129 keterampilan nelayan dan pengembangan agribisnis perikanan Kjoersgaard and
Andersen 2003. Hermawan 2006 mengatakan bahwa pemanfaatan sumber daya laut perlu
dibatasi dengan pengendalian atas jumlah upaya penangkapan dan atau hasil tangkapan agar terhindar dari adanya upaya yang berlebihan, investasi modal yang
berlebihan atau kelebihan tenaga kerja. Pemanfaatan sumber daya tanpa pengendalian cenderung diikuti penipisan sumber daya stok, menurunnya hasil
tangkapan per unit upaya CPUE, serta menipisnya keuntungan yang diperoleh. Efisiensi dari satu pengaturan pemanfaatan sumber daya dapat dicapai dengan
cara penetapan upaya penangkapan sampai pada tingkat yang sesuai dengan tingkat yang diperlukan untuk memperoleh hasil tangkapan yang optimal.
Keberadaan jaring batu secara kuantitas belum menjadi masalah terhadap keberlanjutan sumber daya ikan kurau, tetapi dari sisi sosial alat ini telah
menimbulkan konflik yang sangat tinggi terhadap alat tangkap lainnya, terutamanya alat tangkap rawai. Konflik yang terjadi di Kabupaten Bengkalis ini
tentu saja mengganggu keberlanjutan usaha dari segi keamanan. Untuk meminimalkan dampak konflik terhadap alat tangkap jaring batu dengan rawai
perlu dilakukan analisis dengan pendekatan resolusi konflik. Sedangkan untuk perairan Laut Cina Selatan perlu dilakukan pengaturan terhadap alat tangkap yang
beroperasi di wilayah pengelolaannya untuk menghindari terjadinya konflik dalam pemanfaatan sumber daya.
5.6 Kesimpulan
1 Komoditi sumber daya ikan unggulan yang layak di kembangkan di perairan
Provinsi Riau dengan pendekatan aspek pasar berdasarkan urutan prioritas di perairan Selat Malaka Kabupaten Bengkalis adalah ikan kurau
Eleutheronema spp, senangin Polynemus sp, malung Muraenenson cinereus, bawal putih Pampus argenteus dan udang putih Metapenaeus
sp, sedangkan untuk perairan Laut Cina Selatan Kabupaten Indragiri Hilir adalah udang mantis
Uratos guilla nepa sp
, ikan kurau Eleutheronema spp, bawal putih Pampus argenteus, malung Muraenenson cinereus dan
tenggiri Scomberomorus sp.
130 2
Usaha perikanan tankap unggulan yang layak untuk dikembangkan di perairan Provinsi Riau dengan pendekatan aspek teknis, ekonomi, sosial dan
keramahan lingkungan berdasarkan urutan prioritas di perairan Selat Malaka Kabupaten Bengkalis adalah jaring batu bottom drift gillnet, rawai
longline, jaring atom drfit gillnet, dan jaring apollo trammelnet, sedangkan untk perairan Laut Cina Selatan Kabupaten Indragiri Hilir adalah
jaring insang hanyut drift gillnet, rawai longline, jaring udang trammelnet dan jaring batu bottom drift gillnet.
3 Estimasi nilai optimum dari komponen perikanan tangkap di perairan
Provinsi Riau adalah sebagai berikut : 1 Jumlah optimum untuk semua jenis unit penangkapan pilihan di Selat
Malaka perairan Kabupaten Bengkalis adalah sebanyak 6595 unit dengan alokasi sebagai berikut : 1 jaring batu bottom drift gillnet
208 unit, 2 rawai longline 3211 unit, 3 jaring atom drift gillnet 2862 unit, dan 4 jaring apollo trammel net 314 unit.
2 Jumlah optimum untuk semua jenis unit penangkapan pilihan di Laut Cina Selatan perairan Kabupaten Indragiri Hilir adalah 5956 unti
dengan alokasi: 1 jaring insang gillnet 3039 unit, 2 rawai longline 844 unit, 3 jaring udang trammel net 1942 unit dan 4
jaring batu bottom drift gillnet 131 unit.
6 FAKTOR KONFLIK DALAM PENGEMBANGAN USAHA
PERIKANAN TANGKAP DI PERAIRAN PROVINSI RIAU 6.1
Pendahuluan
Konflik perikanan tangkap secara umum terkait dengan pemanfaatan sumber daya ikan yang sudah sulit untuk diperoleh. Hal ini dimaksudkan terkait
dengan masalah produksi, yaitu semakin sedikitnya ikan yang dapat ditangakap oleh nelayan. Umumnya pihak-pihak yang terlibat dalam konflik adalah
kelompok nelayan tradisional. Keragaman jenis konflik perikanan tangkap banyak disebabkan oleh perbedaan persepsi nelayan tentang pengelolaan sumber daya
ikan. Potensi konflik perikanan salah satunya dapat disebabkan oleh prinsip hunting, nelayan yang harus selalu memburu dimana ikan berada, suatu
persaingan yang mengakibatkan terkonsentrasinya unit penangkapan ikan pada tempat dan waktu yang sama
.
Konflik yang terjadi antara nelayan tradisional dengan nelayan jaring batu ataupun nelayan trawl yang beroperasi di perairan Provinsi Riau merupakan
peristiwa yang sering terjadi di wilayah Pantai Timur Sumatera. Konflik dengan nelayan tradisional disebabkan pengusaha perikanan jaring batu dan trawl
menangkap pada jalur penangkapan nelayan tradisional, yaitu di bawah 3 mil laut dari garis pantai. Akibatnya, nelayan tradisional mengalami penurunan hasil
tangkapan, sebagai akibat ketidakmampuan untuk bersaing dengan nelayan jaring batu ataupun nelayan trawl. Kondisi ini menyebabkan nelayan tradisional
melakukan perlawanan dengan pembakaran dan penyanderaan terhadap kapal- kapal jaring batu dan trawl yang tertangkap.
Menyadari pentingnya mengetahui sifat konflik dalam pengembangan usaha perikanan tangkap, guna memberikan penyelesaian yang optimum, baik untuk
konflik yang sedang terjadi maupun yang mungkin terjadi, diperlukan identifikasi menyeluruh tentang pihak-pihak yang memiliki kepentingan. Identifikasi ini perlu
dilakukan guna menyusun resolusi penyelesaian konflik perikanan tangkap yang efektif. Pendekatan yang baik untuk menyusun rencana pengelolaan konflik
adalah dengan mengajak pihak-pihak yang berkepentingan berpartisipasi dalam mengembangkan pemahaman yang sama terhadap suatu konflik, dinamikanya dan
132
pengaruhnya terhadap nelayan sehingga akan lebih mampu menginterpretasikan konflik yang ada.
Resolusi konflik yang efektif diharapkan memberikan dampak positif, karena tidak semua konflik yang terjadi berdampak negatif. Konflik yang
memberikan dampak positif diperlukan dalam pengembangan ke arah yang lebih baik, yaitu dapat mempererat hubungan nelayan yang pada akhirnya tercipta
alokasi sumber daya yang adil. Melalui resolusi konflik yang sesuai akan tercipta keadaan yang positif dalam pengembangan usaha perikanan tangkap yang
bertanggung jawab dan berkelanjutan dan mendorong partisipasi nelayan sehingga tercipta keadilan antar kelompok nelayan yang dapat mengembangkan stabilitas
sosial. Upaya untuk penyelesaian konflik telah banyak dilakukan, tetapi hingga
sejauh ini hasilnya masih kurang memuaskan. Kondisi ini disebabkan antara lain : 1 belum diketahuinya tipologi konflik perikanan tangkap di lokasi penelitian, 2
belum diketahuinya faktor penyebab konflik dan teknik resolusi yang sesuai, 3 kesepakatan yang dihasilkan belum mengikutsertakan semua pihak yang memiliki
kepentingan dalam pemanfaatan sumber daya perikanan, dan 4 belum dilakukannya evaluasi terhadap kelembagaan yang menangani konflik
6.2 Tujuan penelitian