Karakteristik Organoleptik CNF dan CF

Pasal 21 pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan menyatakan bahwa pencantuman pernyataaan pada Label bahwa pangan telah ditambah, diperkaya, atau difortifikasi dengan vitamin dan mineral, atau penambahan gizi lain tidak dilarang, sepanjang hal tersebut benar dilakukan pada saat pengolahan pangan tersebut, dan tidak menyesatkan. Oleh karena itu, produk CNF yang digunakan pada program PMT untuk ibu hamil dapat mencantumkan pernyataan ‘difortifikasi vitamin A, vitamin C, asam folat, besi, seng, dan iodium.’ Pencantuman pernyataan pada label bahwa pangan merupakan sumber suatu zat gizi tidak dilarang sepanjang jumlah zat gizi dalam pangan tersebut sekurang-kurangnya 10-19 dari jumlah kecukupan zat gizi sehari yang dianjurkan dalam satu takaran saji bagi pangan tersebut LIPI, 2004. Berdasarkan informasi nilai gizi pada Gambar 6, CF dapat mencantumkan pernyataan ‘merupakan sumber vitamin A, vitamin C, besi, dan seng.’

B. Karakteristik Organoleptik CNF dan CF

1. Preferensi CNF dan CF Terdapat perbedaan jumlah preferensi antara CNF dan CF, yaitu 18 panelis lebih memilih CNF daripada CF dan 12 panelis lebih memilih CF daripada CNF Tabel 9. Tabel 9. Hasil Uji Preferensi CNF dan CF Jenis Cookies Cookies Non Fortifikasi Cookies Fortifikasi Jumlah preferensi 18 12 Pada tabel Jumlah Minimum Penilaian yang Diperlukan untuk Menyatakan Signifikansi pada Dua Level Probabilitas untuk Uji Preferensi Berpasangan Two-Tailed, P = ½ Lawless dan Heymann, 1999 Lampiran 2 terlihat bahwa pada level probabilitas 0.05 dengan jumlah panelis sebanyak 30 orang, tolak asumsi “tidak ada preferensi yang signifikan” jika jumlah preferensi pada salah satu ≥ 21. Hasil pengujian memberikan jumlah preferensi 18 dan 12 yang keduanya lebih kecil daripada 21, sehingga pada α = 0.05 disimpulkan tidak ada preferensi yang signifikan pada salah satu sampel cookies. Berdasarkan hasil pengujian terhadap 30 panelis diketahui bahwa fortifikasi vitamin dan mineral pada cookies tidak menyebabkan perbedaan atau penyimpangan karakteristik organoleptik keseluruhan yang nyata apabila dibandingkan dengan cookies yang tidak mengalami fortifikasi. 2. Perbedaan CNF dan CF Perbedaan CNF dan CF dinilai secara keseluruhan dan tidak per atribut. Berdasarkan hasil uji segitiga yang dilakukan terhadap CNF dan CF diperoleh 13 orang menjawab dengan benar. Berdasarkan tabel Jumlah Minimal dari Jawaban Benar dalam Uji Segitiga yang disajikan pada Lampiran 3, dengan jumlah panelis sebanyak 30 dan nilai probabilitas 0.05 maka jumlah minimal jawaban benar adalah 15. Oleh karena itu, kesimpulan yang diambil adalah tidak ada perbedaan antara CNF dan CF pada α = 0.05. Kesimpulan ini memperkuat kesimpulan yang diambil berdasarkan uji preferensi, dimana fortifikasi vitamin dan mineral tidak menyebabkan perbedaan karakteristik organoleptik yang nyata antara CNF dan CF. 3. Hedonik CNF dan CF Hasil uji hedonik dapat dilihat pada Gambar 6. Rekapitulasi data hasil penilaian hedonik per atribut cookies disajikan pada Lampiran 14 sampai Lampiran 16. Penggunaan skala membuat uji hedonik secara tidak langsung dapat digunakan untuk mengetahui perbedaan Soekarto, 1985. Gambar 6. Hasil Uji Hedonik Per Atribut CNF dan CF 3.9 a 3.4 a 3.4 a 3.5 a 3.4 a 3.8 a 1 2 3 4 5 Warna Tekstur Rasa Atribut R a ta -r a ta S k o r O r g a n o le p ti k CNF CF

a. Warna

Warna merupakan kesan pertama yang diperoleh konsumen dari produk pangan. Menurut Meilgaard et al. 1999, warna merupakan atribut penampilan pada produk pangan yang sering menentukan tingkat penerimaan konsumen terhadap produk tersebut secara keseluruhan. Warna cookies dipengaruhi oleh bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan cookies terutama oleh lemak, gula, dan telur. Secara visual, warna cookies yang teramati adalah kuning kecoklatan untuk cookies dengan perisa susu dan keju; dan coklat gelap untuk cookies perisa coklat. Warna kecoklatan terbentuk karena reaksi Maillard, yaitu reaksi yang terjadi antara gula pereduksi dengan asam amino yang terjadi pada saat pemanggangan, juga karamelisasi gula sederhana Winarno, 1997. Semakin lama pemanggangan warna produk akan semakin coklat. Menurut Bauernfeind dan Lachance 1991, warna dapat berubah karena penambahan mineral. Hal tersebut dapat disebabkan oleh kereaktifan jenis fortifikan ataupun jumlah penambahan fortifikan. Berdasarkan uji hedonik, skor rata-rata kesukaan panelis terhadap warna CNF dan CF adalah 3.4 Gambar 6 yaitu dalam kisaran netral sampai suka. Pada kedua cookies, frekuensi ‘netral’ lebih besar daripada ‘suka’. Berdasarkan analisis statistik dengan uji Paired-Samples T Test Lampiran 17 diketahui bahwa perlakuan fortifikasi vitamin dan mineral tidak menyebabkan perbedaan nyata pada skor kesukaan atribut warna CNF dan CF dengan nilai signifikansi 0.583 α = 0.05. Secara visual, CNF dan CF memang tidak memiliki perbedaan warna. Sebagai contoh, untuk cookies dengan perisa keju, keduanya sama-sama berwarna kuning kecoklatan. Sedangkan untuk cookies dengan perisa coklat, keduanya sama-sama berwarna coklat gelap. Hal tersebut didukung dengan penggunaan fortifikan dengan jenis dan jumlah yang tepat. Penggunaan besi elemental dan kalium iodat telah diketahui tidak menyebabkan perubahan warna dari pangan yang difortifikasi. Sebaliknya, penggunaan fero sulfat dapat teroksidasi membentuk feri oksida yang berwarna Lotfi dan Merx, 1996.

b. Tekstur

Tekstur merupakan parameter kritis pada penampakan, flavor, dan penerimaan keseluruhan dari produk bakery. Pada cookies, tekstur merupakan atribut produk yang penting karena cookies biasanya dinilai dari teksturnya. Tekstur cookies meliputi kerenyahan, kemudahan untuk dipatahkan, dan konsistensi pada gigitan pertamanya Fellows, 2000. Skor rata-rata kesukaan panelis terhadap tekstur CNF dan CF berturut- turut adalah 3.4 dan 3.5Gambar 6 yaitu dalam kisaran netral sampai suka. Frekuensi ‘netral’ lebih besar daripada ‘suka’. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan Paired-Samples T Test Lampiran 18 diketahui bahwa perlakuan fortifikasi vitamin dan mineral tidak menyebabkan perbedaan nyata pada skor kesukaan atribut tekstur CNF dan CF dengan nilai signifikansi 0.083 α = 0.05. Kadar air adalah salah satu faktor yang mempengaruhi tekstur cookies. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa perbedaan kadar air CNF dan CF tidak memberikan perbedaan tekstur yang nyata kepada kesukaan 30 panelis ibu hamil. Perbedaan nominal kadar air CNF dan CF memang tidak besar, selain itu panelis uji hedonik tekstur ini bukanlah panelis terlatih. Penggunaan panelis yang tidak terlatih sesuai dengan persyaratan uji hedonik kesukaan yang dinyatakan Meilgaard et al. 1999 supaya memberikan gambaran tingkat kesukaan konsumen pada umumnya.

c. Rasa

Rasa merupakan faktor paling penting yang menentukan tingkat kesukaan konsumen terhadap produk pangan. Atribut rasa meliputi asin, manis, asam, dan asam. Rasa pada makanan, sangat ditentukan oleh formulasi produk tersebut Fellows, 2000. Pada Gambar 6 terlihat skor rata-rata kesukaan panelis terhadap rasa CNF dan CF adalah 3.9 dan 3.8 yaitu dalam kisaran netral sampai suka. Pada kedua cookies, frekuensi ‘suka’ lebih besar daripada ‘netral’. Berdasarkan uji statistik Paired-Samples T Test Lampiran 19 diketahui bahwa perlakuan fortifikasi vitamin dan mineral tidak menyebabkan perbedaan nyata pada skor kesukaan atribut rasa CNF dan CF dengan nilai signifikansi 0.326 α = 0.05. Fortifikasi mineral besi dan seng yang diduga akan memunculkan rasa seperti logam ternyata tidak terdeteksi, sehingga jumlah dan jenis penambahan besi dan seng sudah tepat ditinjau dari mutu organoleptik. Penggunaan fero sulfat dan fero glukonat dapat menyebabkan oksidasi lemak sehingga menimbulkan ketengikan Lotfi dan Merx, 1996. Cookies termasuk pangan yang tinggi kandungan lemak, maka penggunaan besi elemental adalah tepat karena menurut Clydesdale dalam Bauernfeind dan Lachance 1991 tidak menyebabkan ketengikan. Selain itu, rasa pun dapat ditutupi dengan penggunaan perisa cookies. Perisa coklat sangat tepat digunakan untuk menutupi rasa dan warna menyimpang yang mungkin muncul. Secara umum, cookies garut memiliki rasa manis dan gurih; terutama karena tersusun dari lemak, susu, dan gula. Secara khusus, penggunaan perisa susu, keju, dan coklat mempengaruhi rasa cookies garut. Ketiga perisa tersebut sudah umum digunakan pada berbagai produk biskuit di Indonesia sehingga tingkat penerimaan panelis terhadap rasa cookies berkisar dari netral sampai suka. 4. Perisa Cookies Ketiga jenis perisa cookies tidak berbeda nyata dalam nilai α = 0.05. Pernyataan tersebut didasarkan pada hasil uji hedonik dan ranking perisa cookies. Hasil uji hedonik dapat dilihat pada Gambar 7, sedangkan hasil pengujian statistik dengan ANOVA disajikan pada Lampiran 20. Hasil uji ranking perisa cookies dapat dilihat pada Gambar 8. Rata-rata skor hedonik para ibu hamil berkisar dari netral sampai suka untuk ketiga jenis perisa. Frekuensi skala hedonik menunjukkan bahwa frekuensi ‘suka’ lebih banyak daripada ‘netral’. Ditinjau dari rata-rata skor hedonik, kesukaan terhadap ketiga perisa cookies memang tidak jauh berbeda. Meskipun terlihat rata-rata skor untuk perisa coklat adalah yang paling tinggi dan semakin mendekati nilai 4 suka. Namun, berdasarkan hasil analisis sidik ragam diambil kesimpulan bahwa ketiga perisa tidak berbeda nyata α = 0.05. Kesimpulan tersebut diambil karena nilai signifikansi yang diperoleh lebih besar dari 0.05, yaitu 0.775. Nilai antar jenis perisa tidak berbeda nyata dengan α = 0.05 Paired-Samples T Test. Gambar 7. Hasil Uji Hedonik Perisa Cookies Garut Nilai antar jenis perisa tidak berbeda nyata dengan α = 0.05 Paired-Samples T Test. Gambar 8. Hasil Uji Ranking Perisa Cookies Garut Pada Gambar 8 terlihat bahwa perisa susu memiliki nilai rata-rata terkecil 1.93 dan lebih mendekati nilai 1 paling disukai. Namun, berdasarkan hasil uji ranking Lampiran 21, ketiga perisa cookies tidak berbeda nyata α = 0.05. Uji ranking merupakan uji yang paling mudah, tetapi data yang dihasilkan tidak menyajikan perbedaan yang ada antar sampel atau homogenitas antar sampel. Untuk itulah dilakukan uji hedonik untuk mendukung uji ranking tersebut Moskowitz, 2000. Makanan tambahan yang diberikan harus memiliki rasa yang familiar bagi ibu dan dapat diterima dengan baik. Dengan kata lain citarasa 3.9 a 3.7 a 3.7 a 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 Susu Keju Coklat Je nis Pe risa R a ta -r a ta S k o r H e d o n ik 1.9 a 2.0 a 2.1 a 1 1.3 1.6 1.9 2.2 2.5 2.8 Susu Keju Coklat Jenis Pe risa R a ta -r a ta S k o r R a n k in g organoleptik produk harus diterima dan disukai sehingga ibu hamil berkeinginan untuk mengkonsumsinya. Hal ini disesuaikan dengan kondisi ibu hamil yang sedang mengalami perubahan, baik secara fisiologis maupun psikologis. Atas dasar tersebut, pemberian produk cookies dinilai sudah tepat mengingat produk ini sudah umum di masyarakat, praktis, punya daya simpan relatif lama, dan mudah penyajiannya. Ketiga jenis perisa cookies pun termasuk sudah umum digunakan pada berbagai produk biskuit yang ada di pasaran. Idealnya, fortifikasi mineral tidak menyebabkan perubahan warna, rasa, metode persiapan, penampakan, ataupun mengkatalisa perubahan-perubahan lainnya yang tidak diinginkan pada makanan apabila ingin sukses digunakan dalam program fortifikasi Clydesdale dalam Bauernfeind dan Lachance, 1991. Berdasarkan hasil pengujian organoleptik, teori ideal di atas telah tercapai dalam produk CF. Fortifikasi cookies dengan vitamin A, C, asam folat, mineral besi, seng, dan iodium ternyata tidak menimbulkan mutu organoleptik yang menyimpang. Pemilihan jenis dan jumlah mineral serta vitamin yang ditambahkan telah sesuai untuk produk cookies. Hasil ini mendukung penggunaan cookies sebagai bahan pangan pembawa food carrier dalam fortifikasi pangan.

C. Karakteristik Umur Simpan CNF dan CF 1.