persis di dekat ataupun di pinggir Sungai Cimanglid dan di dekat pertemuan aliran Sungai Cimanglid dan Sungai Cikaret.
6.3.3 Konflik Terganggunya Kualitas Sumber Air Bersih
Bentuk pencemaran yang ditimbulkan dari limbah tahu selain bau juga menyebabkan terganggunya sumber air yang digunakan warga Kampung Cikaret.
Perubahan pola pemanfaatan sungai yang ditimbulkan karena terjadinya pencemaran mengakibatkan berbagai bentuk konflik. Responden yang sebagian
besar menggunakan sungai sebagai salah satu sumber air yang dapat dimanfaatkan menyatakan bahwa menyikapinya dengan menegur industri pengolahan tahu
bersama masyarakat lokal. Pada Gambar 28 disajikan persentase sikap responden mengenai mengenai sumber air yang digunakan.
Keterangan: n Kampung Cikaret = 66 rumahtangga
Gambar 28. Sikap Responden Mengenai Kualitas Sumber Air Bersih Berdasarkan Gambar 28 lapisan bawah hanya 26 persen atau sebanyak tujuh
rumahtangga, lapisan menengah 44 persen atau sebanyak 11 rumahtangga dan lapisan atas sebesar 14 persen atau sebanyak dua rumahtangga, menyatakan
mengenai terganggunya sumber air akibat limbah tahu hanya menyikapinya dengan desas-desus saja. Responden yang berpendapat hal demikian karena
mereka memiliki sumur sebagai sumber air utama dan kurang memanfaatkan sungai untuk sumber air bersihnya. Pada responden yang menyikapinya hanya
terjadi pembicaraan ringan, karena responden hanya menggunakan sungai sekali-
kali saja dan masih menggunakan sumur sebagai sumber air sehari-harinya. Pada lapisan bawah sebesar 60 persen atau sebanyak 16 rumahtangga dari 27
rumahtangga menyikapinya dengan teguran. Pada lapisan menengah sebesar 48 persen atau sebanyak 12 rumahtangga dari 25 rumahtangga juga menyikapinya
dengan teguran. Hal demikian juga terdapat pada lapisan atas yakni sebesar 72 persen atau sebnyak sepuluh rumahtangga meyikapinya dengan hal serupa.
Hampir sebagian besar responden menyikapi kualitas air bersih yang terganggu karena limbah tahu berupa sikap teguan pada industri pengolahan tahu.
Responden yang menyatakan sikapnya berupa teguran adalah responden yang memang menggunakan sungai sebagai salah satu sumber utama untuk
memenuhi kebutuhan air sehari-harinya. Hampir sebagian besar responden menyatakan pernah turut serta dalam proses peneguran terhadap industri
pengolahan tahu. Hal ini diungkapkan oleh Bapak Awh wakil ketua pemuda di Kampung Cikaret sebagai informan:
“Dulu tahun 2002 sudah ditegur sama RW, sama warga juga bersama- sama, soalnya parah sekali, ikan-ikan sampai pada mati. Bukan limbah
tahu aja yang dibuangin ke sungai tapi kotoran kambing milik industri pengolahsan tahu. Kalau limbah tahu, malah menimbulkan lumut yang
nempel di batu-batu sungai biasanya warna putih. Tapi kalau musim hujan suka tidak kelihatan
” Bapak Awh, 32 tahun, wakil ketua pemuda.
Limbah tahu yang dihasilkan oleh industri pengolahan tahu milik Pak Hto setiap harinya, tidak berdampak pada kumuhnya lingkungan di sekitar industri
pengolahan tahu. Dampak yang dirasakan hanya terganggunya sumber air bersih, kualitas air bersih dan bau yang disebabkan karena limbah tahu yang dibuang ke
Sungai Cimanglid. Berbeda dengan industri pengolahan tahu di wilayah lain yang biasanya langsung membuang limbah cair ke sekitar lingkungan industri tanpa
ditampung melalui saluran sehingga membuat kumuh. Perbedaan industri pengolahan tahu lain dengan industri pengolahan tahu milik Pak Hto adalah pada
proses pembuangan limbahnya. Pada proses pembuangan limbahnya, limbah cair ditampung pada saluran septitank dan baru dibuang ke sungai pada malam hari.
Dampak yang dirasakan oleh masyarakat sekitar wilayah adalah bau di sepanjang
aliran Sungai Cimanglid yang mengitari wilayah RW 01 Kampung Cikaret. Sehingga menimbulkan konflik dengan warga di RW 01 Kampung Cikaret.
Industri pengolahan tahu milik Pak Hto selain menghasilkan limbah padat dan cair juga menghasilkan limbah berupa asap. Asap berwarna hitam yang keluar
dari cerobong industri pengolahan tahu menandai bahwa sedang ada proses pembuatan tahu. Asap hitam tersebut biasanya berasal dari proses pembuatan tahu
pada tahapan pemasakan bubur kedelai dan pada tahapan penggorengan untuk tahu goreng. Industri pengolahan tahu milik Pak Hto menggunakan kayu bakar
dalam proses pemasakan dan penggorengannya. Meskipun demikian, asap yang dikeluarkan oleh industri pengolahan tahu milik Pak Hto setiap harinya tidak
mengganggu udara disekitar. Hanya saja ada seorang warga di RW 01, warga yang merasa terganggu karena pernah melihat adanya percikan api pada cerobong
asap milik Pak Hto. Hal ini diungkapkan oleh Bapak Hlm ketua pemuda di Kampung Cikaret sebagai informan pada penelitian ini:
“Cerobong asapnya kadang-kadang mengeluarkan percikan api. Padahal di dekat cerobong asap ada rumah-rumah warga. Takutnya
terjadi kebakaran. K alau malam hari, wah….percikan apinya terlihat
jelas. Kalau siang hari sih..tidak begitu terlihat jelas ” Bapak Hlm, 37
tahun, ketua pemuda. Percikan api yang sering keluar dari cerobong asap tersebut membuat resah
warga sekitar karena di sekitar cerobong asap ada rumah-rumah warga. Tetapi asap yang dikeluarkan tidak membuat terganggunya aktivitas warga.
6.5 Tingkat Kesehatan