemas

D. VALIDASI REAKSI PERUBAHAN MUTU MELALUI PERHITUNGAN ENERGI AKTIVASI

87 Energi aktivasi adalah energi minimum yang harus dipenuhi agar reaksi dapat berjalan. Menurut Labuza 1982, energi aktivasi reaksi adalah konstanta yang nilainya tetap untuk suatu jenis reaksi tertentu serta tidak dipengaruhi oleh perubahan suhu. Energi aktivasi perlu diketahui untuk memprediksi reaksi yang terjadi pada perubahan mutu serta untuk melakukan validasi mengenai reaksi yang terjadi. Pengaruh suhu terhadap kinetika proses kadaluarsa guna mendapatkan energi aktivasi reaksi dapat dilakukan dengan dua jenis pendekatan, pertama pendekatan model Arrhenius dan kedua pendekatan model Linear Labuza, 1982. Pendekatan Arrhenius dilakukan dengan menunjukkan ketergantungan konstanta laju reaksi terhadap suhu yang lebar. Pendekatan model linear dilakukan bila tidak tersedia banyak data untuk kisaran suhu yang lebar atau bila pengaruh suhu hanya akan dilihat pada suatu kisaran yang sempit. Pendekatan linear juga digunakan untuk menghitung energi aktivasi hasil perhitungan umur simpan yang menerapkan metode organoleptik Arpah, 2007. Menurut Lund 1975 di dalam Arpah 2007, kisaran energi aktivasi dalam produk pangan antara 2 kkalmol hingga 150 kkalmol. Kisaran ini kemudian dibagi menjadi tiga golongan reaksi yaitu reaksi dengan energi aktivasi rendah 2 kkalmol-15 kkalmol, seperti pada reaksi oksidasi lipida dan reaksi degradasi vitamin. Kedua, reaksi dengan energi aktivasi sedang 15 kkalmol-30 kkalmol, seperti reaksi pencoklatan non-enzimatik. Ketiga, reaksi dengan energi aktivasi tinggi 30 kkalmol-150 kkalmol. Labuza 1982, yang mempelajari reaksi pencoklatan pada susu bubuk melaporkan nilai energi aktivasi yang lebih tinggi dari kisaran yang telah diberikan Lund 1975. Dilaporkan pula nilai energi aktivasi degradasi vitamin C di dalam larutan adalah 12.9 kkalmol. Beberapa peneliti melaporkan nilai energi aktivasi yang lebih besar dari kisaran yang telah diberikan oleh Lund 1975. Salah satunya, energi aktivasi dari reaksi pencoklatan nonenzimatik berkisar antara 28 kkalmol hingga 40 kkalmol Arpah, 2007. Interpretasi E a energi aktivasi dapat memberikan gambaran mengenai besarnya pengaruh suhu terhadap reaksi. Nilai energi aktivasi diperoleh dari slope grafik garis lurus hubungan ln K dengan 1T. Energi aktivasi yang besar 88 menunjukkan perubahan nilai ln K yang besar dengan hanya perubahan beberapa derajat dari suhu, sehingga nilai slope akan besar Arpah, 2001. Persamaan Arrhenius dengan menghubungkan kebergantungan laju reaksi deteriorasi terhadap suhu yang dirumuskan sebagai berikut Labuza, 1982 : Keterangan : ko = konstanta laju absolute k = konstanta laju reaksi pada suhu T Ea = Energi aktivasi kkalmol R = konstanta gas ideal 1.986 kal.K- 1 .mol -1 T = suhu absolute K Nilai energi aktivasi diperoleh dengan menggunakan persamaan Arrhenius yang diperoleh pada perhitungan sebelumnya. Persamaan Arrhenius pada parameter kadar air orde reaksi satu yaitu ln k = -7881 1T + 20.05, sehingga diketahui bahwa nilai slope EaR adalah -7881, maka nilai Energi aktivasi : Melalui cara yang sama, diperoleh nilai energi aktivasi untuk parameter mutu Cinna-Ale lainnya. Tabel 13 berikut menunjukkan energi aktivasi untuk kelima parameter mutu Cinna-Ale instan. Tabel 14. Nilai energi aktivasi Ea berbagai parameter mutu Cinna-Ale instan Parameter Persamaan Arrhenius Orde Reaksi Terpilih Slope EaR Ea kkalmol Aktivitas Antioksidan ln k = -5954 1T + 13.91 5954 11.82 Kelarutan ln k = -2450 1T + 0.089 2450 4.87 Kecerahan Serbuk ln k = 1633 1T - 6.983 1633 3.24 Kadar Air ln k = -7881 1T + 20.05 7881 15.65 89 Kadar VRS ln k = -8692 1T + 22.02 8692 17.26 Reaksi deteriorasi perubahan mutu pengamatan Cinna-Ale instan memiliki energi aktivasi yang bervariasi. Aktivitas antioksidan, kelarutan, dan kecerahan serbuk memiliki energi aktivasi berturut-turut 11.82 kkalmol, 4.87 kkalmol dan 3.24 kkalmol. Ketiga parameter ini termasuk ke dalam kelompok reaksi dengan energi aktivasi rendah, termasuk dalam kelompok ini adalah reaksi-reaksi : oksidasi minyak atau lemak, reaksi enzimatik, perubahan pada pigmen klorofil serta perubahan senyawa karotenoid Robertson, 1993. Hal ini dapat menguatkan penyebab perubahan mutu aktivitas antioksidan adalah akibat oksidasi komponen polifenol dalam produk. Perubahan mutu kelarutan diduga akibat perubahan komponen struktural hemiselulosa komponen penyusun produk. Kecerahan serbuk yang semakin gelap diduga akibat adanya reaksi pencoklatan terutama pada komponen sukrosa. Berbeda dengan ketiga parameter mutu di atas yang tergolong dalam energi aktivasi rendah, kadar air dan kadar VRS tergolong dalam kelompok energi aktivasi sedang 15 kkalmol-30 kkalmol. Perubahan mutu kadar air dengan energi aktivasi 15.65 kkalmol diduga disebabkan oleh proses difusi oksigen dan uap air, akibatnya kadar air produk akan meningkat. Begitu pula dengan perubahan mutu kadar VRS yang diduga disebabkan oleh difusi oksigen dan uap air yang mengikutsertakan komponen volatil keluar dari bahan pangan dan kemasan, sehingga komponen volatil tereduksi dan menurun Labuza, 1982. Robertson 1993 menjelaskan suatu jenis reaksi yang panjang dan terdiri atas banyak tahap mempunyai energi aktivasi pada masing-masing tahapan. Faktor luar dapat menyebabkan perubahan kondisi, perubahan alur reaksi atau menghasilkan reaksi yang tidak sempurna. Perubahan kondisi tersebut dapat menyebabkan terjadinya variasi terhadap nilai energi aktivasi yang teramati. Variasi nilai energi aktivasi pada reaksi sederhana dapat terjadi jika perubahan pH, kadar air, dan a w selama reaksi berlangsung. Ketiga faktor ini dapat mempengaruhi jumlah reaktan yang mampu bereaksi. 90

E. KRITERIA PARAMETER YANG DIPILIH UNTUK DIHITUNG UMUR SIMPANNYA