Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

pencapaian prestasi belajar siswa Indonesia di bidang sains dan matematika menurun. Untuk bidang matematika, Indonesia berada di urutan ke-38 dengan skor 386 dari 42 negara dan skor rata-rata yang dipatok adalah 500.Skor ini turun 11 poin dari penilaian tahun 2007. 7 Gambaran tersebut memperlihatkan bahwa prestasi siswa Indonesia dalam bidang matematika masih berada di bawah skor rata-rata internasional. Dalam TIMSS soal yang digunakan ialah soal-soal matematika yang mengukur tingkat kemampuan siswa dari sekedar mengetahui fakta, prosedur atau konsep hingga menggunakannya untuk memecahkan masalah dari yang sederhana sampai masalah yang memerlukan penalaran tinggi. 8 Pada studi TIMSS terungkap bahwa siswa Indonesia lemah dalam menyelesaikan soal-soal tidak rutin yang berkaitan dengan pembuktian, pemecahan masalah yang memerlukan penalaran matematik, menemukan generalisasi atau konjektur, dan menemukan hubungan antara data-data atau fakta yang diberikan. Siswa Indonesia yang tidak mampu menjawab dengan benar soal yang diberikan kemungkinan karena tidak terbiasa menyelesaikan soal dengan melakukan analisis masalah terlebih dahulu. 9 Berdasarkan hasil studi diperoleh pula berbagai temuan tentang perkiraan faktor penyebab kelemahan siswa Indonesia, antara lain sebagai berikut: 1. Mengorganisasi dan menyimpulkan informasi, membuat generalisasi dan memecahkan masalah yang tidak rutin. 2. Memecahkan bermacam-macam rasio dan masalah persentase. 3. Menerapkan pengetahuannya untuk menghubungkan konsep bilangan dan aljabar. 4. Membuat generalisasi model matematika secara aljabar. 5. Mengaplikasikan pengetahuannya pada geometri dalam masalah yang kompleks, dan 6. Menggunakan data dari berbagai sumber untuk memecahkan berbagai masalah. 10 Lebih lanjut peneliti melakukan observasi prapenelitian dengn mmberikan tes untuk mengetahui tingkat kemampuan pemecahan masalah matematik siswa di 7 Ester Lince Napitupulu, op.cit., 8 Sri Wardani dan Rumiati, Instrumen Penilaian Hasil Belajar Matematika SMP: Belajar dari PISA dan TIMSS , Yogyakarta: PPPPTK Matematika, 2011, h. 22 9 Ibid ,. h. 41 10 Awaluddin Tjalla, “Potret Mutu Pendidikan Indonesia Ditinjau dari Hasil-hasil Studi Internasional,” Makalah disampaikan pada Seminar Nasional, FKIP-UT 2010 sekolah tempat peneliti melakukan penelitian, yaitu MTsN Tangerang II Pamulang. Berdasarkan hasil observasi pada salah satu kelas VIII yaitu kelas VIII-3, diperoleh persentase skor kemampuan pemecahan masalah matematik siswa pada indikator mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui dan ditanyakan sebesar 66,7, membuat model matematika sebesar 45,71, memilih dan menerapkan strategi sebesar 43,09 dan indikator menjelaskan hasil dan memeriksa kebenaran hasil sebesar 11,9. Secara keseluruhan persentase skor kemampuan pemecahan masalah matematik siswa hanya mencapai 42,09. Berdasarkan fakta tersebut, dapat dikatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah siswa pada umumnya masih rendah. Padahal salah satu tujuan utama bersekolah ialah meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa, tujuannya agar siswa mampu memecahkan persoalan yang dihadapi olehnya baik dalam kegiatan pembelajaran di sekolah maupun dalam kehidupan sehari-hari dan memungkinkan siswa untuk menjadi lebih analitis dalam menggambil keputusan dalam kehidupannya. Rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematika tidak lepas dari proses pembelajaran matematika. Hal ini sesuai dengan Ruseffendi yang menyatakan bahwa selama ini dalam proses pembelajaran matematika di kelas, siswa pada umumnya mempelajari matematika hanya diberitahu oleh gurunya dan bukan melalui kegiatan eksplorasi. 11 Guru pada umumnya mengajar dengan metode ceramah yang membuat siswanya tidak aktif dalam belajar. Melalui proses pembelajaran seperti ini, kecil kemungkinan kemampuan matematis siswa dapat berkembang. Dalam upaya meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa, diperlukan model pembelajaran yang tidak hanya mentransfer pengetahuan kepada siswa tetapi mampu merangsang daya berpikir siswa untuk membentuk pengetahuan mereka sendiri dalam memecahkan masalah-masalah matematika yang dihadapinya. Dengan model pembelajaran yang diterapkan, diharapkan siswa mampu membangun, mengembangkan bahkan meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa. Salah satu model pembelajaran yang diduga dapat 11 Leo Adhar Effendi, op.cit., diharapkan memfasilitasi siswa untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah adalah model pembelajaran Treffinger. Model Treffinger adalah proses pembelajaran yang mencakup dua ranah, yaitu kognitif dan afktif. Model Treffinger terdiri dari 3 tahap, yaitu tahap pertama Basic Tools, tahap ini meliputi keterampilan berpikir divergen dan teknik-teknik kreatif. Keterampilan dan teknik-teknik ini mengembangkan kelancaran dan kelenturan berpikir serta kesediaan mengungkapkan pemikiran kreatif kepada orang lain. Tahap kedua Practice with process, pada tahap ini siswa diberi kesempatan untuk menerapkan keterampilan yang dipelajari pada tingkat basic tools dalam situasi praktis. Tahap ketiga Working with Real Problems, Pada tingkat ini siswa menerapkan keterampilan yang dipelajari pada tingkat basic tools dan practice with process terhadap tantangan dunia nyata. 12 Karakteristik yang paling dominan dari model pembelajran Treffinger ini adalah upaya dalam mengintegrasikan dimensi kognitif dan afektif siswa untuk mencari arah-arah penyelesaian yang akan ditempuh siswa untuk memecahkan permasalahan. Dengan demikian, pembelajaran dengan menggunakan model Treffinger diharapkan dapat menumbuhkan kreativitas siswa sehingga akhirnya mampu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa, mengarahkan siswa untuk berpikir secara logis tentang hubungan antar konsep dan situasi dalam permasalahan yang diberikan serta menghargai keragaman berpikir yang timbul selama proses pemecahan masalah berlangsung. Berdasarkan latar belakang tersebut, diharapkan model pembelajaran Treffinger dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa. Oleh karena itu, peneliti bermaksud mengadakan penelitian dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran Treffinger Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa”. 12 Utami Munandar, Kreativitas Keberbakatan, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 1999, h. 246.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini diidentifikasikan sebagai berikut: 1. Kemampuan pemecahan masalah matematik siswa masih rendah. 2. Pembelajaran matematika di kelas cenderung pasif karena pembelajaran masih berpusat pada guru. 3. Siswa cenderung kurang mampu menghubungkan suatu masalah dengan konsep yang telah mereka pelajari sebelumnya 4. Pembelajaran yang diterapkan belum cukup efektif untuk dapat mengembangkan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa.

C. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari meluasnya permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini maka dilakukan pembatasan masalah sebagai berikut: 1. Yang dimaksud dengan model Treffinger dalam penelitian ini adalah pembelajaran kreatif yang tahap-tahapnya meliputi basic tools, practice with process dan working with real problem. 2. Kemampuan pemecahan masalah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan yang ditunjukan siswa dalam menyelesaikan masalah matematika, yang memperhatikan proses menemukan jawaban berdasarkan beberapa tahapan, yaitu: 1 Mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui dan ditanyakan, 2 Membuat model matematika, 3 Memilih dan menerapkan strategi, dan 4 Menjelaskan hasil dan memeriksa kebenaran hasil.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini antara lain: 1. Bagaimana kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran Treffinger? 2. Apakah kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran Treffinger lebih tinggi daripada siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran konvensional?

E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran Treffinger. 2. Mengetahui apakah kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran Treffinger lebih tinggi daripada siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran konvensional.

F. Manfaat penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan penulis dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagi peneliti a. Sebagai suatu pembelajaran untuk menambah dan memperluas wawasan serta mempraktekkan segala pengetahuan yang diperoleh selama perkuliahan. b. Menambah pengetahuan tentang model pembelajaran mata pelajaran matematika dalam mempersiapkan diri menjadi seorang pendidik yang professional. 2. Bagi Guru a. Dapat menambah pengetahuan guru akan pentingnya pemecahan masalah dalam matematika. b. Memberi masukan kepada guru bahwa pembelajaran menggunakan model pembelajaran Treffinger dapat dijadikan salah satu alternatif dalam mengembangkan kemampuan pemecahan masalah siswa khususnya pada mata pelajaran matematika. 3. Bagi Siswa a. Dapat memotivasi siswa untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan pemecahan masalah matematik dengan model pembelajaran Treffinger. b. Dapat menjadikan siswa lebih aktif dan mandiri dalam pembelajaran matematika. 10

BAB II DESKRIPSI TEORITIK

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A. Landasan Teoritis

Berikut akan dibahas terlebih dahulu beberapa kajian teoritik terkait penelitian ini yakni; kemampuan pemecahan masalah matematik dan model pembelajaran Treffinger. Untuk memahami lebih lanjut mengenai teori-teori tersebut maka akan dijelaskan pada bahasan berikut.

1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik a. Pengertian Masalah Matematika

Kata “masalah” mengandung arti yang komprehensif. Oleh karenanya akan terjadi berbagai tanggapan yang berbeda dalam menghadapi masalah tertentu. Misalnya sesuatu akan menjadi masalah bagi anak-anak, tetapi belum tentu hal tersebut menjadi masalah bagi orang dewasa. 1 Masalah juga dikatakan bersifat relatif. Artinya masalah bagi seseorang pada suatu saat belum tentu merupakan masalah bagi orang lain pada saat yang bersamaan atau bahkan bagi orang itu sendiri beberapa saat kemudian. 2 Problem atau masalah menurut Hayes dalam Erna Suwangsih adalah “suatu kesenjangan antara dimana anda berada sekarang dengan tujuan yang anda inginkan, sedangkan anda tidak tahu proses apa yang akan dikerjakan”. 3 Masalah adalah sesuatu yang timbul akibat adanya rantai yang terputus antara keinginan dan cara mencapainya. Keinginan atau tujuan yang ingin dicapai sudah jelas, tetapi cara untuk mencapai tujuan itu belum jelas. Dalam mencapai tujuan yang diinginkan biasanya tersedia 1 Nahrowi Adjie dan Maulana, Pemecahan Masalah Matematika, Ed. I. Cet. I, Bandung: UPI PRESS, 2006, h.3. 2 Nyimas Aisyah, Pendekatan Pemecahan Masalah, Dikti, Bahan Ajar PJJ SI PGSD, h.3 3 Erna Suwangsih, dkk, Model Pembelajaran Matematika, Bandung: UPI Press, 2006, cet. I, h. 126.