349 terlambat jadi bunting kembali,
yang umumnya karena tatalaksana yang kurang baik.
1.23. Masa Kering
Dry Periode
Pada Tabel 43 terlihat bahwa sapi-sapi perah yang baik masa
keringnya ialah peternakan di Lembang dan Rawa Seneng ± 2
bulan, sedangkan di peternakan-peternakan lainnya
terlalu lama. Hal ini disebabkan adanya gangguan reproduksi
artinya sulit untuk dijadikan bunting kembali. Dalam hal lain
masih banyak terdapat perusahaan peternakan sapi
perah yang masa keringnya kurang dari 6 minggu dengan
alasan sapinya masih berproduksi banyak ± 5 liter dan
merasa sayang atau rugi kalau dikeringkan. Keadaan ini dapat
menyebabkan terjadinya lama hidup berproduksi longervity
yang pendek dari sapi-sapi yang masa keringnya pendek. Sapi
yang mempumyai longervity yang panjang akan
menghasilkan susu yang lebih banyak per unit pakan yang
dimakan, dengan demikian alasan lebih efisien dalam biaya
produksi susu.
Tabel 44. Rata-rata Umur Beranak Pertama, Lama Laktasi
j
Masa Karing, Calving Interval pada Beberapa Petemakan Sapi Perah
Tempat peter- nakan
Jumlah sapi betina dewasa
ekor Umur beranak
pertama bln
Lama laktasi
bln Masa
kering Calving
interval Pengalengan 29
42 11,6 3 15,5 Lembang 203
33 12,46 2,83
15,4 Bogor 44
36 8,4 6,5
15,0 Baturaden 75
28 10,3 3,5
13,9 Rawa
Seneng 110 -
11,6 2,7
14,3 Cirebon 34
33 13,41
2,95 15,
66 Sumber : Sudono, 2003
1.24. Efisiensi Reproduksi Calving interval yang baik
adalah 12-13 bulan. Bila calving interval lebih pendek daripada
320 hari ±10,7 bulan, maka akan menyebabkan penurunan
produksi susu sebesar 9 per hari masa laktasi yang sedang
berjalan dan penurunan 2,7 pada laktasi yang akan datang.
Bila calving interval diperpanjang sampai 15 bulan,
produksi susu dari laktasi yang sedang berjalan naik dengan
3,5 dan laktasi yang akan datang juga naik kira-kira 3,5.
Bila calving interval makin panjang dan produksi susu rata-
rata per hari dihitung didasarkan atas per calving interval, maka
rata-rata produksi susu per hari mempunyai kecenderungan
menurun. Dengan demikian
350
calving interval yang panjangnya lebih dari 13 bulan
adalah tidak ekonomis. Calving interval yang panjang
disebabkan karena tatalaksana perkawinan yang kurang baik
atau gangguan reproduksi yang disebabkan oleh pemberian
pakan yang kurang sempurna. Keadaan sapi-sapi perah di
Indonesia dapat dilihat pada Tabel 43. di atas, dimana yang
baik adalah peternakan di Baturaden dan Rawa Seneng.
Calving interval merupakan kunci sukses dalam usaha
peternakan sapi perah disamping produki susu rata-
rata yang tinggi. Service per conception yang
didapatkan pada peternakan di Rawa Seneng didapatkan
angka 2,61. Bila angka service per conception lebih dari 1,85
pada suatu peternakan, maka perlu adanya perbaikan dalam
reproduksi dari sapi-sapinya di peternakan tersebut. Di Cirebon
1999, service per conception 2,67 bulan.
Calving percentage yang didapatkan berdasarkan data
selama 11 tahun tahun 1988 sampai dengan 1999 pada
peternakan di Rawa Seneng tiap-tiap tahunnya + 80 dari
sapi-sapinya yang ada di peternakan tersebut beranak.
Sedangkan service periodenya terlalu lama ialah
± 4 bulan, yang baik ialah 2 bulan. Hal ini
disebabkan tatalaksana dalam reproduksi perkawinan kurang
baik. Di Cirebon 1999 service periodenya 4,20 bulan.
1.25. Peremajaan dan Culling Bila ditinjau pada beberapa sapi
perah, maka akan terdapat perbandigan yang tidak efisien
antara sapi-sapi dewasa dengan sapi-sapi replacement
stock peremajaan, sehingga biaya pakan yang diberikan dan
pemeliharaan lainnya relatif terlalu banyak, yaitu
membesarkan anak anak sapi dara yang belum berproduksi,
Kaadaan ini terdapat pada perusahaan sapi perah di
Lembang yaitu rata-rata per tahun replacement stocknya 7
sedangkan sebaiknya replacement per tahun berkisar
20-25 dari jumlah sapi betina dewasa. Hal ini sebenarnya
dapat dipenuhi dengan memilih sapi-sapi betina dewasa
sebanyak 55 dari jumlah sapi betina yang ada. Kemudian
betina-betina yang terseleksi ini dipakai untuk menghasilkan
anak-anak sapi betina sebagai replacement stock, sedangkan
anak-anak sapi yang tidak baik harus dikeluarkan dari
peternakan. Culling dari hewan-hewan yang
tidak diternakkan lagi dari suatu peternakan sapi perah di
Indonesia umumnya atas dasar sterilitas atau kemajiran. Cara
yang dilakukan ini adalah tidak tepat, karena sterilitas bukanlah
suatu sifat yang banyak dipengaruhi oleh sifat herediter
menurun, tetapi melainkan