rumah PR.
c. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Model Treffinger
Dalam penerapannya, model Treffinger memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan, diantaranya:
Kelebihan : 1. Memberi kesempatan kepada siswa untuk memahami konsep-konsep
dengan cara menyelesaikan suatu permasalahan. 2. Membuat siswa aktif dalam pembelajaran.
3. Mengembangkan kemampuan berpikir siswa karena disajikan masalah
pada awal pembelajaran dan memberi keleluasaan kepada siswa untuk mencari arah penyelesaiannya sendiri.
4. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mendefinisikan masalah, mengumpulkan data, menganalisis data, membangun hipotesis, dan
percobaan untuk memecahkan suatu permasalahan.
5. Membuat siswa dapat menerapkan pengetahuan yang sudah dimilikinya ke dalam situasi baru.
Kelemahan : 1. Perbedaan level pemahaman dan kecerdasan siswa dalam menghadapi
masalah. 2. Ketidaksiapan siswa untuk menghadapi masalah baru yang dijumpai di
lapangan. 3. Model ini mungkin tidak terlalu cocok diterapkan untuk siswa taman
kanak-kanak atau kelas-kelas awal sekolah dasar. 4. Membutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk mempersiapkan siswa
melakukan tahap-tahap di atas.
35
35
Miftahul Huda, op.cit., h. 320.
6. Pembelajaran Konvensional
Model pembelajaran konvensional merupakan model pembelajaran yang biasa diterapkan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran.
Pembelajaran konvensional yang dimaksud secara umum adalah pembelajaran dengan menggunakan metode yang biasa dilakukan oleh guru yaitu memberi
materi melalui ceramah, latihan soal kemudian pemberian tugas. Dalam pembelajaran konvensional, guru memiliki peranan yang sangat penting
karena pembelajaran yang berlangsung berpusat pada guru untuk menjelaskan materi dari awal hingga akhir pelajaran. Pembelajaran konvensional yang
dilaksanakan di sekolah tempat dilaksanakan penelitian ini adalah pembelajran matematika dengan menggunakan metode ekspositori. Metode ekspositori
adalah metode mengajar yang banyak digunakan oleh guru dimana guru lebih banyak bertutur di dalam kelas sedangkan siswa hanya menyimak penjelasan
guru.
36
Dalam pembelajaran seperti ini komunikasi yang terjadi selama pembelajaran berlangsung hanya satu arah. Hal ini menyebabkan kurangnya
interaksi antara guru dengan siswa. Siswa hanya sesekali bertanya mengenai materi yang disampaikan oleh guru. Siswa lebih banyak mendengarkan,
mencatat dan menghafal. Oleh karena itu dalam proses pembelajaran siswa menjadi pasif dan pembelajaran yang berlangsung menjadi kurang efektif dan
terkesan monoton. Dalam kaitannya dengan pembelajaran matematika, metode ini hanya menekankan kepada siswa menghafal rumus tanpa
mengetahui darimana rumus tersebut diperoleh. Hal ini mengakibatkan penguasaan siswa terhadap konsep matematika cenderung bersumber dari
hafalan dan bukan pemahaman.
Langkah-langkah pembelajaran dengan metode ekspositori dapat dirinci sebagai berikut:
a Persiapan, dalam tahap ini berkaitan dengan mempersiapkan siswa untuk
menerima pelajaran.
36
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses, Jakarta: Kencana Prenada Grup. 2008, h.179
b Penyajian, dalam tahap ini guru menyampaikan materi pelajaran sesuai dengan persiapan yang telah dilakukan. Guru berusaha semaksimal
mungkin agar materi pelajaran dapat dengan mudah dipahami oleh siswa.
c Korelasi, dalam tahap ini guru menghubungkan materi pelajaran dengan pengalaman siswa untuk memberikan makna terhadap materi
pembelajaran.
d Menyimpulkan, adalah tahapan memahami inti dari materi pembelajaran yang disajikan.
e Mengaplikasikan, merupakan tahapan untuk kemampuan siswa setelah menyimak penjelasan dari guru.
37
B. Hasil Penelitian yang Relevan
Beberapa penelitian yang relevan yang mendukung penelitian ini, antara
lain: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Imas Teti Rohaeti 2013 dengan judul
“Penerapan Model Treffinger pada Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa SMP”.
Hasil penelitiannya menunjukan bahwa kemampuan berpikir kreatif siswa yang memperoleh
pembelajaran matematika dengan model pembelajaran Treffinger lebih tinggi daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional, serta siswa
memberikan sikap positif terhadap model Treffinger pada pembelajaran matematika.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Dwi Retnowati 2012 yang berjudul “Upaya Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Disposisi Matematis Menggunakan
Model Pembelajaran Treffinger” . Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
penggunaan model Treffinger dapat meningkatkan pemahaman konsep dan disposisi matematis siswa. Hal tersebut dapat dilihat dari peningkatan
persentase indikator-indikator yang diamati, yaitu: 1 kemampuan siswa dalam mengaplikasikan konsep atau algoritma dalam pemecahan masalah
meningkat dari 30,43 menjadi 73,91, 2 kemampuan siswa memberi
37
Ibid., h.185-190.
tanggapan tentang jawaban siswa lain meningkat dari 21,74 menjadi 52,17, 3 kemampuan siswa membuat kesimpulan meningkat dari
13,04 menjadi 43,48, 4 kepercayaan diri siswa terhadap kemampuan atau keyakinan meningkat dari 26,09 menjadi 65,22, 5 kemampuan
siswa dalam mengajukan pertanyaan meningkat dari 21,74 menjadi 56,52, 6 kemampuan siswa dalam kerjasama atau berbagi pengetahuan
meningkat dari 30,43 menjadi 78,26.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Tia Agnesa 2011 yang berjudul “Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP
Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah Open-Ended”. Hasil penelitiannya
menunjukan bahwa rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dengan pembelajaran berbasis masalah open-ended lebih baik daripada
rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dengan pembelajaran konvensional.
C. Kerangka Berpikir
Kemampuan pemecahan masalah adalah kemampuan siswa untuk menyelesaikan soal atau masalah menggunakan pengetahuan yang telah diperoleh
sebelumnya dengan tahapan-tahapan atau cara yang rasional agar siswa memperoleh jawaban dan yakin dengan jawaban yang telah diperolehnya.
Model Treffinger merupakan salah satu dari sedikit model yang menangani masalah kreativitas secara langsung. Model Treffinger menggambarkan susunan
tiga tahap yang dimulai dengan unsur-unsur dasar dan menanjak ke fungsi-fungsi berpikir yang lebih majemuk.
Tahap pertama Basic Tools, tahap ini meliputi keterampilan berpikir divergen dan teknik-teknik kreatif. Siswa dihadapkan pada suatu masalah terbuka
yang melatih siswa untuk berpikir divergen proses berpikir bermacam-macam arah dan menghasilkan banyak alternatif penyelesaian. Ketika dihadapkan pada
suatu permasalahan, siswa mulai mencari jawaban dari masalah tersebut dan berpikir bagaimana memperoleh penyelesaian yang sesuai. Tujuan dari tahap ini
adalah mempersiapkan materi yang akan diajarkan kepada siswa. Tahap kedua