�
2
: Rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang diajar menggunakan model konvensional.
Setelah melakukan perhitungan dengan menggunakan uji t maka diperoleh �
ℎ�����
= 3,73 dan dengan menggunakan tabel t pada taraf signifikan � = 5
dan derajat kebebasan db = 71, diperoleh harga �
�����
= 1,99 . lampiran 23.
Hasil perhitungan uji hipotesis disajikan pada tabel berikut ini:
Tabel 4.7 Hasil Uji Hipotesis
Kelas db
�
������
�
�����
� = �, ��
Kesimpulan
Eksperimen 71
3,73 1,99
Tolak � Kontrol
Hasil perhitungan menunjukan bahwa �
ℎ�����
�
�����
3,73 1,99 , maka
dapat disimpulkan bahwa � ditolak dan �
1
diterima atau dengan kata lain rata- rata kemampuan pemecahan masalah matematik siswa pada kelas eksperimen
yang diajarkan dengan model Treffinger lebih tinggi daripada siswa kelas kontrol yang diajarkan dengan model konvensional.
Berdasarkan tabel yang diketahui dapet dibuat sketsa kurvanya sebagai berikut:
Gambar 4.3 Kurva Uji Perbedaan Data Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Berdasarkan gambar diatas, nilai �
ℎ�����
jatuh pada daerah penolakan � daerah kritis. Hal ini berarti bahwa pembelajaran matematika dengan model
pembelajaran Treffinger berpengaruh positif terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik siswa. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kemampuan
pemecahan masalah matematik siswa yang menggunakan model pembelajaran
Treffinger lebih tinggi daripada kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional.
D. Pembahasan
Setelah dilakukan pengujian hipotesis maka diketahui bahwa pada penelitian ini kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang pembelajarannya
menggunakan model pembelajaran Treffinger lebih tinggi daripada siswa yang pembelajarannya menggunakan model konvensional yang diterapkan disekolah
tersebut. Model pembelajaran Treffinger dalam penelitian ini terdiri dari 3 tahapan pembelajaran yaitu; basic tools, practice with process, dan working with
real problem . Pada proses pembelajarannya siswa diberikan Lembar Kerja Siswa
LKS yang berisi tahapan-tahapan tersebut. Proses pembelajaran di kelas eksperimen siswa dikelompokkan menjadi
beberapa kelompok yang terdiri dari 4-5 siswa. Pada awal pertemuan respon siswa terhadap pembelajaran Treffinger sangat positif, mereka terlihat tertarik dan
senang, namun banyak siswa yang tidak paham atau agak kesulitan dalam mengerjakan LKS. Hal ini karena siswa belum terbiasa dengan diskusi kelompok
dan pembelajaran yang menuntut siswa menemukan sendiri konsep matematikanya. Pembelajaran siswa sebelumnya hanya berpusat pada guru dan
siswa hanya diberikan latihan-latihan soal yang penyelesaiannya sama seperti contoh yang telah guru berikan. Selain itu banyak siswa yang tidak menguasai
materi prasyarat yaitu materi segiempat yang sebenarnya telah mereka pelajari di kelas VII.Sehingga pada pertemuan awal peneliti memerlukan banyak waktu
untuk membimbing mereka dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada di LKS. Padahal seharusnya siswa secara berkelompok dituntut untuk memahami
dan menemukan konsep matematika dengan sendirinya melalui 3 tahapan dalam pembelajaran model Treffinger, dengan berbekal pengetahuan yang telah mereka
miliki sebelumnya atau dengan melihat lingkungan sekitar dan mencari informasi melalui sumber belajar buku pelajaran matematika yang mereka gunakan.
Banyak siswa yang tidak paham dalam menjawab LKS mereka menjawab seadanya atau mereka tidak menjawab sama sekali. Sehingga di akhir pertemuan