Tingkat Kenyamanan Hidup .1 Kondisi Lingkungan Tempat Tinggal Responden
Lapisan bawah 74 persen atau 20 rumahtangga dari 27 rumahtangga, sedangkan pada lapisan menengah 48 persen atau 12 rumahtangga dari 25
rumahtangga dan lapisan atas sebesar 64 persen atau sembilan dari 14 rumahtangga yang berpendapat sumber air yang digunakan terganggu akibat
limbah industri pengolahan tahu. Responden yang menyatakan merasa sumber air yang digunakan terganggu disebabkan mereka menggunakan sungai sebagai
sumber airnya, meskipun air sungai tersebut hanya digunakan untuk sekedar mandi atau hanya untuk mencuci. Pada lapisan bawah, lapisan menengah dan
lapisan atas yang berpendapat sumber air tidak terganggu akibat limbah karena responden tersebut hanya sebentar menggunakan sungai dan lebih banyak
menggunakan sumur. Hal ini diungkapkan oleh Ibu Rhy, salah satu responden pada lapisan atas yang sempat menggunakan sungai hanya sebentar saja dan
langsung beralih menggunakan PAM: “Saya dulu sempat menggunakan sungai untuk cuci pakaian, tapi
hanya sebentar. Saya langsung pasang PAM di rumah kebetulan anak saya diterima bekerja di PAM. Pemasangan PAM di kampung ini juga
dipelopori oleh saya awalnya. Dulu yang ikut pasang PAM hanya sebagian kecil, karena mereka itu kebanyakan menggunakan sungai.
Semakin lama kesini-sininya masyarakat di wilayah RW 01 jadi mengikuti saya untuk pasang PAM
” Ibu Rhy, 73 tahun, responden di RT 07.
Responden pada lapisan atas hanya sesekali menggunakan sungai saat sungai masih dalam kondisi jernih airnya. Berbeda pada lapisan bawah yang dominan
lebih banyak menggunakan sungai untuk kebutuhan hidupnya seperti mencuci dan mandi.
6.3 Tingkat Kenyamanan Hidup 6.3.1 Kondisi Lingkungan Tempat Tinggal Responden
Pencemaran sungai akibat limbah industri pengolahan tahu juga berdampak pada kondisi lingkungan tempat tinggal responden yang sebagian besar bertempat
tinggal di pinggiran sungai. Padatnya penduduk di Kampung Cikaret menjadi faktor lain yang menyebabkan pencemaran air sungai di wilayah Cikaret. Limbah
industri pengolahan tahu merupakan faktor yang dinilai lebih dominan, hal ini
disebabkan bila musim kemarau tiba masyarakat di sekitar pinggiran sungai wilayah RW 01 akan mencium bau menyengat. Masyarakat memiliki pengetahuan
dalam membedakan mana limbah rumahtangga dan mana limbah tahu. Menurut masyarakat setempat, limbah tahu yang mengaliri sungai akan membentuk lumut-
lumut berwarna hitam yang menempel pada bebatuan. Selain lumut terdapat kulit- kulit kedelai sisa dari pencucian kedelai di industri pengolahan tahu dan buih-buih
berwarna putih. Lumut dan buih-buih yang menempel pada batu sungai dapat dilihat saat musim kemarau. Lumut dan buih-buih yang mengaliri sungai akan
sulit dilihat sewaktu musim hujan karena air hujan akan segera menyapu limbah tahu dan mengalirinya ke tempat lain. Bau yang ditimbulkan dari limbah tahu saat
musim hujan tidak seberapa bila dibandingkan saat musim kemarau tiba. Pada Gambar 20 disajikan persentase pendapat responden mengenai kondisi lingkungan
tempat tinggalnya sebelum Hadirnya industri pengolahan tahu.
Keterangan: n Kampung Cikaret = 66 rumahtangga
Gambar 20. Pendapat Responden Mengenai Kondisi Lingkungan Tempat Tinggalnya Sebelum Hadirnya Industri Pengolahan Tahu
Berdasarkan Gambar 20 semua responden di Kampung Cikaret baik pada lapisan atas, lapisan menengah, lapisan bawah berpendapat bahwa lingkungan
tempat tinggalnya bersih dan sangat bersih sebelum hadirnya industri pengolahan tahu. Menurut responden lingkungannya yang dominan dikelilingi oleh aliran
sungai sebelum hadirnya limbah industri pengolahan tahu tergolong bersih bahkan beberapa responden ada yang berpendapat sangat bersih. Setelah hadirnya industri
pengolahan tahu, responden berpendapat bahwa lingkungan tempat tinggalnya
menjadi kurang bersih bahkan ada beberapa responden berpendapat tidak bersih. Pada Gambar 21 disajikan persentase responden mengenai kondisi lingkungan
tempat tinggalnya setelah hadirnya industri pengolahan tahu.
Keterangan: n Kampung Cikaret = 66 rumahtangga
Gambar 21. Opini Responden Mengenai Kondisi Lingkungan Tempat Tinggalnya Setelah Hadirnya Industri Pengolahan Tahu
Berdasarkan Gambar 20 dan Gambar 21 hampir semua responden pada lapisan bawah, lapisan menengah dan lapisan atas cenderung berpendapat
lingkungan tempat tinggal mereka bersih sebelum hadirnya industri pengolahan tahu dan lingkungan tempat tinggal menjadi kurang bersih atau tidak bersih
setelah hadirnya industri pengolahan tahu. Sebagian besar rumahtangga yang menjadi responden memang rumahnya berada di pinggiran Sungai Cimanglid,
Sungai Cimanglid merupakan sungai yang telah tercemar limbah tahu. Sebagian kecil ada yang rumahnya tepat berada di belakang industri pengolahan tahu
sehingga merasakan asap dari pembakaran uap tahu. Lingkungan yang menjadi kurang bersih bukan hanya disebabkan oleh limbah tahu saja, tetapi akibat
banyaknya penduduk musiman seperti pengrajin tahu yang tinggal di Kampung Cikaret sehingga terdapat sejumlah sampah atau limbah rumahtangga. Padatnya
penduduk dan kurangnya kesadaran mengenai lingkungan bersih inilah yang menyebabkan lingkungan menjadi tidak bersih. Hal ini diungkapkan Bapak Mss,
tokoh masyarakat di Kampung Cikaret:
“Limbah tahu memang membuat lingkungan terutama sungai menjadi tidak bersih, tapi bukan hanya karena limbah tahu saja melainkan
karena padatnya warga di RW 01 ini sehingga limbah rumahtanggapun cukup banyak
” Bapak Mss, 69 tahun, tokoh masyarakat.
Lingkungan tempat tinggal yang kurang bersih juga akan menimbulkan bau yang tidak sedap, dalam hal ini bau yang tidak sedap di lingkungan lebih
didominasi bau limbah tahu yang mengalir ke sungai di wilayah Kampung Cikaret. Responden yang sebagian besar bertempat tinggal dipinggiran sungai
merasakan bau menyengat limbah tahu ketika kemarau datang, terutama rumah responden yang dikelilingi aliran Sungai Cimanglid. Pencemaran terjadi pada
Sungai Cimanglid yang memang satu aliran dengan pusat pembuangan limbah tahu. Selain pada Sungai Cimanglid, pencemaran juga terjadi pada pertemuan dua
aliran yaitu aliran Sungai Cikaret dan aliran Sungai Cimanglid. Limbah tahu lebih mendominasi bau di sekitar wilayah Kampung Cikaret sehingga hanya terjadi
konflik sosio-ekologis antara masyarakat lokal dan pemilik industri pengolahan tahu, yaitu terjadinya sikap teguran dari masyarakat lokal yang bertempat tinggal
di wilayah Kampung Cikaret. Responden yang rumahnya berada di bagian hulu Sungai Cikaret tidak
begitu merasakan bau limbah tahu. Lapisan bawah hanya sebesar tujuh persen atau sebanyak dua rumahtangga yang berpendapat tempat tinggalnya tidak terkena
bau limbah tahu sedangkan pada lapisan menengah hanya 16 persen atau sebanyak empat rumahtangga berpendapat hal yang sama. Lapisan atas semua
responden berpendapat terkena bau limbah tahu. Hampir sebagian besar responden rumahtangga di Kampung Cikaret menyatakan bahwa bau limbah tahu
tercium hingga ke sekitar tempat tinggalnya, hanya enam responden dari 66 jumlah responden saja yang berpendapat tempat tinggalnya tidak terkena bau
limbah tahu. Responden lebih banyak menyatakan bahwa lingkungan tempat tinggalnya bau limbah tahu hal ini disebabkan memang wilayah Kampung Cikaret
dikelilingi oleh Sungai Cimanglid dan Sungai Cikaret sehingga pada saat musim kemarau akan terasa bau limbah tahu. Bau limbah tahu mengalir ke kedua sungai
yang mengitari wilayah Kampung Cikaret menimbulkan pendapat yang berbeda- beda dari berbagai lapisan rumahtangga masyarakat lokal mengenai bau limbah
yang tercium pada lingkungan sekitar tempat tinggal. Sebagian besar responden atau masyarakat lokal berpendapat bahwa bau limbah akibat limbah tahu yang
mengalir ke sungai di wilayah Kampung Cikaret tercium hingga ke sekitar tempat tinggalnya. Walaupun jarak rumah responden dengan pusat pembuangan limbah
tahu dominan menyatakan jauh, tetapi bau limbah tahu tetap tercium hingga lingkungan tempat tinggal responden. Pada Gambar 22 disajikan persentase
pendapat responden mengenai bau limbah di sekitar tempat tinggalnya.
Keterangan: n Kampung Cikaret = 66 rumahtangga
Gambar 22. Pendapat Responden Mengenai Bau Limbah di Sekitar Tempat Tinggalnya
Berdasarkan Gambar 22 sebagian besar responden menyatakan bahwa bau limbah tahu tercium hingga di sekitar tempat tinggalnya. Meskipun jarak anatara
tempat tinggal atau rumah responden dengan pusat pembuangan limbah tahu tergolong jauh, tetapi responden mengakui bahwa bau limbahnya tercium karena
limbah tahu mengalir di aliran sungai yang mengitari wilayah Kampung Cikaret. Hal ini disebabkan sebagian besar responden merupakan masyarakat lokal yang
memang tinggal disekitar wilayah yang dikelilingi sungai. Kedua sungai yang mengelilingi tempat tinggal responden merupakan sungai yang telah tercemar
limbah tahu dan sebagian responden menyatakan terciumnya bau limbah menyengat hingga sampai ke tempat tinggalnya. Pada Gambar 23 disajikan
persentase pendapat responden mengenai jarak lingkungan tempat tinggal dan jarak posisi rumahnya ke sumber pembuangan limbah tahu.
Keterangan: n Kampung Cikaret = 66 rumahtangga
Gambar 23. Pendapat Responden Mengenai Jarak Lingkungan Tempat Tinggalnya dengan Pembuangan Limbah Tahu
Berdasarkan pada Gambar 23 dan Gambar 24, pada lapisan menengah tidak ada responden yang berpendapat bahwa jarak lingkungan tempat tinggalnya dekat
dengan pembuangan limbah tahu. Responden yang menyatakan dekat jarak rumahnya dengan pusat saluran pembuangan limbah tahu hanya ada pada lapisan
bawah dan lapisan atas. Pada Gambar 24 disajikan persentase pendapat responden mengenai jarak rumahnya dengan saluran pembuangan limbah tahu.
Keterangan: n Kampung Cikaret = 66 rumahtangga
Gambar 24. Pendapat Responden Mengenai Jarak Rumahnya dengan Saluran Pembuangan Limbah Tahu
Berdasarkan Gambar 23 dan Gambar 24 hanya sebesar tujuh persen atau sebanyak dua rumahtangga pada lapisan bawah yang berpendapat jarak
lingkungan tempat tinggal maupun jarak rumahnya dengan industri pengolahan
tahu memang sangat dekat. Pada lapisan atas hanya sebesar delapan persen atau sebanyak satu rumahtangga yang berpendapat hal sama. Responden pada lapisan
bawah yang menyatakan dekat jarak rumahnya dengan sumber pembuangan limbah tahu, menyatakan bahwa jaraknya hanya 13 meter. Pada lapisan atas satu
rumahtangga responden berjarak sekitar 50 meter dari pembuangan limbah tahu. Limbah yang mengalir di aliran Sungai Cimanglid tetap menimbulkan bau
dan lingkungan tempat tinggal responden terkena baunya. Meskipun bau limbah terasa menyengat saat kemarau, responden cenderung lebih banyak berpendapat
mereka tetap merasa nyaman dengan lingkungan tempat tinggalnya. Bau yang selalu mereka cium setiap harinya adalah hal biasa. Jika hujan turun, maka baunya
tidak begitu terasa hal ini disebabkan limbah tahu yang dibuang ke sungai akan hanyut terbawa air hujan sehingga baunya pun tidak tercium jelas. Saat kemarau
bau yang dihasilkan dari limbah tahu adalah bau yang sangat menyengat ke penciuman. Pada Gambar 25 disajikan persentase pendapat responden mengenai
kenyamanannya terhadap tempat tinggalnya.
Keterangan: n Kampung Cikaret = 66 rumahtangga
Gambar 25. Pendapat Responden Mengenai Kenyamanan Lingkungan Tempat Tinggalnya
Berdasarkan Gambar 25 hanya sebesar tujuh persen atau sebanyak dua rumahtangga pada responden lapisan bawah yang berpendapat ketidaknyamanan
dengan lingkungan tempat tinggalnya. Pada lapisan menengah sebesar delapan persen atau sebanyak dua rumahtangga yang juga merasa tidak nyaman. Pada
lapisan atas sebesar 16 persen atau sebanyak dua rumahtangga berpendapat hal
yang sama. Responden sisanya baik pada lapisan bawah, lapisan menengah maupun lapisan atas berpendapat mereka nyaman-nyaman saja dengan lingkungan
tempat tinggalnya karena sudah biasa. Responden yang berpendapat tidak nyaman justru sudah mulai tidak biasa lagi dengan bau yang ditimbulkan di sekitar
lingkungannya. Bau yang ditimbulkan selain karena limbah tahu ditambah juga dengan bau dari limbah rumahtangga dan bau dari kotoran kambing di peternakan
Pak Hto pemilik industri pengolahan tahu. Hal ini diungkapkan oleh salah satu responden yang rumahnya berada di ujung kali:
“Saya merasa tindak nyaman dengan rumah saya, karena sering kebanjiran. Rumah saya kan dekat dengan kali dan posisinya paling
ujung, kalau musim hujan, sampah di kali tersendat sehingga bikin banjir rumah. Biasanya suka saya bersihin sampah-sampahnya, ada
sampah bekas ampas tahu, sampah ampas tempe, sampah rumahtangga, bikin bau sekali. Kalau musim kemarau juga selokan
saya malah yang banyak sampah. Susah sekali orang-orang sini diberitahunya, belum ada kesadaran untuk tidak membuang sampah
sembarangan, padahal saya yang susahnya karena rumah saya kan diujung kali
” Ibu Ten, 31 tahun, responden RT 06. Responden lebih berpendapat nyaman karena responden sudah terbiasa dengan
bau limbah yang mengalir di sungai wilayahnya. Pada responden yang berpendapat tidak nyaman, merupakan responden yang memang tidak terbiasa
dengan bau limbah yang mengitari sungai di wilayahnya sehingga mereka berpendapat tidak nyaman. Pada Gambar 25 responden yang lebih banyak
menyatakan bahwa tidak nyaman terhadap lingkungan tempat tinggalnya adalah responden yang berada pada lapisan atas. Sebagian besar responden pada lapisan
atas menyatakan bahwa merasa tidak nyaman dengan lingkungan tempat tinggalnya. Hal ini disebabkan pada lapisan atas kesadaran mengenai kenyamanan
lebih besar dibandingkan pada lapisan bawah dan lapisan menengah. Pada lapisan bawah dan menengah meskipun responden merasakan bau limbah tahu yang
menyebabkan ketidaknyamanan pada lingkungan tempat tinggalnya, responden bersikap lebih memilih untuk membiasakan diri dengan bau limbah tahu yang
ditimbulkan. Sikap membiasakan diri dengan bau limbah tahu di lingkungan tempat tinggalnya inilah yang menimbulkan pendapat dari responden pada lapisan
bawah dan lapisan menengah bahwa merasa nyaman-nyaman saja dengan kondisi
tempat tinggalnya. Berikut penuturan Bapak Ttg sebagai salah satu responden pada lapisan bawah yang pernah bekerja mencari kayu bakar pada industri
pengolahan tahu mengenai ketidaknyamanan lingkungan tempat tinggalnya: “Bau sekali kalau musim kemarau sampai tercium ke rumah bau
limbah tahunya. Apalagi belakang rumah saya langsung sungai, ya tapi mau bagaimana lagi? Lama-lama juga terbiasa dengan baunya.
Kalau disuruh pindah rumah juga mau kemana? kan dari kecil saya sudah tinggal di kampung ini. Apalagi k
alau pindah harus biaya lagi” Bapak Ttg, 54 tahun, responden pada lapisan bawah.
Berbeda dengan responden lapisan bawah dan menengah, responden pada lapisan atas yang merasakan bahwa terdapat ketidaknyamanan pada
lingkungan tempat tinggalnya akibat limbah tahu. Responden lapisan atas yang memiliki kemampuan ekonomi lebih tinggi dibandingkan lapisan
bawah dan lapisan menengah dapat kapan saja pindah ke tempat tinggal yang lain. Sehingga pada lapisan atas secara terbuka menyatakan bahwa
memang merasakan ketidaknyaman dengan lingkungan tempat tinggalnya di wilayah Kampung Cikaret yang disebabkan limbah tahu.
6.4 Tingkat Konflik 6.4.1 Keributan tentang Pencemaran Limbah Tahu