165
dengan ukuran mata jaring lebih dari enam inchi dan panjang jaring maksimal 2500
meter Lampiran 16. 6.5.2
Peran tokoh masyarakat dalam penanganan konflik
Peranan tokoh masyarakat lokal yang betul-betul dipilih dan dapat dipercaya oleh nelayan setempat sangat diperlukan mengingat keragaman persepsi nelayan
dalam pemanfaatan sumber daya perikanan tangkap selama ini. Peranan tokoh ini menjadi sangat penting terutama ketika terjadi hal-hal yang bersifat sosial
kemasyarakatan seperti penanganan konflik, pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya perikanan tangkap agar berkelanjutan.
Kegiatan perikanan di perairan Bengkalis kelihatannya tidak memiliki ketergantungan terhadap hukum dan kelembagaan formal dalam pengelolaan
usahanya. Hasil wawancara di lokasi penelitian para nelayan memilih tokoh masyarakat yang ada atau cukup sesama nelayan dalam berdiskusi tentang
pengelolaan perikanan. Tokoh tersebut adalah ketua rukunkelompok nelayan yang secara kebetulan menjadi tokoh pemuda. Ketua rukun nelayan tersebut
cukup berpengaruh dalam pertemuan-pertemuan mengenai usaha perikanan. Urairan tersebut dapat diidentifikasi bahwa keberadaan tokoh masyarakat
lokal atau tokoh masyarakat sangat berpengaruh dalam lingkungan komunitas nelayan. Peran tokoh masyarakat ini biasanya dapat lebih didengar pendapat-
pendapatnya sehingga dapat berperan dalam upaya-upaya positif dalam penanganan konflik di lokasi penelitian.
6.5.3 Peran kelembagaan non pemerintah dalam penanganan konflik
Kelembagan lokal non pemerintah yang mendukung pengelolaan sumber daya perikanan memegang peranan penting dalam keberkanjutan sumber daya
perikanan. Kelembagaan non pemerintah yang ikut membantu nelayan dalam penanganan konflik di Kecamatan Bantan Kabupaten Bengkalis diantaranya
Yayasan Laksana Samudera, WALHI Riau, Bahtera Melayu dan Laskar Melayu. Keberadaan kelembagaan non pemerintah ini selain atas inisiatif sendiri juga
merupakan perwujudan dari keinginan para nelayan itu sendiri yang mengkhawatirkan akan semakin menurunnya hasil tangkapan sebagai akibat
beroperasinya jaring batu di perairan Kecamatan Bantan.
166
Kelembagaan non pemerintah yang mendukung pengelolaan sumber daya perikanan di perairan Bengkalis memang sudah ada dan cukup berperan. Hal ini
memperkuat posisi dan menyeimbangkan kekuatan nelayan dalam penegasan wilayah tangkap nelayan rawai.
6.5.4 Lembaga pengawas dalam penanganan konflik
Lembaga formal yang selama ini diharapkan dapat membantu menyelesaikan permasalahan pengamanan laut seperti Polairut, dianggap besar
pengaruhnya ketika sudah terjadi konflik sosial antar nelayan, seperti yang terjadi pada tahun 2003. Pengawasan pengelolaan sumber daya ikan belum dilakukan
oleh lembaga formal yang ada. Nelayan juga merasakan kurangnya ketersediaan personil pengawas dan penegak hukum yang dapat membantu keberlanjutan
sumber daya ikan di perairan Bengkalis.
6.5.5 Efektivitas kelembagaan yang menangani konflik
Problem utama dalam pembangunan kelautan sejak Orde Baru hingga saat ini adalah bagaimana menciptakan suatu mekanisme kelembagaan yang
menunjang pengelolaan sumber daya kelautan. Perlunya pengelolaan sumber daya ikan dilandasi oleh dukungan data dan informasi serta teknologi bagi bahan
penyusunan berbagai
formulasi rencana
kebijakan pengelolaan
dan pengembangan perikanan laut, maka diperlukan aransemen institusional yang bisa
menata kelembagaan yang tepat guna. Peran hukum dan kelembagaan di Provinsi Riau dalam menegakkan
peraturan ini menjadi penting. Hukum apa yang berlaku dalam perikanan dan kelautan di Provinsi Riau, seberapa jauh hukum tersebut berperan dan ditegakkan,
hal itulah yang mendasari perlunya kesadaran hukum dalam upaya pengelolaan sumber daya hayati kelautan di provinsi ini dalam rangka mewujudkan
pembangunan berkelanjutan sustainable development. Kebijakan perikanan tangkap melibatkan para pembuat kebijakan pemerintah dan para pemanfaat
sumber daya perikanan sehingga diperlukan hukum dan kelembagaan yang menangani baik pengelolaan sumber daya, konflik, kendala-kendala maupun
pengawasannya.
167
6.6 Pembahasan