keselarasan hubungan manusia dengan lingkungan. Seperti pembangunan pertanian yang selama ini dijalankan dengan tujuan peningkatan produktivitas.
Pada dasarnya peningkatan produktivitas dalam pembangunan pertanian justru menggunakan bahan-bahan kimia dalam proses produksinya dan kurang
memperhatikan dampak terhadap kerusakan lingkungan hidup. Beberapa penelitian yang telah membahas dan menganalisis agroindustri sebagai industri
pengolahan di pedesaan masih sedikit yang menyinggung isu mengenai limbah yang dihasilkan oleh kegiatan agroindustri terhadap lingkungan hidup masyarakat
di pedesaan. Jika ditelusuri lebih lanjut terdapat hubungan sirkuler antara manusia dan lingkungan hidupnya. Hubungan antara manusia dengan lingkungan hidupnya
sangat kompleks, karena dalam lingkungan hidup ada terdapat banyak unsur. Manusia melakukan kegiatan yang pada dasarnya mempengaruhi lingkungan
hidupnya, begitupun sebaliknya Soemarwoto 2004. Seperti dalam penelitian Rachmat 1993 mengungkapkan terdapat dampak
pencemaran air limbah dari industri kecil penyamakan kulit di Sukaregang, terhadap kualitas air Sungai Ciwalen, dan Sungai Cigulampeng. Kedua sungai
tersebut merupakan sumber aliran irigasi untuk sawah-sawah sekitar. Pencemaran kedua air sungai tersebut menyebabkan terhambatnya pertumbuhan padi dan
terganggunya produktivitas pada hasil panen. Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. maka
terdapat beberapa hal yang dapat diangkat sebagai bahan pertimbangan untuk dikaji dalam studi agroindustri:
1. Apa dan bagaimana respon masyarakat lokal terhadap dampak sosio-
ekonomi atas hadirnya industri pengolahan tahu di Kampung Cikaret? 2.
Apa dan bagaimana respon masyarakat lokal terhadap dampak sosio- ekologi atas hadirnya industri pengolahan tahu di Kampung Cikaret?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan pemaparan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan ini adalah untuk:
1. Menjelaskan respon masyarakat lokal terhadap dampak sosio-ekonomi
atas hadirnya industri pengolahan tahu di Kampung Cikaret.
2. Menjelaskan respon masyarakat lokal terhadap dampak sosio-ekologi atas
hadirnya industri pengolahan tahu di Kampung Cikaret.
1.4 Kegunaan Penelitian
Penelitian ini dapat berguna bagi berbagai pihak yang terkait, 1.
Bagi akademisi dan perguruan tinggi. Penelitian ini dapat menambah wawasan serta ilmu pengetahuan dalam mengkaji secara ilmiah mengenai
respon masyarakat terhadap aspek sosio-ekonomi dan sosio-ekologi atas hadirnya agroindustri khusunya industri pengolahan tahu.
2. Memberikan sumbangan pengetahuan bagi masyarakat, pemerintah dan
swasta dalam melakukan kebijakan terhadap kegiatan agroindustri khususnya industri pengolahan tahu di pedesaan.
BAB II PENDEKATAN TEORITIS
2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Agroindustri
Agroindustri adalah salah satu cabang industri yang mempunyai kaitan erat dan langsung dengan pertanian. Apabila pertanian diartikan sebagai proses yang
menghasilkan produk pertanian di tingkat primer, maka kaitannya dengan industri dapat berkaitan ke belakang maupun ke depan Soekartawi 1994. Agroindustri
dapat diartikan menjadi dua pengertian, pengertian agroindustri yang pertama adalah industri yang berbahan baku utama dari produk pertanian. Konteks
pengertian ini menekankan pada food Processing management dalam suatu perusahaan produk olahan yang bahan baku utamanya adalah produk pertanian.
pengertian agroindustri yang kedua bahwa agroindustri diartikan sebagai suatu tahapan pembangunan sebagai kelanjutan dari pembangunan pertanian, tetapi
sebelum tahapan pembangunan tersebut mencapai pembangunan industri Soekartawi 2005.
Agroindustri menurut Jamaran 1995 sebagaimana dikutip Widiastuti 2003, bahwa agroindustri adalah proses memberikan nilai tambah yang
dilakukan pada produk hasil pertanian yang pada prinsipnya menggunakan perlakukan-perlakuan atau proses secara kimia, fisika, atau dengan bantuan
aktivitas biologis. Menurut Barlow dan William 1989 sebagaimana dikutip Widiastuti 2003 menyatakan bahwa agroindustri terbagi ke dalam tiga bagian,
yaitu: 1.
Initial Processing. Merupakan kegiatan produksi yang langsung dikerjakan oleh petani seperti pembuatan kopra, lembaran karet,
pengupasan kopi, dan sebagainya , tetapi kualitasnya relatif kurang baik. 2.
Intermediate processing. Merupakan kegiatan produksi yang melanjutkan kegiatan dari initial processing dalam bentuk yang dapat disimpan dan
diangkut.
3. Final Processing. Merupakan kegiatan industri yang mengolah produk
dari intermediate processing menjadi bentuk yang dapat langsung dikonsumsi oleh masyarakat.
Agroindustri yang berkelanjutan adalah agroindustri yang memiliki konsep keberlanjutan, agroindustri yang dibangun dan dikembangkan memperhatikan
aspek-aspek manajemen dan konservasi sumberdaya alam. Semua teknologi yang digunakan serta kelembagaan yang terlibat dalam proses pembangunan diarahkan
untuk memenuhi kepentingan manusia masa sekarang maupun masa yang akan datang. Jadi, teknologi yang digunakan harus sesuai dengan daya dukung
sumberdaya alam, memperkecil resiko degradasi lingkungan, secara ekonomi menguntungkan dan secara sosial diterima oleh masyarakat Soekartawi 1988
sebagaimana dikutip Soekartawi 2005.
2.1.2 Agroindustri Skala Kecil
Jenis agroindustri dilihat dari segi skala usaha terdiri dari dua macam yaitu: jenis pertama adalah agroindustri dengan skala kecil yakni pemiliknya bertindak
apa saja, mulai dari pembelian bahan baku, pengolahan dan penjualan hasil olahan agroindustri. Agroindustri skala usaha kecil tidak memiliki kejelasan dalam
pembagian tugasnya. Jenis kedua adalah agroindustri dengan skala usaha agak besar, terdapat kejelasan dalam hal pembagian tugas, baik dalam pembelian bahan
baku untuk pasokan bahan agroindustri, pengolahan, administrasi, keuangan, pergudangan, pemasaran dan lainnya Soekartawi 2005.
Soekartawi 2005 mengemukakan bahwa agroindustri skala kecil merupakan industri yang mengolah hasil pertanian sebagai bahan baku utamanya.
Agroindustri skala kecil modalnya terbatas, dapat menyesuaikan dengan kondisi dan keadaan-keadaan yang mudah berubah seperti yang biasanya dikeluhkan oleh
perusahaan agroindustri skala usaha besar. Agroindustri skala usaha kecil, kepemilikan atau penguasaan faktor produksi terutama tanah dan modal rendah.
Tingkat kemampuan dan pendidikan sumberdaya manusia yang umumnya masih rendah. Kemampuan dalam memanfaatkan dan memperluas peluang dan akses
pasar masih rendah, memiliki keterbatasan akses terhadap sumber-sumber permodalan dan keterbatasan dalam penguasaan teknologi.
Perbedaan skala usaha ini mempengaruhi terhadap pengembangan usaha agroindustri salah satunya adalah karena modal dan kualitas sumberdaya manusia
yang dimiliki juga berbeda. Seperti dalam penelitian Suhada 2005 menyatakan bahwa dalam industri penyamakan kulit terdapat dua skala usaha yang
menentukan kualitas sumberdaya manusia yang dipekerjakan. Skala usaha menengah rata-rata sumberdaya manusianya memiliki pendidikan perguruan
tinggi-SLTA. Skala usaha kecil sumberdaya manusianya memiliki pendidikan SLTP-SD. Perbedaan juga terlihat dalam modal, dalam skala usaha kecil modal
yang diberikan adalah dari pengusaha menengah atau sendiri sedangkan skala usaha menengah modal yang dimiliki dari perbankan.
2.1.3 Fungsi dan Peran Agroindustri
Agroindustri memiliki fungsi untuk menjembatani dua sektor yang memiliki ciri-ciri yang sangat berbeda. Sektor tersebut adalah sektor pertanian dan sektor
industri. Kedua sektor ini memiliki ciri-ciri yang berbeda. Pada Tabel 1 disajikan perbedaan antara sektor pertanian dan industri.
Tabel 1. Perbedaan Sektor Pertanian dan Industri
Segi perbedaan Pertanian
Industri
Lokasi Musim
Mutu Modal
Tenaga Kerja Usaha
Tersebar Tergantung
Tidak Menentu Mudah Rusak
Relatif Kurang Intensif Intensif
Subsistem, semi atau non komersial
Terpusat Tidak tergantung
Jelas Relatif Tidak Mudah Rusak
Intensif Relatif Kurang Intensif
Komersial
Sumber: Baharsyah, 1987
Rachmawati 2002 mengungkapkan bahwa agroindustri mempunyai posisi penting yaitu sebagai jembatan antara sektor pertanian, sektor industri dan sektor
perdagangan. Dalam penelitiannya salah satu komoditi yang merupakan sub sektor pertanian untuk dikembangkan dalam agroindustri adalah kentang.
Komoditi kentang banyak berkembang terutama di daerah Pangalengan Bandung, Jawa Barat. Komoditi kentang di daerah tersebut diolah menjadi keripik, kerupuk
dan dodol, kemudian dikemas dalam bentuk industri kecil rumahtangga lalu produknya dijual. Terlihat jelas bahwa agroindustri memang sebagai penghubung
di ketiga sektor tersebut. Perbedaan sektor pertanian dan sektor industri yang diungkapkan oleh
Sembiring 1995 bahwa pada sektor industri barang-barang yang dihasilkan mengikuti perkembangan harga dan pendapatan sifatnya sangat elastis. Sedangkan
yang dirasakan sektor pertanian lebih banyak dihadapi oleh kendala, hal ini disebabkan hasil pertanian ada yang berupa musiman, sehingga mudah busuk.
Permasalahan lainnya adalah penawaran terhadap hasil pertanian yang dihadapi adalah lokasi konsumen dan produk produsen pertanian jauh letaknya. Selain itu,
terdapat peran agroindustri adalah sebagai suatu pembangunan pertanian yang dapat dilihat dari kontribusinya terhadap penyerapan tenaga kerja, peningkatan
devisa, pendorong tumbuhnya industri lain Soekartawi 2005. Berikut merupakan perkembangan agroindustri dalam melaksanakan perannya untuk penyerapan
tenaga kerja.
Tabel 2. Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja dari 40 Macam Perusahaan Agroindustri Selama Lima Tahun di Jawa , 2000-2004
No Tahun
Jumlah Orang
1 2
3 4
5 2000
2001 2002
2003 2004
744.347 750.930
758.836 785.021
787.107
Sumber : Soekartawi, 2005
Tabel 2 menggambarkan bahwa memang terdapat perkembangan selama lima tahun terhadap jumlah tenaga kerja dari 40 macam perusahaan agroindustri
di Jawa. Dimulai dari tahun 2000 yang jumlah orang yang bekerja di perusahaan agroindustri terdapat 744.347 orang. Tahun 2001 terjadi peningkatan jumlah
tenaga kerja di perusahaan agroindustri menjadi sebesar 750.930 orang. Kemudian di tahun berikutnya yaitu tahun 2002, 2003, 2004, masing-masing
mengalami peningkatan dalam penyerapan tenaga kerja. Pada tahun 2002 menjadi berjumlah 758.836 orang, tahun 2003 menjadi berjumlah 785.021 orang, tahun
2004 menjadi berjumlah 787.107 orang. Selama lima tahun tersebut, dapat dinyatakan bahwa perusahaan agroindustri mampu menyerap tenaga kerja setiap
tahunnya.
2.1.4 Faktor-Faktor Pendukung dan Penghambat Agroindustri
Keberlangsungan kegiatan agroindustri tidak terlepas dari adanya faktor- faktor yang dapat mempengaruhi pengembangan agroindustri, baik faktor
pendukung maupun faktor penghambat. Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya mengungkapkan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kegiatan
agroindustri. Seperti pada penelitian Suhada 2005 dalam penelitiannya terhadap strategi pengembangan agroindustri penyamakan kulit di wilayah Kabupaten
Garut Jawa Barat, berpendapat bahwa ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan industri penyamakan kulit yang ditelitinya yaitu
faktor teknologi, sumberdaya manusia, dan modal. Faktor-faktor itulah yang mempengaruhi skala usaha agroindustri yang dikembangkan, jika menggunakan
teknologi yang efisien dengan sumberdaya yang rata-rata memiliki pendidikan tinggi serta modal yang cukup besar maka tidak lain agroindustri yang
dikembangkan pun memiliki skala yang lebih besar. Penelitian yang sama diungkapkan oleh Rachmawati 2002 terhadap studi
pengembangan sistem agroindustri kentang di wilayah pedesaan, berpendapat terdapat beberapa faktor yang berperan dalam pengembangan agroindustri
kentang. Faktor-faktor tersebut yaitu bahan baku, sumberdaya manusia, peluang dan potensi pasar, permodalan, penyebaran teknologi, sarana dan prasarana dan
kebijakan pemerintah. Lebih jelasnya diungkapkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Sufandi 2006 dalam penelitiannya terhadap strategi
pengembangan agroindustri pedesaan di Kabupaten Bengkalis mengungkapkan adanya faktor-faktor yang memang dapat menguatkan kegiatan agroindustri agar
dapat berlangsung dengan baik. Faktor-faktor tersebut yaitu, pertama diperlukan adanya Lembaga Pembina seperti Dinas Kehutanan, Perkebunan, Perindustrian,
dan Koperasi yang merupakan modal utama dalam usaha pengembangan agroindustri pedesaan. Keberadaan lembaga inilah yang nantinya akan menjadi
fasilitator bagi pelaku usaha agroindustri di pedesaan. Kedua diperlukan kebijakan
pemerintah untuk mendukung kegiatan agroindustri seperti halnya yang dilakukan oleh pemerintah di Kabupaten Bengkalis yaitu mendukung untuk menjadikan
kabupaten bengkalis menjadi pusat perdagangan Asia Tenggara 2020. Ketiga adalah kualitas produk, seperti pada masyarakat di Kabupaten Bengkalis
cenderung menyukai produk yang bebas pengawet. Kemudian hal terpenting dalam memperlancar kegiatan agroindustri pedesaan adalah penyediaan sarana
dan prasarana yang harus diperhatikan. Selain itu modal usaha dalam pengembangan agroindustri juga harus dibantu oleh pemerintah dan koperasi bagi
pengusaha-pengusaha kecil.
2.1.5 Karakteristik Agroindustri Skala Kecil
Karakteristik agroindustri yang menonjol adalah adanya ketergantungan antar elemen-elemen agroindustri. Elemen-elemen agroindustri tersebut yaitu
pengadaan bahan baku, pengolahan dan pemasaran produk. Elemen-elemen tersebut saling berkaitan satu dan lainnya.
Karakteristik agroindustri skala kecil yaitu pemiliki bertindak apa saja mulai dari pembelian bahan baku, pengolahan, bahkan sampai menjual hasil olahan
agroindustri. Agroindustri skala kecil tidak jelas adanya pembagian tugas, berbeda dengan agroindustri skala menengah atau skala besar terdapat pembagian tugas
yang jelas. Potensi agroindustri skala kecil selain mampu menyerap tenaga kerja juga kontribusinya dalam menyumbang perekonomian Soekartawi 2005.
2.1.6 Masyarakat lokal
Desa secara umum diartikan sebagai suatu gejala yang bersifat universal, sebagai suatu komunitas kecil yang terikat lokalitas tertentu baik tempat
tinggalnya secara menetap maupun bagi pemenuhan kebutuhannya dan terutama tergantung pada pertanian Rahardjo 1999. Desa juga diartikan sebagai suatu
wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat, termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi,
pemerintahan terendah
dan langsung
dibawah camat
serta berhak
menyelenggarakan rumahtangganya sendiri dalam ikatan negara kesatuan Republik Indonesia BPS 1986.
Soekmono 1992 sebagaimana dikutip Raharjo 1999, mengatakan bahwa desa merupakan kumpulan dari komunitas kecil yang hidupnya tergantung pada
pertanian dan telah ada di Indonesia semenjak zaman prasejarah, yakni pada zaman Neeolitikum. Pengertian masyarakat menurut beberapa ahli sebagaimana
dikutip dalam Mutakin dan Gunawan 2003: 1.
Masyarakat adalah golongan besar atau kecil terdiri dari beberapa manusia, yang dengan atau karena sendirinya bertalian secara golongan
dan pengaruh-mempengaruhi satu sama lain. 2.
Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu dan yang terikat
oleh suatu rasa identitas. 3.
Masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang hidup dan bekerja sama dalam waktu yang cukup lama, sehingga mereka dapat mengorganisir diri
dan sadar bahwa mereka merupakan suatu kesatuan sosial dengan batas- batas yang jelas.
4. Masyarakat adalah sekelompok orang yang identifikasinya sama, teratur
sedemikian rupa di dalam menjalankan segala sesuatu yang diperlukan bagi hidup bersama secara harmonis.
Definisi-definisi tersebut menampilkan ciri-ciri masyarakat sebagai berikut: 1.
Manusia yang hidup bersama, dua atau lebih 2.
Bergaul dalam jangka waktu relatif lama 3.
Setiap anggotanya menyadari sebagai satu kesatuan 4.
Bersama membangun sebuah kebudayaan yang membuat keteraturan dalam kehidupan bersama.
Masyarakat lokal memiliki ciri-ciri karakteristik seperti: hubungan lebih bersifat intim dan awet, mobilitas sosial rendah, homogen, keluarga lebih ditekankan
fungsinya sebagai unit ekonomi, populasi anak dalam proporsi yang lebih besar. Desa memiliki potensi-potensi yang meliputi alam, lingkungan hidup manusia,
penduduk, usaha-usaha manusia, prasarana-prasarana yang dibuat Sajogyo 1983.
2.1.7 Agroindustri Skala Kecil dan Perubahan Sosio-Ekonomi dan Sosio- Ekologi Pedesaan
Agroindustri merupakan salah satu hasil dari kebijakan pemerintah terhadap industri pengolahan di pedesaan baik dalam skala usaha kecil maupun skala usaha
besar yang memang memiliki andil dalam perubahan desa. Perubahan desa ini merupakan dampak dari hadirnya agroindustri baik dampak positif maupun
dampak negatif, baik pada aspek sosio-ekonomi, maupun pada aspek sosio- ekologi sekitar kawasan yang dijadikan sasaran dalam kegiatan agroindustri.
Agroindustri skala kecil yang masih menggunakan teknologi sederhana bukan berarti tidak memberikan pengaruh yang besar terhadap aspek sosio-
ekonomi dan aspek sosio-ekologi. Agroindustri dengan skala kecil justru membutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak karena teknologinya masih
sederhana. Teknologi yang masih sederhana juga mengakibatkan pengelolaan limbah hasil dari kegiatan agroindustri belum secara maksimal diatasi. Bila
dibandingkan dengan agroindustri skala besar, agroindustri skala kecil biasanya memiliki tenaga kerja yang berpendidikan dan keterampilan rendah. Sehingga
pengetahuan terhadap pengelolaan limbah hasil buangan dari kegiatan pun minim.
2.1.7.1 Dampak Sosial
Kegiatan pembangunan yang dilakukan pemerintah sebagai dasar kebijakan dalam mengangkat perekonomian masyarakat lokal membawa dampak pada aspek
sosial masyarakat. Salah satu penelitian studi mengenai pembangunan industri manufaktur yang dilakukan oleh Suhandi et.al 1989-1990 mengungkapkan
adanya perubahan cara berpikir sosial masyarakat lokal akibat kehadiran industri yaitu sebelum masuknya industri anak perempuan dianggap tidak perlu
bersekolah tinggi-tinggi, karena nantinya hanya mengurus urusan rumah saja. Namun setelah masuk dan berkembangnya industri, pola pemikiran mengenai
anak perempuan berubah. Para orang tua menyekolahkan anak perempuannya mencapai tingkat pendidikan tertentu. Hal ini dikarenakan adanya prasyarat
minimal pendidikan tertentu untuk bekerja di pabrik. Adanya industri manufaktur juga mengubah status kepemilikan lahan. lahan-lahan yang berada di desa dibeli
oleh pihak industri dan dijadikan sebagai lahan untuk kepentingan industri.
Pemilik lahan memilih menjual lahannya pada pihak industri sehingga warga bekerja sebagai petani harus kehilangan pekerjaannnya.
Penelitian studi agroindustri lain yang dilakukan oleh Sunarjan 1991 yaitu industri rokok kretek di Desa Lor Kabupaten Kudus Provinsi Jawa Tengah
menyatakan, pada aspek sosial terjadi perubahan dalam hal kepemilikan dan pemanfaatan tanah. Awalnya, tanah di Desa Lor sebagai lahan pertanian sawah,
namun masuknya industri membuat perubahan dalam hal pemanfaatan tanah. Tanah yang digunakan untuk pertanian kini dijual untuk dijadikan perumahan dan
kepentingan industri rokok kretek. Terdapat juga perubahan dalam sifat gotong royong yang dimiliki oleh masyarakat di Desa Lor. Masyarakat tadinya memiliki
sifat gotong royong yang tinggi, namun setelah industri rokok kretek masuk ke Desa Lor terdapat penurunan pada sifat gotong royong. Perubahan sifat gotong
royong ini berkaitan dengan perubahan mata pencaharian masyarakat. Awalnya masyarakat bekerja di sawah saling bergotong royong tetapi kini masyarakat
bekerja sebagai buruh di industri rokok kretek.
2.1.7.2 Dampak Ekonomi
Agroindustri merupakan industri pedesaan yang didirikan untuk mendekatkan antara sektor indusri dan sektor pertanian. Kegiatan agroindustri
merupakan salah satu kegiatan sekunder yang dilakukan guna mengatasi ekonomi golongan petani di pedesaan. Kegiatan primer pertanian belum cukup mengatasi
perekonomian petani. Golongan petani gurem, buruh tani, dan tenaga kerja umumnya di pedesaan sangat menggantungkan ekonominya pada kegiatan
sekunder pertanian Shaw dan Edgar 1977 sebagaimana dikutip Rahardjo 1984.
Studi penelitian yang dilakukan oleh Sundari 2000 menyatakan, adanya
keterkaitan terhadap pengembangan agroindustri gula tebu di Jawa Timur. Keterkaitan agroindustri tebu ini baik secara langsung maupun tidak langsung
berdampak terhadap tingkat pendapatan petani tebu dan positif terhadap perkembangan perekonomian wilayah Jawa Timur. Hal ini dikarenakan tebu
merupakan bahan baku dalam membuat gula, sedangkan gula sangat dibutuhkan dalam kegiatan industri makanan dan minuman. Pernyataan mengenai adanya
dampak agroindustri terhadap aspek ekonomi juga diungkapkan dalam penelitian
agroindustri yang dilakukan oleh Sembiring 1995 bahwa, agroindustri di Sumatera Utara melakukan ekspor industri kayu lapis. Adanya penyerapan tenaga
kerja di Sumatera Utara sebesar 2,8 persen penyerapan tenaga kerja sektor agroindustri dari jumlah tenaga kerja 105.929 di sektor industri Sumatera Utara.
2.1.7.3 Dampak Sosio-Ekologi
Dampak sosio-ekologi adalah perubahan lingkungan hidup yang terkait dengan kehidupan masyarakat dan hubungan-hubungan sosial yang dijalani oleh
warga masyarakat dalam suatu kawasan. Jika ditelusuri lebih lanjut, terdapat hubungan sirkuler antara manusia dan lingkungan hidupnya. Hubungan manusia
dengan lingkungan hidupnya sangatlah kompleks. Manusia melakukan kegiatan yang pada dasarnya mempengaruhi lingkungan hidupnya, begitupun sebaliknya
Soemarwoto 2004. Perubahan lingkungan hidup dapat menimbulkan dampak secara langsung dan tidak langsung terhadap kesehatan manusia. Seperti pada
perluasan daerah pertanian dan modernisasi industri dan pertanian membawa serta akibat yang nanti tidak diharapkan seperti kerusakan lingkungan hidup.
Sampahlimbah menjadi masalah yang harus diperhatikan dalam lingkungan. Sampahlimbah industri, terlebih-lebih sampah kimia menyebabkan kerusakan
dan pencemaran lingkungan baik lingkungan air, udara dan daratan Suyitno dan Daldjoeni 1982.
Salah satu dampak dari kegiatan agroindustri tidak mungkin terlepas dari adanya limbah buangan hasil proses kegiatan selama kegiatan agroindustri
berlangsung. Pembuangan limbah ini berkaitan dengan pengaruhnya terhadap
lingkungan kawasan agroindustri. Beberapa studi mengenai agroindustri memang
lebih cenderung meneliti mengenai perubahan agroindustri terhadap aspek sosial, aspek ekonomi dan meneliti mengenai strategi pengembangan agroindustri.
Kajian agroindustri masih sedikit yang meneliti mengenai masalah limbah yang dihasilkan dari kegiatan agroindustri.
Penelitian mengenai studi agroindustri yang dilakukan oleh Suhada 2005, mengenai strategi pengembangan agroindustri penyamakan kulit di wilayah
Sukaregang Kabupaten Garut Jawa Barat mengungkapkan terdapat beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam pengembangan agroindustri kulit di
Sukaregang yakni adalah teknologi, sumberdaya manusia, dan modal. Menurutnya industri penyamakan kulit memerlukan teknologi yang tinggi karena
dalam proses penyamakannnya menggunkaan bahan-bahan kimia sehingga mesin yang dimiliki pun diimpor dari Eropa. Berbeda jauh dengan penelitian yang
dilakukan oleh Syaf 2005, meskipun berada pada wilayah penelitian yang sama, justru Syaf meneliti mengenai
karakteristik industri pengolahan kulit dan dampak limbah terhadap lingkungan sosial ekonomi masyarakat sekitar. Syaf pada
penelitiannya yaitu mengumpulkan pendapat masyarakat mengenai dampak sosio- ekonomi serta dampak limbah dari kegiatan agroindustri. Hasil penelitian Syaf
yang ditemukan yaitu terdapat perbedaan antara pendapat masyarakat hulu dan hilir mengenai dampak limbah di kawasannya. Masyarakat hilir merasakan
dampak limbah agroindustri kulit terhadap lingkungannya yakni, air sungai menjadi berbau dan jika melewati daerah perairan di dekat kawasan industri maka
akan tercium bau yang tidak sedap. Penelitian Rachmat 1993 menganalisis mengenai adanya pencemaran air
sungai akibat limbah industri kulit di Sukaregang. Pencemaran air sungai yang menjadi sumber irigasi bagi sawah berdampak pada pertumbuhan padi serta hasil
panen. Maka dapat disimpulkan, pencemaran akibat limbah industri bukan hanya berdampak bagi masyarakat sekitar tetapi juga pada ekosistem yang berada
disekitarnya. Pencemaran lingkungan bukan hanya disebabkan oleh pembangunan
sektoral saja, tetapi pembangunan industri pedesaan seperti agroindustri juga memiliki peran didalamnya. Kegiatan pembangunan seharusnya memikirkan
bagaimana mencegah penurunan mutu lingkungan akibat pencemaran. Dalam menghindari pencemaran dapat dilakukan Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan AMDAL. Proyek-proyek pembangunan yang memerlukan AMDAL adalah prasarana seperti jalan raya, pelabuhan, lapangan terbang;
industri dan industrial estate; pembangkit tenaga, energi dan distribusinya; pertambangan; perubahan bentuk lahan seperti penebangan hutan; penggunaan
bahan kimia Salim 1986. Berdasarkan penelitian Wahyono 2009, mengenai pengelolaan
lingkungan pasca AMDAL Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan pada industri kimia di Kabupaten Bogor berpendapat bahwa
permasalahan lingkungan di Kabupaten Bogor sangat terkait dengan keberadaan industri-industri disana. Terdapat isu utama lingkungan hidup di Kabupaten Bogor
diantaranya rendahnya mutu air sungai, penurunan air bawah tanah dan zona rawan air bawah tanah, tingginya angka penyakit diare dan kasus pencemaran air
limbah dan tanah. Menurutnya penting bagi karyawan suatu industri untuk memiliki pengetahuan mengenai pencemaran lingkungan dan perusahaan yang
memiliki sertifikat sebaiknya memiliki personil yang bertanggung jawab terhadap masalah lingkungan.
2.2 Kedelai dan Pengolahan Tahu
Salah satu tanaman pangan yang dibutuhkan oleh sebagian besar penduduk Indonesia adalah kedelai Glysine max L Merril. Kedelai adalah tanaman
pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Di Indonesia kedelai dibudidayakan sejak abad 17 sebagai tanaman yang bijinya dapat dimakan dan daunnya dijadikan
pupuk hijau. Kedelai yang dibudidayakan sebenarnya terdiri dari dua spesies: Glycine max yang disebut kedelai putih, yang bijinya bisa berwarna kuning, agak
putih, atau hijau, dan Glycine soja atau kedelai hitam yang memiliki biji hitam. Glycine max merupakan tanaman asli daerah Asia subtropik seperti RRC
dan Jepang Selatan, sementara Glycine soja merupakan tanaman asli Asia tropis di Asia Tenggara. Kedelai dikenal dengan berbagai nama daerah, seperti: Kacang
bulu Minangkabau, Retah mejong Lampung, Kedele Melayu, Kedele Sunda, Kedele Jawa Tenggah, Khadele Madura, Kadele Bali, Lebui bawad
Sasak, Kadalle Sulawesi Selatan. Adanya berbagai nama daerah ini menunjukkan bahwa kedelai telah lama dikenal di Indonesia. Tanaman ini telah
menyebar ke Jepang, Korea, Asia Tenggara, dan Indonesia. Kedelai dapat diolah menjadi: tempe, keripik tempe, tahu, kecap, susu, dan lain-lainnya. Proses
pengolahan kedelai menjadi berbagai makanan pada umumnya merupakan proses yang sederhana dan peralatan yang digunakan cukup dengan alat-alat yang biasa
dipakai di rumahtangga, kecuali mesin pengupas, penggiling, dan cetakan. Tahu merupakan salah satu jenis lauk pauk yang banyak diminati dan
digemari masyarakat Indonesia, karena harganya murah, mudah didapat dan bergizi tinggi. Istilah tahu berasal dari Cina, Tao-hu atau teu-hu. Teu artinya
kedelai dan hu artinya lumat jadi bubur. Jadi, secara harfiah tahu berarti makanan dengan bahan baku kedelai yang dilumatkan menjadi bubur. Pengolahan kedelai
menjadi tahu melewati beberapa tahapan. Tahapan-tahapan pembuatan tahu harus dilakukan secara bertahap guna menghasilkan tahu yang berkualitas. Pada
Gambar 1 disajikan alur tahapan-tahapan dalam pembuatan tahu.
Keterangan:
Gambar 1. Diagram Alur Pembuatan Tahu
Sumber: Muslimin dan Ansar 2010
KEDELAI
Dicuci
Direndam
Ditiriskan
Ditumbuk
Dimasak hingga Mengental
Disaring
Diendapkan dengan batu tahu dan asam cuka
Dicetak
Tahu Ampas tahu
Limbah cair
Limbah cair
Merupakan hubungan Menghasilkan
Gambar 1 menjelaskan bagaimana alur pembuatan tahu. Alur pembuatan tahu dimulai dengan mempersiapkan bahan baku utamanya yaitu kedelai. Kedelai
untuk membuat tahu harus dicuci terlebih dulu. Pencucian pada kedelai ini berguna untuk melepaskan batang, kulit, daun dan kotoran yang menempel pada
kedelai. Kedelai yang telah dicuci bersih kemudian direndam dan ditiriskan lalu ditumbuk menggunakan air hangat. Kedelai yang telah ditumbuk lalu dimasak
kembali hingga menjadi bubur kedelai. Jika kedelai dirasa telah mengental, maka bubur kedelai disaring. Hasil saringan kemudian diendapkan menggunakan batu
tahu dan asam cuka. Pemberian batu tahu dan asam cuka berguna untuk menggumpalkan adonan bubur kedelai menjadi satu. Setelah bubur kedelai
dirasakan telah menyatu maka selanjutkan bubur kedelai dapat dicetak ke dalam cetakan menjadi tahu Muslimin dan Ansar 2010.
2.3 Kerangka Konseptual