Berdasarkan Tabel 10 hanya dua rumahtangga yang bekerja pada industri pengolahan tahu di Kampung Cikaret. Berdasarkan wawancara dengan responden
di Kampung Cikaret, hanya satu responden yang mengakui bahwa sumber pendapatan rumahtangganya pernah meningkat atas hadirnya industri pengolahan
tahu. Responden menyatakan bahwa sebelum adanya industri pengolahan tahu sumber pendapatannya dari menambang pasir. Setelah hadirnya industri
pengolahan tahu, sumber pendapatannya pernah meningkat karena pengrajin tahu mempekerjakannya sebagai pencari kayu bakar. Sumber pendapatannya dari
mencari kayu bakar tidak bertahan lama, karena para pengrajin tahu membutuhkan kayu dalam jumlah banyak dan responden tidak dapat
menyanggupinya.
5.3 Persaingan Kesempatan Kerja
5.3.1 Respon Masyarakat Lokal terhadap Pendatang di Wilayahnya
Wilayah Kampung Cikaret pada awalnya merupakan wilayah yang belum padat penduduknya. Sejalan dengan perkembangan waktu, industri pengolahan
tahu yang di Kampung Cikaret membawa sejumlah pendatang sebagai pengrajin di industri pengolahan tahu. Pada Gambar 8 disajikan persentase respon atau sikap
responden berdasarkan lapisan sosial ekonomi lapisan menurut tingkat pendapatan rumahtangga, mengenai pendatang di industri pengolahan tahu di
wilayah Kampung Cikaret.
Keterangan: n Kampung Cikaret = 66 rumahtangga
Gambar 8. Sikap Responden Mengenai Pendatang atas Hadirnya Industri Pengolahan Tahu
Berdasarkan Gambar 8 lapisan bawah sebesar 85 persen atau sebanyak 23 rumahtangga cenderung lebih banyak berpendapat bahwa industri pengolahan
tahu menyebabkan banyak pendatang di wilayah mereka. Responden pada lapisan atas sebesar 50 persen atau sebanyak tujuh rumahtangga cenderung berpendapat
menolak jika yang menyebabkan banyak pendatang di wilayahnya adalah industri pengolahan tahu. Perbedaan pada lapisan bawah dan lapisan atas ini disebabkan
pada responden lapisan bawah mereka pernah berinteraksi dengan industri pengolahan tahu dan ada juga yang bekerja disana, sehingga mengetahui berapa
jumlah pengrajin yang membawa keluarganya ke wilayah Kampung Cikaret. Hal ini diungkapkan Bapak Awh sebagai informan di Kampung Cikaret:
“Pengrajin di Industri pengolahan tahu punya Pak Hto banyaknya dari daerah lain seperti Garut dan Tasikmalaya. Saya pernah kenal mereka
waktu dulu saya dan mereka mengadakan kegiatan voli bersama jadi saya tahu sepintas saja. Jumlah mereka juga lumayan banyak ya,
malah ada yang membawa keluarganya segala
” Bapak Awh, 32 tahun, wakil ketua pemuda.
Pada lapisan atas sebesar 50 persen responden berpendapat tidak mengetahui daerah asal para pengrajin tahu. Menurut responden pada lapisan atas
pendatang yang masuk ke wilayahnya lebih banyak dari orang-orang yang datang secara musiman dan mengontrak wilayah Kampung Cikaret. Lapisan atas tidak
mengetahui bahwa di sekitar wilayah industri pengolahan tahu para pengrajin yang datang juga mengontrak. Ketidaktahuan pada lapisan atas ini juga
disebabkan responden pada lapisan atas jarang berinteraksi dengan industri pengolahan tahu di wilayahnya. Responden hanya tahu siapa pemilik industri
pengolahannya tetapi tidak mengetahui siapa saja pengrajin tahunya. Oleh karena itu, maka semakin atas lapisan sosial masyarakat Kampung Cikaret, semakin
tinggi proporsi yang menyatakan bahwa industri pengolahan tahu tidak menyebabkan pendatang di wilayahnya. Pak Hto selaku pelaku agroindustri
mengatakan bahwa pengrajin yang memasuki industri pengolahan tahunya adalah orang-orang yang berasal dari wilayah lain dan mengontrak dibelakang industri
pengolahan tahu miliknya. Kontrakan tersebut memang sengaja dibuat oleh Pak Hto demi kelancaran industri pengolahan tahunya dan sebagai fasilitas bagi
pengrajin tahu yang ingin menekuni bidang pengolahan tahu. Hal ini diungkapkan oleh Pak Hto sebagai pemilik industri pengolahan tahu yang berada di Kampung
Cikaret: “Para pengrajin di industri tahu punya saya banyaknya dari Garut,
Tasikmalaya, Jawa, kebanyakan mereka memang menetap disini. Saya sengaja membuat kontrakan-kontrakan di belakang industri untuk
tempat tinggal mereka secara gratis
” Bapak Pak Hto, 54 tahun, pemilik industri pengolahan tahu.
Pengrajin tahu di industri pengolahan tahu milik Pak Hto sudah lama
menetap di wilayah Kampung Cikaret. Pengrajin yang paling lama menetap sudah lebih dari sepuluh tahun. Para pengrajin yang menyatakan bahwa dirinya
merupakan pengrajin baru yang baru bekerja disana, mereka mengakui baru bergabung selama delapan tahun dengan industri pengolahan tahu milik Pak Hto.
Mereka yang telah berkeluarga membawa serta keluarganya untuk tinggal di kontrakan yang telah disediakan oleh Pak Hto.
5.3.2 Kesempatan Kerja Industri Pengolahan Tahu