Indikator Memilih dan Menerapkan Strategi.

Gambar a dan b merupakan jawaban siswa dalam menjawab soal nomor 3. Gambar a merupakan jawaban siswa yang tepat dalam menjelaskan dan memeriksa hasil yang diperolehnya. Jawaban yang diprolehnya merupakan jawaban yang benar pada soal nomor 3. Sedangkan pada gambar b terlihat siswa kurang memahami masalah sehingga salah dalam menjawab. Siswayakin dengan jawaban yang diperolehnya padahal jawaban tersebut salah. Pada soal ditanyakan “berapa volume air jika kolam diisi air hingga ketinggian setengahnya?”, seharusnya siswa mencari terlebih dahulu tinggi 1 buah balok yang tersusun menjadi tangga pada kolam tersebut. setelah tinggi 1 buah balok diketahui maka siswa selanjutnya mencari volume balok pada ketinggian setengah kolam renang yang trsusun dari 7 buah balok baris bawah 4 buah dan baris atasnya 3 buah balok. Setelah itu mencari volume air kolam pada ketinggian setengahnya dan mengurangi dengan 7 buah volume balok tersebut. Pada jawaban diatas siswa mecari volume air seluruhnya baru kemudian membagi setengahnya dari hasil yang ia peroleh. Hal ini menunjukan siswa kelas kontrol kurang teliti dan menganggap hasil yang mereka peroleh sudah benar tanpa di periksa terlebih dahulu. Dari semua uraian diatas, berdasarkan indikator-indikator kemampuan pemecahan masalah terlihat bahwa kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran Treffinger lebih tinggi dibandingkan siswa yang diajar menggunakan pembelajaran konvensional. Pada siswa kelas eksperimen yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran Treffinger pada umumnya lebih mengutamakan proses penyelesaian menggunakan tahapan pemecahan masalah. Sedangkan siswa yang diajar menggunakan pembelajaran konvensional cenderung mengerjakan soal dengan mengutamakan hasil akhir tanpa melalui proses tahapan pemecahan masalah. Ditinjau dari indikator kemampuan pemecahan masalah, tampak bahwa indikator yang paling rendah dicapai siswa adalah menjelaskan hasil dan memeriksa kebenaran hasil. Siswa tidak terbiasa melakukan hal ini sehingga mereka seringkali melakukan kesalahan-kesalahan, seperti tidak menuliskan satuan, salah menjumlahkan atau mengalikan, tidak melihat kembali apa yang ditanyakan, dan beberapa kesalahan lain yang sebenarnya dapat dihindari jika mereka memeriksa kembali jawaban mereka. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Tia Agnesa dengan judul “Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah Open-Ended ” yang melaporkan bahwa indikator kemampuan pemecahan masalah yang paling rendah dicapai siswa adalah memeriksa kembali looking back. Siswa tidak terbiasa memeriksa kembali jawaban mereka sehingga terdapat kesalahan-kesalahan sederhana seperti tidak menuliskan satuan yang menyebabkan kehilangan point dalam menjawab soal-soal yang diajukan. Dengan menggunakan model pembelajaran Treffinger siswa lebih percaya diri dalam mengungapkan gagasannya saat pembelajaran berlangsung dan siswa lebih bersemangat sehingga mampu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik. Oleh karena itu, terlihat bahwa model pembelajaran Treffinger yang diterapkan selama proses pembelajaran matematika memberikan pengaruh positif terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik siswa. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Imas Teti Rohaeti 2013 dengan judul “Penerapan Model Treffinger pada Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa SMP”. Melaporkan bahwa kemampuan berpikir kreatif siswa yang memperoleh pembelajaran matematika dengan model pembelajaran Treffinger lebih tinggi daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional, serta siswa memberikan sikap positif terhadap model Treffinger pada pembelajaran matematika. Begitupun hasil penelitian Dwi Retnowati 2012 mengungkapkan bahwa model pembelajaran Treffinger dapat meningkatkan kemampuan pemahaman konsep dan disposisi matematis siswa. Kemampuan pemahaman konsep dan disposisi matematis siswa sebelum tindakan masih rendah, namun setelah dilakukan tindakan mulai mengalami peningkatan. Kemampuan mengaplikasikan konsep atau logaritma dalam pemecahan masalah mulai terlihat saat siswa menyelesaikan masalah terbuka, soal diskusi dan membuat pertanyaan serta menyelesaikannya secara mandiri. Pada tahap I sampai III siswa terbiasa mengerjakan berbagai bentuk soal sehingga kemampuan mengaplikasikan konsep dalam pemecahan masalah meningkat. Tiga tahapan pada model Treffinger juga mampu menciptakan pembelajaran aktif yang berpusat pada siswa.

E. Keterbatasan Penelitian

Penulis menyadari bahwa penelitian ini belum sepenuhnya sempurna meskipun berbagai upaya telah dilakukan agar memperoleh hasil yang baik dan optimal. Ada beberapa faktor yang sulit dikendalikan sehingga penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, diantaranya: 1. Penelitian ini hanya diteliti untuk pelajaran matematika pada pokok bahasan Bangun Ruang Sisi Datar saja, sehingga belum bisa digeneralisasikan pada pokok bahasan lain. 2. Alokasi waktu yang terbatas dan banyaknya murid di dalam setiap kelas, baik kelas eksperimen dan kelas kontrol sehingga perlu persiapan dan pengaturan yang lebih baik agar setiap tahapan dalam pembelajaran model Treffinger dapat berlangsung optimal. 3. Penelitian hanya berlangsung selama delapan kali pertemuan menyebabkan kurang maksimalnya pengaruh pembelajaran dengan model Treffinger terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik.