Pemilik lahan memilih menjual lahannya pada pihak industri sehingga warga bekerja sebagai petani harus kehilangan pekerjaannnya.
Penelitian studi agroindustri lain yang dilakukan oleh Sunarjan 1991 yaitu industri rokok kretek di Desa Lor Kabupaten Kudus Provinsi Jawa Tengah
menyatakan, pada aspek sosial terjadi perubahan dalam hal kepemilikan dan pemanfaatan tanah. Awalnya, tanah di Desa Lor sebagai lahan pertanian sawah,
namun masuknya industri membuat perubahan dalam hal pemanfaatan tanah. Tanah yang digunakan untuk pertanian kini dijual untuk dijadikan perumahan dan
kepentingan industri rokok kretek. Terdapat juga perubahan dalam sifat gotong royong yang dimiliki oleh masyarakat di Desa Lor. Masyarakat tadinya memiliki
sifat gotong royong yang tinggi, namun setelah industri rokok kretek masuk ke Desa Lor terdapat penurunan pada sifat gotong royong. Perubahan sifat gotong
royong ini berkaitan dengan perubahan mata pencaharian masyarakat. Awalnya masyarakat bekerja di sawah saling bergotong royong tetapi kini masyarakat
bekerja sebagai buruh di industri rokok kretek.
2.1.7.2 Dampak Ekonomi
Agroindustri merupakan industri pedesaan yang didirikan untuk mendekatkan antara sektor indusri dan sektor pertanian. Kegiatan agroindustri
merupakan salah satu kegiatan sekunder yang dilakukan guna mengatasi ekonomi golongan petani di pedesaan. Kegiatan primer pertanian belum cukup mengatasi
perekonomian petani. Golongan petani gurem, buruh tani, dan tenaga kerja umumnya di pedesaan sangat menggantungkan ekonominya pada kegiatan
sekunder pertanian Shaw dan Edgar 1977 sebagaimana dikutip Rahardjo 1984.
Studi penelitian yang dilakukan oleh Sundari 2000 menyatakan, adanya
keterkaitan terhadap pengembangan agroindustri gula tebu di Jawa Timur. Keterkaitan agroindustri tebu ini baik secara langsung maupun tidak langsung
berdampak terhadap tingkat pendapatan petani tebu dan positif terhadap perkembangan perekonomian wilayah Jawa Timur. Hal ini dikarenakan tebu
merupakan bahan baku dalam membuat gula, sedangkan gula sangat dibutuhkan dalam kegiatan industri makanan dan minuman. Pernyataan mengenai adanya
dampak agroindustri terhadap aspek ekonomi juga diungkapkan dalam penelitian
agroindustri yang dilakukan oleh Sembiring 1995 bahwa, agroindustri di Sumatera Utara melakukan ekspor industri kayu lapis. Adanya penyerapan tenaga
kerja di Sumatera Utara sebesar 2,8 persen penyerapan tenaga kerja sektor agroindustri dari jumlah tenaga kerja 105.929 di sektor industri Sumatera Utara.
2.1.7.3 Dampak Sosio-Ekologi
Dampak sosio-ekologi adalah perubahan lingkungan hidup yang terkait dengan kehidupan masyarakat dan hubungan-hubungan sosial yang dijalani oleh
warga masyarakat dalam suatu kawasan. Jika ditelusuri lebih lanjut, terdapat hubungan sirkuler antara manusia dan lingkungan hidupnya. Hubungan manusia
dengan lingkungan hidupnya sangatlah kompleks. Manusia melakukan kegiatan yang pada dasarnya mempengaruhi lingkungan hidupnya, begitupun sebaliknya
Soemarwoto 2004. Perubahan lingkungan hidup dapat menimbulkan dampak secara langsung dan tidak langsung terhadap kesehatan manusia. Seperti pada
perluasan daerah pertanian dan modernisasi industri dan pertanian membawa serta akibat yang nanti tidak diharapkan seperti kerusakan lingkungan hidup.
Sampahlimbah menjadi masalah yang harus diperhatikan dalam lingkungan. Sampahlimbah industri, terlebih-lebih sampah kimia menyebabkan kerusakan
dan pencemaran lingkungan baik lingkungan air, udara dan daratan Suyitno dan Daldjoeni 1982.
Salah satu dampak dari kegiatan agroindustri tidak mungkin terlepas dari adanya limbah buangan hasil proses kegiatan selama kegiatan agroindustri
berlangsung. Pembuangan limbah ini berkaitan dengan pengaruhnya terhadap
lingkungan kawasan agroindustri. Beberapa studi mengenai agroindustri memang
lebih cenderung meneliti mengenai perubahan agroindustri terhadap aspek sosial, aspek ekonomi dan meneliti mengenai strategi pengembangan agroindustri.
Kajian agroindustri masih sedikit yang meneliti mengenai masalah limbah yang dihasilkan dari kegiatan agroindustri.
Penelitian mengenai studi agroindustri yang dilakukan oleh Suhada 2005, mengenai strategi pengembangan agroindustri penyamakan kulit di wilayah
Sukaregang Kabupaten Garut Jawa Barat mengungkapkan terdapat beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam pengembangan agroindustri kulit di
Sukaregang yakni adalah teknologi, sumberdaya manusia, dan modal. Menurutnya industri penyamakan kulit memerlukan teknologi yang tinggi karena
dalam proses penyamakannnya menggunkaan bahan-bahan kimia sehingga mesin yang dimiliki pun diimpor dari Eropa. Berbeda jauh dengan penelitian yang
dilakukan oleh Syaf 2005, meskipun berada pada wilayah penelitian yang sama, justru Syaf meneliti mengenai
karakteristik industri pengolahan kulit dan dampak limbah terhadap lingkungan sosial ekonomi masyarakat sekitar. Syaf pada
penelitiannya yaitu mengumpulkan pendapat masyarakat mengenai dampak sosio- ekonomi serta dampak limbah dari kegiatan agroindustri. Hasil penelitian Syaf
yang ditemukan yaitu terdapat perbedaan antara pendapat masyarakat hulu dan hilir mengenai dampak limbah di kawasannya. Masyarakat hilir merasakan
dampak limbah agroindustri kulit terhadap lingkungannya yakni, air sungai menjadi berbau dan jika melewati daerah perairan di dekat kawasan industri maka
akan tercium bau yang tidak sedap. Penelitian Rachmat 1993 menganalisis mengenai adanya pencemaran air
sungai akibat limbah industri kulit di Sukaregang. Pencemaran air sungai yang menjadi sumber irigasi bagi sawah berdampak pada pertumbuhan padi serta hasil
panen. Maka dapat disimpulkan, pencemaran akibat limbah industri bukan hanya berdampak bagi masyarakat sekitar tetapi juga pada ekosistem yang berada
disekitarnya. Pencemaran lingkungan bukan hanya disebabkan oleh pembangunan
sektoral saja, tetapi pembangunan industri pedesaan seperti agroindustri juga memiliki peran didalamnya. Kegiatan pembangunan seharusnya memikirkan
bagaimana mencegah penurunan mutu lingkungan akibat pencemaran. Dalam menghindari pencemaran dapat dilakukan Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan AMDAL. Proyek-proyek pembangunan yang memerlukan AMDAL adalah prasarana seperti jalan raya, pelabuhan, lapangan terbang;
industri dan industrial estate; pembangkit tenaga, energi dan distribusinya; pertambangan; perubahan bentuk lahan seperti penebangan hutan; penggunaan
bahan kimia Salim 1986. Berdasarkan penelitian Wahyono 2009, mengenai pengelolaan
lingkungan pasca AMDAL Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan pada industri kimia di Kabupaten Bogor berpendapat bahwa
permasalahan lingkungan di Kabupaten Bogor sangat terkait dengan keberadaan industri-industri disana. Terdapat isu utama lingkungan hidup di Kabupaten Bogor
diantaranya rendahnya mutu air sungai, penurunan air bawah tanah dan zona rawan air bawah tanah, tingginya angka penyakit diare dan kasus pencemaran air
limbah dan tanah. Menurutnya penting bagi karyawan suatu industri untuk memiliki pengetahuan mengenai pencemaran lingkungan dan perusahaan yang
memiliki sertifikat sebaiknya memiliki personil yang bertanggung jawab terhadap masalah lingkungan.
2.2 Kedelai dan Pengolahan Tahu