45
berbatasan  dengan  Laut  Cina  Selatan  adalah  Kabupaten  Indragiri  Hilir  dan Kabupaten Pelalawan
4.2 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja perikanan tangkap di Provinsi Riau.
4.3 Metode Penelitian
4.3.1 Metode pengumpulan data
Penelitian  pada  Bab  4  ini  merupakan  penelitian  kepustakaan.  Data  yang digunakan  dalam  penelitian  ini  merupakan  data  sekunder,  yaitu  Data  Statistik
Perikanan  Provinsi  Riau  dari  tahun  1999-2007  yang  diperoleh  berdasarkan laporan dinas perikanan dan instansi lainnya yang berwenang mengeluarkan data
tersebut.
4.3.2 Metode analisis data
Data  dianalisis  dengan  menggunakan  statistika  deskriptif  Santoso  2009, yaitu metode yang berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian suatu nilai hasil
pengamatan  data  sehingga  memberikan  informasi  yang  berguna  bagi  pihak- pihak yang berkepentingan terhadap data tersebut. Dalam statistik deskriptif, yang
perlu  mendapatkan  penekanan,  adalah  memberikan  informasi  hanya  mengenai data  yang  dipunyai  data  sampel  dan  tidak  memberikan  kesimpulan  apapun
tentang data populasi. Penyampaian informasi data tersebut antara lain berbentuk diagram, tabel, grafik dan besaran-besaran lainnya.
4.4 Hasil dan Pembahasan
4.4.1 Potensi sumber daya ikan
Batas  wilayah  Provinsi  Riau  setelah  pemekaran  di  mana  sebelah  Utara berbatasan dengan Laut Cina Selatan, sebelah  Timur berbatasan dengan Malaysia
dan  Provinsi  Kalimantan  Barat,  sebelah  Selatan  berbatasan  dengan  Provinsi Sumatera Selatan dan Provinsi Jambi, sebelah Barat berbatasan dengan Singapura,
Malaysia,  dan  Provinsi  Kepulaun  Riau.  Batas  wilayah  tersebut  menunjukkan Provinsi  Riau  berada  di  pesisir  Laut  Cina  Selatan  dan  Selat  Malaka,  walaupun
luas  wilayah  laut  berkurang  namun  potensi  sumberdaya  perikanan  dan  kelautan yang dimiliki masih cukup potensil untuk dikembangkan.
46
Tingkat  pemanfaatan  potensi  sumber  daya  laut  di  perairan  Selat  Malaka sudah  harus  mendapat  perhatian  dan  dilakukan  dengan  prinsip  kehati-hatian
precautionary  approach,  karena  tingkat  pemanfaatannya  telah  mencapai 113,64  sedangkan  tingkat  pemanfaatan  di  perairan  Laut  Cina  Selatan  baru
mencapai 60,03 DPK Provinsi Riau 2007, walaupun data tersebut perlu dikaji lebih  lanjut  setelah  adanya  perubahan  wilayah  administrasi.  Kajian  yang
dibutuhkan  adalah  melakukan  evaluasi  kembali  terhadap  potensi  sumberdaya perikanan,  khususnya  perikanan  tangkap.  Pencapaian  pengembangan  perikanan
tangkap  yang  berkelanjutan  membutuhkan  adanya  evaluasi  dan  kajian  terhadap potensi  yang  ada  sehingga  penetapan  kebijakan  pengembangan  dapat  ditetapkan
berdasarkan daya dukung sumberdaya perikanan tangkap. Informasi  mengenai  potensi  sumberdaya  ikan  sangat  diperlukan  untuk
melakukan  perencanaan  pembangunan  perikanan  tangkap  yang  tepat,  guna mewujudkan aktivitas perikanan tangkap yang optimal, lestari dan berkelanjutan.
Kelengkapan dan ketepatan informasi ini sangat ditentukan oleh ketersediaan dan keakuratan data dasar, seperti dari hasil survei kapal-kapal penelitian maupun dari
kualitas  data  statistik  perikanan  tangkap  yang  terkumpul.  Secara  umum ketersediaan data dasar untuk mengestimasi potensi sumberdaya ikan di Provinsi
Riau  masih  terbatas,  baik  yang  berasal  dari  hasil  survei  kapal-kapal  penelitian maupun  dari  statistik  perikanan  tangkap,  sehingga  penyajian  informasi  potensi
sumberdaya ikan yang lebih rinci menjadi sulit untuk dilakukan.
4.4.2 Produksi dan komoditi utama perikanan tangkap
Karakteristik  perairan  laut  antara  Selat  Malaka  dan  Laut  Cina  Selatan memberikan  keragaman  dan  komposisi  jenis  sumberdaya  hayati  laut  yang
terkandung  di  dalamnya  relatif  berbeda.  Tahun  2007,  total  produksi  perikanan tangkap  yang  dihasilkan  melalui  kegiatan  penangkapan  ikan  di  perairan  laut
Provinsi  Riau  mencapai  102.090,2  ton  dengan  nilai  produksi  sebesar  Rp. 1.268.943.455.000 DPK Provinsi Riau  2007.
Kecenderungan produksi perikanan tangkap di Provinsi Riau selama 9 tahun terakhir  1999-2007  berdasarkan  data  DPK  berfluktuasi  dengan  produksi
tertinggi  terjadi  pada  tahun  2003  sebesar  313.473,4  ton  dan  produksi  terendah pada  tahun  2005  sebesar  97.781,6  ton.  Rendahnya  produksi  di  tahun  2005  ini
47
terjadi  akibat  dampak  berpisahnya  Kepulauan  Riau  dari  Provinsi  Riau  pada tanggal  1  Juli  2004,  terutama  untuk  penangkapan  laut  menurun  82,21,  yaitu
sebesar  133.439,7  ton.  Namun  demikian,  pada  tahun  2007  produksi  perikanan tangkap  di  Provinsi  Riau  mulai  menunjukkan  peningkatan.  Berdasarkan  data
tersebut dapat dinyatakan bahwa aktivitas perikanan tangkap di provinsi ini  mulai berangsur pulih.  Kecenderungan produksi perikanan tangkap Povinsi Riau dalam
kurun waktu 9 tahun terakhir ditunjukkan pada Gambar 6.
Gambar 6    Kecenderungan produksi perikanan tangkap di Provinsi Riau tahun 1999-2007.
Jumlah  hasil  tangkapan  dari  para  nelayan  yang  berbasis  di  Selat  Malaka pada  tahun  2007  memberikan  kontribusi  sebesar  64,9  terhadap  total  produksi
perikanan tangkap di Provinsi Riau.  Produksi perikanan tangkap yang didaratkan di  wilayah  ini  tercatat  sebanyak  66.327,7  ton  dan  menghasilkan  nilai  produksi
sebesar  Rp.  990.010.252.000    Produksi  ikan  terbesar  dihasilkan  oleh  Kabupaten Rokan Hilir dengan volume sebanyak 51.123,7 ton. Sementara itu, untuk produksi
perikanan tangkap di perairan Laut Cina Selatan pada tahun 2007 tercatat sebesar 35.762,5  ton  dan  menghasilkan  nilai  produksi  sebesar  Rp.  374.974.107.000.
Produksi  ikan  terbesar  dihasilkan  oleh  Kabupaten  Indragiri  Hilir  dengan  volume sebanyak 34.780,8 ton DPK Provinsi Riau 2007. Kontribusi produksi perikanan
tangkap menurut wilayah perairan dan kabupatenkota di Provinsi  Riau disajikan pada Gambar 7.
Lima  jenis  komoditi  utama  yang  merupakan  hasil  tangkapan  dominan nelayan di Perairan Selat Malaka tahun 2007 adalah udang putih, mayung, parang,
50000 100000
150000 200000
250000 300000
350000
1999 2000
2001 2002
2003 2004
2005 2006
2007
Tahun
P ro
d u
k s
i t
o n
t a
h u
n
Sebelum Pemekaran Setelah Pemekaran
48
tenggiri dan swanggi Tabel 2. Kontribusi produksi lima jenis komoditi utama ini sebesar 40 dari total produksi perikanan tangkap yang di daratkan dari perairan
Selat Malaka.  Pada Laut Cina Selatan lima jenis komoditi hasil tangkapan paling dominan adalah gulamah, swanggi, udang putih, bawal putih dan belanak Tabel
3.  Jumlah  produksi  lima  jenis  komoditi  utama  tersebut  memberikan  kontribusi sebesar 33 dari total produksi perikanan tangkap yang di daratkan dari  perairan
Laut Cina Selatan.
Gambar  7  Kontribusi  produksi  perikanan  tangkap  menurut  wilayah  perairan  dan kabupatenkota di Provinsi Riau Tahun 2007.
Tabel   2   Produksi dan  nilai  produksi 10  jenis  hasil  tangkapan  dominan di  Selat
Malaka Provinsi Riau Tahun 2007
Jenis ikan Nama international
Produksi ton
Nilai Produksi x Rp 1.000,-
Udang Putih Giant tiger prawn
6952 206.585.000
Mayung Seacat fishes
5554,2 64.499.800
Parang Herrins
4878,3 77.390.200
Tenggiri Narraw barred king mackerel
4567,0 82.222.600
Swanggi Big eyes
4014,3 42.999.600
Senangin Treadfins
2965,8 53.356.500
Bawal Putih Silver pomfret
2894,3 81.990.000
Pari Cawtail ray
2208,5 29.677.800
Gulamah Croakers Drums
2074,9 20.085.700
Kakap Seaperch
1958,6 58.129.300
Sumber:  Statistik Perikanan Tangkap Provinsi Riau  tahun 2007
P elalawan 1
Dumai 2
Indragiri Hilir 34
R okan Hilir 50
B engkalis 12
S iak 1
S e la t  Ma la ka   65 L a u t  C in a   S e la ta n   35
S elat Malaka : K abupaten S iak
K otamadya Dumai K abupaten B engkalis
K abupaten R okan Hilir L aut C ina S elatan :
K abupaten Indragiri Hilir K abupaten P elalawan
49 Tabel  3   Produksi dan nilai produksi 10 jenis hasil tangkapan dominan di perairan Laut
Cina Selatan Provinsi Riau Tahun 2007
Jenis ikan Nama international
Produksi ton Nilai Produksi
x Rp 1.000,-
Gulamah Croakers Drums
1773,7 11.200.900
Swanggi Big eyes
1547,1 8.026.200
Udang Putih Giant tiger prawn
1492,4 22.547.800
Bawal Putih Silver pomfret
871,0 13.032.800
Belanak Mullets
729,1 9.973.800
Pari Cawtail ray
688,5 4.877.800
Parang Herrins
679,1 7.674.800
Mayung Seacat fishes
644,9 8.026.200
Udang Dogol Metapeneus shrimps
593,6 7.520.100
Tetengkek Hardtail scad
590,4 7.084.800
Sumber:  Statistik Perikanan Tangkap Provinsi Riau  tahun 2007
4.4.3 Armada perikanan tangkap
Total armada perikanan tangkap di Provinsi  Riau pada tahun 2007  tercatat sebanyak    11.516  unit  dengan  komposisi  perahu  tanpa  motor  sebesar  4.042  unit
35,1,  motor  tempel  403  unit  3,5,  dan  kapal  motor  7.071  unit  61,4. Berdasarkan  data  statistik  tersebut,  armada  perikanan  tangkap  di  Provinsi  Riau
dapat  dinyatakan  tergolong  maju,  karena  lebih  dari  60  telah  menggunakan mesin  sebagai  tenaga  penggeraknya.  Namun  demikian,  diperkirakan  lebih  dari
90 ukuran kapalnya masih 30 GT kebawah, yang berarti kemampuan jelajahnya hanya terbatas disekitar perairan teritorial dan kepulauan.
Kecenderungan jumlah armada perikanan tangkap di Provinsi Riau selama 9 tahun  terakhir  1999
–  2007  secara  umum  cenderung  mengalami  peningkatan. Walaupun  pada  saat  berpisahnya  Kepulauan  Riau  jumlah  armada  perikanan
tangkap  mengalami  penurunan,  namun  setelah  itu  mengalami  peningkatan kembali  secara  bertahap.    Kecenderungan  jumlah  armada  perikanan  tangkap  di
Povinsi Riau dalam kurun waktu 9 tahun terakhir ditunjukkan pada Gambar 8.
Jumlah armada perikanan tangkap yang berbasis di Selat Malaka pada tahun 2007  memberikan  kontribusi  sebesar  71  terhadap  total  armada  perikanan
tangkap Provinsi  Riau.  Jumlah  armada perikanan tangkap di wilayah  ini terdata sebanyak 8.148 unit.   Jumlah armada terbanyak  berada di  Kabupaten Bengkalis,
yakni  sebanyak  4.832  unit.    Sementara  itu,  untuk  jumlah  armada  perikanan tangkap di Laut Cina Selatan terdata sebanyak 3.368 unit.  Pada wilayah perairan
50
ini  jumlah  armada  terbanyak  dimiliki  oleh  Kabupaten  Indragiri  Hilir,  yaitu sebanyak 2.998 unit.  Sebaran jumlah armada perikanan tangkap menurut wilayah
perairan  dan  kabupatenkota  di  Provinsi  Riau  disajikan  pada  Gambar    9. Kecenderungan  rataan  nilai  produktivitas  setiap  armada  penangkapan  ikan  di
Provinsi Riau Tahun 1999 –2007 disajikan pada Gambar 10.
Gambar 8 Kecenderungan jumlah armada perikanan tangkap di Provinsi Riau
Tahun 1999 – 2007.
Gambar 9   Distribusi jumlah armada perikanan tangkap menurut wilayah perairan
dan kabupatenkota di Provinsi Riau tahun 2007.
5000 10000
15000 20000
25000 30000
35000 40000
45000
1999 2000
2001 2002
2003 2004
2005 2006
2007
Tahun
J u
m la
h A
rm a
d a
Pe n
a n
g k
a p
a n
u n
it
sebelum pemekaran setelah pemekaran
S iak 2
Dumai 4
P elalawan 3
B engkalis 43
R okan Hilir 22
Indragiri Hilir 26
S elat Malaka : K abupaten S iak
K otamadya Dumai K abupaten B engkalis
K abupaten R okan Hilir L aut C ina S elatan :
K abupaten Indragiri Hilir K abupaten P elalawan
L a u t  C in a   S e la ta n   29 S e la t  Ma la ka   71
51
Gambar  10  Kecenderungan  rataan  tingkat  produktivitas  armada  perikanan
tangkap di Provinsi Riau tahun 1999-2007.
4.4.4 Alat penangkapan ikan
Jumlah  alat  penangkapan  ikan  di  Provinsi  Riau  pada  tahun  2007  terdata sebanyak 14.053 unit yang terdiri dari 27 jenis alat tangkap.  Jenis alat penangkap
ikan  yang  paling  dominan  digunakan  oleh  para  nelayan  di  provinsi  ini  adalah pukat tarik 567 unit 4,  jaring  insang  hanyut  4.258 unit 30,3,  trammel  net
747 unit 5,3, serok 520 unit 3,7, rawai tetap 632 unit 4,5, belat pantai 739  unit  5,3  dan  bubuperangkap  3078  unit  21,9.    Dari  gambaran  diatas
dapat  dinyatakan  bahwa  mayoritas  30,3  nelayan  Provinsi  Riau  masih menggunakan  alat  tangkap  jaring  insang  hanyut  atau  drift  gillnet  dan
bubuperangkap,  secara  umum  masih  tergolong  ke  dalam  alat  penangkap  ikan dengan teknologi yang sederhana DPK Provinsi Riau  2007.
Dilihat  dari  konstruksi,  jenis  bahan  dan  ukuran  yang  digunakan  terdapat
perbedaan pada masing-masing alat tangkap tersebut Lampiran 1-4. 1
Jaring insang hanyut Drift gillnet
Jaring yang digunakan nelayan Perairan Selat Malaka Kabupaten Bengkalis dan  Perairan  Laut  Cina  Selatan  Kabupaten  Indragiri  Hilir  adalah  jaring  insang
hanyut  drift  gillnet  yang  berbentuk  empat  persegi  panjang.  Pemberian  nama jaring di daerah ini adalah berdasarkan jenis bahan yang digunakan seperti jaring
tangsi,  jaring  nilon  dan  ada  berdasarkan  jenis  ikan  yang  menjadi  tujuan penangkapan  seperti  jaring  bawal,  jaring  tenggiri,  jaring  senangin  dan  jaring
Perkembangan Produktivitas Armada Perikanan Tangkap Laut di Provinsi Riau Tahun 1999-2007
8,87 9,23
9,38 7,96
9,57 8,99
8,68 8,37
7,35
2 4
6 8
10 12
1999 2000
2001 2002
2003 2004
2005 2006
2007
Pr od
uk tiv
ita s
A rm
ad a
to n
un it
ta hu
n
Sebelum pemekaran Setelah pemekaran
52
kurau.    Secara  umum,  seluruh  jenis  jaring  kecuali  jaring  kurau  memiliki  ukuran panjang  dan  lebar  yang  tidak  jauh  berbeda,  di  mana  panjang  satu  piecekeping
berkisar  antara  40 –50  m  dan  lebar  3–5  m.  Satu  unit  jaring  berjumlah    4–100
piecekeping,  harga  per  piece  berkisar  antara  Rp  400.000 –  Rp  500.000,  umur
ekonomisnya lebih kurang 3 tahun. Konstruksi jaring insang hanyut terdiri dari, tubuh jaring webbing, tali ris
atas,  peluntang,  tali  pelampung,  pelampung,  pelampung  tanda,  bendera  tanda, lampu kelap-kelip, tali ris bawah dan pemberat. Tubuh jaring terbuat  dari bahan
polyamide  PA  monofilament  berwarna  bening  berdiameter  0,30 –0,50 mm atau
polyethilene PE multifilamen berwarna biru, hijau atau coklat nomor 30 atau 42. Ukuran mata jaring berkitar 1
– 4 inci, dengan jenis simpul trawler knot. Tali ris atas  dan  tali  ris  bawah  terdiri  dari  dua  lapis  terbuat  dari  nilon    polyetilene  PE
berdiameter 4-5  mm. Peluntang atau pantau terbuat dari  bahan  polyvinylchloride PVC  type  silinder  berdiameter  10  cm  dan    panjang  23  cm.  Dalam  satu  piece
banyak peluntang berkisar antara 20-50 buah yang diikatkan pada tali ris atas. Tali pelampung  terbuat  dari  bahan  polyetilene  PE  berdiameter    sekitar  6  mm  yang
panjangnya  sesuai  dengan  posisi  jaring  dalam  perairan.  Pelampung  terbuat  dari bahan polypropyline PP berdiameter sekitar 2,5 cm dan panjang sekitar 8,5 cm.
Pelampung  umumnya  berwarna  putih  dalam  satu  piece  berjumlah  sekitar  20. Pemberat terbuat dari timah berbentuk lingkaran  berdiameter 10 cm  dengan berat
sekitar 100 grambuah, jumlah dalam satu piece sebanyak 10 –15 buah.
Daerah penangkapan jaring berada di sekitar perairan selat, perairan pinggir pantai, dan lepas pantai Selat Malaka. Penangkapan di perairan selat dan pinggir
pantai merupakan penangkapan harian yang pengoperasian alat tangkap umumnya dilakukan  pada  waktu  siang  hari  yakni  berangkat  subuh  dan  kembali  sore.
Penangkapan  di  perairan  lepas  pantai  merupakan  penangkapan  yang  dilakukan siang  dan  malam  hari  selama  4  sampai  10  haritrip  dan  setelah  itu  kembali  ke
pantai.    Jaring  dapat  dioperasikan  selama  kurang  lebih  sembilan  bulan  dalam setahun dan selama 18
–21 hari dalam satu bulan. Pengoperasiannya menggunakan perahu dayung atau perahukapal motor. Perahukapal motor menggunakan mesin
diesel  merek  Yanmar  atau  Dompeng.  Perahu  dayung,  perahukapal  motor  dan mesin memiliki ketahanan kurang lebih 10 tahun. Harga satu unit perahu dayung
53
kurang lebih Rp 1.000.000, perahukapal motor kurang lebih Rp 25.000.000,- dan mesin  Rp  15.000.000,-.  Jenis  tangkapan  jaring  antara  lain  adalah  ikan  senangin,
tenggiri,  bawal  hitam,  bawal  putih,  parang-parang,  nomeilomek,  biang,  kurisi, gulamah, tetengkek, belanak, terubuk, selar, kembung dan ikan lainnya.
2 Jaring kurau
Bottom drift gillnet
Jaring  kurau  memiliki  konstruksi  yang  sama  dengan  jaring  insang,  namun karena tujuan penangkapannya adalah untuk menangkap jenis ikan dasar terutama
ikan  kurau,  maka  jaring  ini  disebut  juga  jaring  dasar  bottom  gillnet.  Di  daerah Kabupaten Bengkalis Kabupaten Indragiri Hilir jaring kurau disebut juga dengan
nama jaring batu. Konstruksi  jaring  kurau  terdiri  dari,  tubuh  jaring  webbing,  tali  ris  atas,
peluntang,  tali  pelampung,  pelampung,  pelampung  tanda,  bendera  tanda,  lampu kelap-kelip,  tali  ris  bawah  dan  pemberat.  Tubuh  jaring  terbuat  dari  bahan
polyetilene PE multifilamen  nomor 30, 42 dan  48 berwarna  biru, hijau, kuning atau  merah.  Panjang  tubuh  jaring  perkeping  sekitar  20
–30  m,  lebar  5–6  m  dan ukuran mata jaring sekitar 4,5
–8 inci dengan jenis simpul trawler knot. Satu unit jaring berjumlah 30
–100 piecekeping dengan hargapiece berkisar Rp 750.000 – Rp 1.000.000,- dan umur ekonomis 3 tahun. Tali ris atas dan tali ris bawah terdiri
dari dua  lapis terbuat dari  nilon   polyetilen PE berdiameter 4-5 mm. Peluntang atau pantau terbuat dari bahan polyvinylchlor PVC type selinder berdiameter 10
cm  dan    panjang  23  cm.  Dalam  satu  piece  banyak  peluntang  40  buah  yang diikatkan  pada  tali  ris  atas.  Tali  pelampung  terbuat  dari  bahan  polyetilene  PE
berdiameter  sekitar 6 mm yang panjangnya sekitar 30 m. Pelampung terbuat dari bahan polypropyline PP berdiameter sekitar 2,5 cm dan panjang sekitar 8,5 cm.
Pelampung umumnya berwarna putih  dalam 4-5 piece terdapat 1 buah. Pemberat terbuat dari semen berbentuk lempengan berdiameter 20 cm, tebal 2,5 cm dengan
berat sekitar 1kgbuah, dalam setiap piece memiliki 7 –8 buah pemberat.
Alat tangkap jaring kurau dapat dioperasikan selama kurang lebih sembilan bulan  dalam  setahun  dan  selama  18
–20  hari  dalam  satu  bulan.  Daerah penangkapan  jaring kurau di  sekitar perairan  lepas pantai Selat Malaka dengan
menggunakan  perahukapal  motor.  Perahukapal  motor  menggunakan  mesin diesel  merek  Yanmar,  Mitsubishi  atau  Dompeng.  Perahukapal  motor  dan  mesin
54
memiliki  ketahanan  kurang  lebih  10  tahun.    Harga  satu  unit  perahukapal  motor kurang  lebih  Rp  40.000.000,-  dan  mesin  Rp  30.000.000,-.  Jenis  hasil  tangkapan
jaring kurau adalah ikan senangin, kurau, sebelah, manyung, gerot, kerapu, kakap, cucut dan ikan lainnya.
3 Jaring udang
Trammel net
Konstruksi  jaring  udang  tidak  jauh  berbeda  dengan  alat  tangkap  jaring insang  yaitu  terdiri  dari  tubuh  jaring  webbing,  tali  ris  atas,  peluntang,  tali
pelampung,  pelampung,  pelampung  tanda,  bendera  tanda,  tali  ris  bawah  dan pemberat.  Tubuh  jaring  terdiri  dari  3  lapis,  lapisan  tengah  inner  net  dan  dua
lapisan  luar  outer  net.  Ukuran  mata  jaring  lapisan  tengah  tiap  piecekeping berbeda  yakni  1,25  inci,  1,5  inci,  1,75  inci  dan  2  inci  atau  tergantung  kepada
besar  udang  yang  menjadi  tujuan  penangkapan.    Sedangkan  ukuran  mata  jaring lapisan luar berkisar antara 5
–10 inci. Satu unit jaring udang berjumlah 5
–10 piece atau keping, panjang satu piece sekitar  30-35  m  dan  lebar  2  m,  dengan  hargapiece  sekitar  kurang  lebih  Rp
500.000,-  dan  umur  ekonomis  3  tahun.  Bahan  terbuat  dari  nilon  monofilamen berwarna  bening,  dengan  nomor  benang  210  D2  untuk  inner  net  dan  210  D6
untuk outer net.  Ketiga lapisan jaring tersebut diperkuat salvage atas dan salvage bawah  yang  fungsinya  untuk  mengokohkan  tubuh  jaring.    Salvage  terbuat  dari
bahan kuralon dengan ukuran mata  jaring  sekitar 1,75 inci. Jumlah mata  arah ke bawah lebar untuk salvage bagian atas satu mata dan salvage bagian bawah tiga
mata. Daerah  penangkapan  jaring    di  sekitar  perairan  selat  dan  perairan  pinggir
pantai  dengan  menggunakan  perahu  dayung  atau  perahu  motor.  Perahu  motor menggunakan mesin diesel merek Yanmar atau Dompeng. Perahu dayung, perahu
motor    dan  mesin  memiliki  ketahanan  kurang  lebih  10  tahun.  Harga  satu  unit perahu dayung kurang  lebih Rp 1.000.000,- perahukapal  motor kurang  lebih Rp
5.000.000,-  dan  mesin  Rp  3.500.000,-.  Penangkapan  jaring  udang  dalam  satu tahun dapat dilakukan selama kurang  lebih  sembilan  bulan dan dalam satu bulan
selama  18 –21 hari.  Jenis  hasil tangkapannya  adalah udang, putih, udang  merah,
cumi-cumi, kepiting, ikan senangin, parang-parang, gulamah, dan ikan lainnya.
55
4 Rawai tetap
Set  longline
Alat  tangkap  rawai  yang  digunakan  nelayan  Kabupaten  Bengkalis  dan Kabupaten Indragiri Hilir adalah rawai tetap set longline. Alat tangkap ini terdiri
dari  tali  utama  main  line,  tali  cabang  branch  line,  mata  pancing,  tali pelampung, pelampung, bendera, lampu kelap-kelip, tali pemberat, pemberat, tali
jangkar dan jangkar. Tali  utama  terbuat  dari  bahan  polyethylene  PE  multifilamen  berdiameter
0,5 –1 cm dan panjang 400–600 m. Tali cabang terbuat dari bahan polyamide PA
monofilamen  berdiameter 1  mm dan panjang kurang  lebih  1  m.  Tali  cabang  ini adalah  untuk  mengikat  mata  pancing,  di  mana  dalam    satu  basketbakul
berjumlah 200-250 helai.  Mata pancing terbuat dari bahan besi baja berukuran 5, 6,  7  atau  8.  Tali  pelampung,  tali  pemberat  dan  tali  jangkar  terbuat  dari  bahan
polyethylene  PE  multifilamen  berdiameter  0,5  cm  dengan  panjang  sekitar  1  m. Pelampung    berwarna  putih  terbuat  dari  bahan  plastik  berbentuk  silinder
berdiameter 20 cm dan panjang 50 cm.  Pemberat dari  bahan semen atau karang berbentuk  bulat  dengan  berat  500  gr  dan  berjumlah  sekitar  100  buahbasket.
Jangkar terbuat dari bahan besi dan kayu yang memiliki mata kait berukuran 7 cm dan gando berukuran 35 cm. Pada tengah  gando diberi pemberat seberat kurang
lebih 250 gram. Satu unit rawai berjumlah 2 –30 basketbakul, hargabasket sekitar
Rp 750.000,-, dengan ketahanan alat sekitar  3 tahun. Alat tangkap rawai dioperasikan di sekitar perairan selat, perairan pantai dan
lepas  pantai  dengan  menggunakan  perahu  dayung  atau  perahukapal  motor. Perahukapal  motor  menggunakan  mesin  diesel  merek  Yanmar  atau  Dompeng.
Perahu  dayung,  perahukapal  motor  dan  mesin  memiliki  ketahanan  kurang  lebih 10  tahun.  Harga  satu  unit  perahu  dayung  kurang  lebih  Rp  1.000.000,-
perahukapal  motor  kurang  lebih  Rp  10.000.000,-  dan  mesin  Rp  7.500.000,-. Pengoperasian penangkapan rawai dalam satu tahun selama kurang lebih sembilan
bulan dan dalam satu bulan selama 18 –21 hari. Jenis hasil tangkapan rawai antara
lain  adalah  ikan  kurau,  gerot,  malung,  duri,  pari,  sembilang,  merah,  kerapu, lencam, kakap dan cucut.
56
5 Gombang
stow nets
Gombang  adalah  alat  penangkapan  ikan  dan  udang  bersifat  statis  yang dipasang  semi  parmanen  yang  menentang  arus  perairan  arus  pasang  dan  surut.
Konstruksi alat penangkapan gombang  atau stow nets terdiri dari jaring gombang, tali  ris  atas  dan  tali  ris  bawah,  tali  pelampung,  tali  pemberat,  pelampung  dan
pemberat.   Panjang  jaring gombang  sekitar 25  m  yang terdiri dari  bagian sayap 13  m,  mulut  7  m,  tubuh  13  m  dan  kantong  2  m.  Bahan  gombang  terbuat  dari
polyethyline  PE  multifilamen  berwarna  hijau.    Pada  bagian  sayap,  mulut  dan tubuh dirajut dengan jenis simpul   double english knot dan pada  bagian kantong
dirajut dengan jenis simpul woven knot. Ukuran mesh size pada bagain sayap 150 mm,  bagian  mulut  95  mm,  bagian tubuh terdiri  dari 4  bagaian  yaitu 45  mm, 30
mm, 25 mm dan 20 mm serta bagian kantong 5 mm. Tali  ris  atas  dan  tali  ris  bawah  terbuat  dari  bahan  polyethyline  PE
multifilamen berdiameter  15 mm. Tali pelampung dan tali pemberat terbuat dari bahan  polyethyline PE berdiameter 6 mm  yang  panjangnya disesuaikan dengan
kedalaman. Pelampung yang digunakan  dalam satu kantong jaring sebanyak 3 –5
buah,  1  buah  diikatkan  pada  bagian  tengah  mulut  tali  ris  atas  dan  dua  buah diikatkan  pada  ujung  kiri  kanan  sayap.  Pelampung  ini  terbuat  dari  bahan
polyethyline  PE  yang  memiliki  panjang  15  cm,  lebar  50  cm  dan  tinggi  60  cm. Pemberat terbuat dari bahan semen atau batu yang mempunyai 5-7 kg. Pemberat
ini  berjumlah  1  buahkantong  yang  diikatkan  pada  bagian  tengah  mulut  tali  ris bawah.  Satu  unit  gombang  berjumlah  2-20  kantong,  hargakantong  sekitar  Rp
1.000.000,- dengan ketahanan  alat kurang lebih 3 tahun. Daerah penangkapan gombang  di sekitar perairan selat dan perairan pinggir
pantai  pada  kedalaman  kurang  lebih  10  meter.  Penangkapan  dilakukan  pada waktu arus pasang dan surut siang dan malam hari, sedangkan pengambilan hasil
tangkapan  dilakukan  ketika  kecepatan  arus  pasang  atau  surut  mulai  melemah. Pengoperasian  alat  pengambilan  hasil  tangkapan  menggunakan  perahu  dayung
atau  perahukapal  motor.  Perahukapal  motor  menggunakan  mesin  diesel  merek Yanmar atau Dompeng. Perahu dayung, perahukapal motor  dan mesin memiliki
ketahanan kurang lebih 10 tahun. Harga satu unit perahu dayung  kurang lebih Rp 1.000.000,-  perahukapal  motor  kurang  lebih  Rp  10.000.000,-  dan  mesin  Rp
57
7.500.000,-.  Alat  tangkap  gombang  dapat  dioperasikan  selama  kurang  lebih sembilan  bulan  dalam  setahun  dan  dalam  satu  bulan  selama  20
–21  hari  yang dibagi  dalam  dua  tripperiode.  Periode  pertama  mulai    11  sampai  21  hari  bulan
dan periode kedua 26 sampai 6 hari bulan. Jenis hasil tangkapan gombang antara lain  ikan  teri,    tenggiri,  bawal  hitam,  bawal  putih,  parang-parang,  nomei,  biang,
gulamah,  tetengkek,  belanak,  terubuk,  layur,  selar,  pari,  udang  pepay,  udang putih, udang  merah dan jenis udang lainnya.
6 Ambaicici
Stow nets
Ambai adalah alat penangkapan ikan dan udang bersifat statis yang dipasang parmanen  menghadang  arus  pasang  dan  arus  surut.  Ambaicici  memiliki
konstruksi  yang  tidak  jauh  berbeda  dengan  gombang.    Ambai  tidak  terdapat sayap,  pelampung  dan  pemberat.  Agar  mulut  ambai  atau  cici  terbuka  digunakan
rotan yang  menekan tali ris bawah. Rotan ini berdampingan dengan kayu nibung yang  ditancapkan  ke  dasar  perairan.  Panjang  kayu  nibung  ini  sekitar  12  m  yang
dilengkapi dengan dua buah gelang-gelang  dari rotan tempat mengikatkan  kedua ujung    tali    ris  atas  dan  bawah.  Dalam  satu  kantong  terdapat  dua  batang  kayu
nibung  Oncossperma  filamentosa,  dua  batang  rotan  dan  empat  gelang-gelang, dan  dalam  dua  kantong  terdapat  tiga  batang  kayu  nibung,  tiga  batang  rotan  dan
enam  gelang-gelang.  Disamping    itu  terdapat  juga  tiang  penyokong,  kayu pegangan,  kayu pijakan, kawat penyokong dan tali dahi.
Jaring  ambai  atau  cici  memiliki  panjang    sekitar  14  m  dengan  mesh  size yang  berbeda-beda, bagian  mulut 50 mm, tubuh  35 mm dan 20  mm  serta bagian
kantong  5  mm.  Satu  unit  berjumlah  2 –15  kantong,  hargakantong  sekitar  Rp
750.000, dengan ketahanan alat kurang lebih 3 tahun. Daerah penangkapan ambai atau cici tidak jauh berbeda dengan daerah penangkapan gombang. Penangkapan
dilakukan  pada  waktu  arus  pasang  dan  surut    siang  dan  malam  hari,  sedangkan pengambilan  hasil  tangkapan  dilakukan  ketika  kecepatan  arus  pasang  atau  arus
surut  mulai  melemah.  Pengoperasian  alat  pengambilan  hasil  tangkapan menggunakan  perahu  dayung  atau  perahukapal  motor.  Perahukapal  motor
menggunakan  mesin  diesel  merek  Yanmar  atau  Dompeng.  Perahu  dayung, perahukapal motor  dan mesin memiliki ketahanan kurang lebih 10 tahun.  Harga
58
satu unit perahu dayung  kurang  lebih Rp 1.000.000, perahukapal  motor kurang lebih Rp 5.000.000,- dan mesin Rp 3.500.000,-.
Alat  tangkap  ambai  atau  cici  dapat  dioperasikan  selama  kurang  lebih sembilan  bulan  dalam  setahun  dan  dalam  satu  bulan  selama  20
–21  hari  yang dibagi  dalam  dua  tripperiode.  Periode  pertama  mulai    11  sampai  21  hari  bulan
dan periode kedua 26 sampai 6 hari bulan. Jenis hasil tangkapan gombang antara lain  ikan  teri,  tenggiri,  bawal  hitam,  bawal  putih,  parang-parang,  nomei,  biang,
gulamah, tetengkek, belanak, terubuk, layur, selar, pari, udang pepai, udang putih, udang  merah dan jenis udang lainnya.
7 Pengerih
Stow nets
Pengerih  adalah alat tangkap ikan dan udang yang bersifat statis berbentuk kerucut terpancung. Alat tangkap pengerih dipasang semi parmanen menghadang
arus pasang dan arus surut, terdiri dari kayu pancang, tali tambang,  jala mulut, solong tubuh, penganak kantong, tali pelampung, pelampung dan tulang ular.
Satu  unit  pengerih  berjumlah  3 –15  kantong,  harga  perkantong  Rp  500.000,-
dengan  ketahanan    alat  kurang  lebih  3  tahun.    Pancang  berasal  dari  kayu  bakau Rhizophora  sp  yang  ditancapkan  ke  dasar  perairan  untuk  tempat  mengikatkan
tali  tambang.  Tali  tambang  terbuat  dari  bahan  polyethylene  PE  multifilamen berdiameter  10  mm  dan  panjang  15
–20  m.  Jala  merupakan  bagian  depanmulut pengerih  yang  terdiri  dari  bingkai  dan  jaring  dari  jalinan  plastik  memiliki  mesh
size 5 cm. Bingkai berasal dari bambu atau kayu berbentuk empat persegi panjang dengan  ukuran  panjang  3  m  dan  lebar    2  m.  Panjang    jala  sekitar  4  m  yang
berfungsi  untuk  mengarahkan  ikan  atau  udang  ke  bagian  solong.  Solong  terbuat dari bilah bambu tipis yang dianyam berbentuk kerucut. Panjang solong sekitar 6
m berdiameter 3,5 m bagian depan dan 60 cm bagian belakang. Penganak terbuat dari anyaman bambu  yang  berbentuk silinder berdiameter 60 cm dan panjang 75
cm.  Pada  bagian  penganak  dibuat  injab    agar  ikan  dan  udang  yang  masuk  tidak dapat  keluar,  sedangkan  pada  bagian  belakang  diberi  pintu  untuk  mengeluarkan
hasil  tangkapan.  Untuk  daerah  Merbau  penganak  terbuat  dari  pipa  paralon berdiamter  2,5  inci.  Di  atas  penganak  dipasang  bambu  berdiameter  5  cm  dan
panjang  1  m.  Bambu  ini  disebut  juga  tulang  ular,  bagian  belakang  tulang  ular
59
diikatkan  tali  yang  menghubungkan  dengan  pelampung.  Pelampung  terbuat  dari bahan plastik berbentuk silinder berdiameter 20 cm dan panjang 50 cm.
Alat  tangkap  pengerih  dapat  dioperasikan  selama  kurang  lebih  sembilan bulan  dalam  setahun  dan  dalam  satu  bulan  dua  trip,  satu  trip  selama  10  hari.
Daerah penangkapan pengerih  di sekitar perairan selat dan perairan pinggir pantai dengan menggunakan perahu dayung. Perahu dayung memiliki ketahanan kurang
lebih  10  tahun.    Harga  satu  unit  perahu  dayung    kurang  lebih  Rp  1.000.000,-. Jenis hasil tangkapan gombang antara lain ikan teri, tenggiri, bawal hitam, bawal
putih, parang-parang, nomei,  biang, gulamah, tetengkek,  belanak, terubuk,  layur, selar, pari, udang putih, udang  merah dan jenis ikan lainnya.
8 Sondong
Scoop nets
Sondong  merupakan  alat  penangkapan  ikan  dan  udang  yang  memiliki konstruksi  tidak  jauh  berbeda  dengan  alat  tangkap  ambai.  Di  Kabupaten
Bengkalis  dan  Kabupaten  Indragiri  Hilir  alat  tangkap  sondong  disebut  juga songko atau langgai. Alat tangkap ini terdiri dari mulut, tubuh dan kantong. Agar
mulut terbuka, maka pada bagian ini dilengkapi dengan dua atau tiga batang kayu yang diikat bersilangan menyerupai huruf A.  Panjang jaring sondong berkisar 6
– 12 meter yang terbuat dari bahan polyamide PA monofilamen  atau polyethyline
PE multifilamen   berwarna  hitam atau coklat.   Mesh size sondong  atau langgai berbeda-beda  disesuaikan  dengan    tujuan  penangkapan.    Untuk  penangkapan
udang rebon mesh size jaring sondong atau langgai berkisar antara 1-3 mm, untuk penangkapan  ikan  dan  udang  mesh  size  pada    bagian  mulut  sekitar  1  inci,  tubuh
0,75 inci dan  0,5  inci dan bagain kantong  1-3 mm.  Harga sondong perkantong sekitar Rp 500.000
– Rp 750.000 ,- dengan ketahanan alat kurang lebih 3 tahun. Alat  tangkap  sondong  dapat  dioperasikan  selama  kurang  lebih  sembilan
bulan  dalam  setahun  dan  dalam  satu  bulan  selama  21  hari.  Daerah  penangkapan sondong  di sekitar perairan selat, perairan pinggir pantai dan pantai yang berjarak
1 –3  mil.  Pengoperasian  sondong  dilakukan  dengan  dua  cara,  pertama    tanpa
menggunakan  armada  penangkapan  yang  dilakukan  ketika  arus  pasang  dengan berjalan  menyusuri  pinggiran  pantai.  Kedua  menggunakan  armada  penangkapan
yang  dilakukan  pada  waktu  arus  pasang  atau  surut   dengan  menggandeng  jaring sondong  yang diikatkan pada  bagian tengah  lambung   perahukapal,  baik  bagian
60
sebelah  kiri  maupun  bagian    kanan.  Dalam  satu  unit  perahukapal  memiliki  satu atau  dua  unit  sondong.  Perahukapal  motor  menggunakan  mesin  diesel  merek
Yanmar  atau  Dompeng.  Perahukapal  motor    dan  mesin  memiliki  ketahanan kurang  lebih  10  tahun.  Harga  satu  unit  perahukapal  motor  kurang  lebih  Rp
7.500.000,-  dan  mesin  Rp  5.000.000,-.  Jenis  hasil  tangkapan  sondong  adalah antara  lain  ikan  teri,  tenggiri,  bawal  hitam,  bawal  putih,  parang-parang,  nomei,
biang,    gulamah,  tetengkek,  belanak,  terubuk,  layur,  selar,  pari,  udang  pepai, udang putih, udang  merah dan jenis udang lainnya.
9 Pukat pantai
Beach seine
Pukat  pantai  merupakan  alat  penangkapan  yang  termasuk  ke  dalam  jenis jaring  lingkar.  Pukat  pantai  atau  kiso  memiliki  kontruksi  yang  terdiri  dari  kayu
penarik pakau,  2 utas tali ris atas dan  2 utas tali ris bawah, pelampung, tubuh jaring,    kantong  dan  pemberat.  Kayu  penarik  pakau  berasal  dari  kayu  pacar
Lawsonia inermis berdiamter 5 cm dan panjang 50 cm. Kayu ini berjumlah dua batang  yang  dipasang  pada  kedua  ujung  jaring  yang  diberi  penyangga  dari  kayu
nibung.  Tali  ris  atas  dan  tali  ris  bawah  terbuat  dari  bahan  polyethyline  PE multifilamen berdiameter 5 mm.  Pada tali ris atas diberi pelampung  dengan jarak
antar  pelampung  sekitar  1,5  m.  Pelampung  terbuat  dari  bahan  gabus  padat berbentuk  silinder  berdiameter  6  cm  dan  panjang  10  cm.  Pada  tali  ris  bawah
terdapat  pemberat    dari  timah  seberat  200  gram.  Pemberat  ini  berbentuk  bulat panjang    yang  diikatkan  pada  tali  ris  dengan  jarak  antar  pemberat  1,5  m.  Tubuh
dan  kantong  jaring  kiso  terbuat  dari  bahan  polyethyline  PE  multifilamen berdiameter 1  mm  yang dirajut dengan  jenis simpul  trawler  knot. Panjang tubuh
sekitar  30  m  dan  lebar  75  cm  dengan  mesh  size  5  cm.  Panjang  kantong  2  m dengan bukaan mulut  75 cm dan mesh size 3 cm. Pukat pantai  atau kiso memiliki
ketahanan kurang lebih 3 tahun dengan harga per unit sekitar Rp 1.000.000,- Pengoperasian pukat pantai dalam satu bulan selama 23 hari dan dalam satu
tahun selama kurang  lebih  sembilan bulan. Penangkapan dilakukan   di pinggiran pantai pada saat arus pasang atau surut, dengan menggunakan perahu melingkari
daerah  penangkapan,  kemudian    menarik  kedua  ujung  jaring  ke  daratan.  Perahu dayung memiliki ketahanan kurang lebih 10 tahun. Harga satu unit perahu dayung
kurang lebih Rp 1.000.000,. Jenis hasil tangkapan pukat pantai antara lain adalah
61
ikan  tenggiri,  bawal  hitam,  bawal  putih,  parang-parang,  nomei,  biang,  gulamah, tetengkek,  belanak,  terubuk,  layur,  selar,  pari,    udang  putih,  udang    merah  dan
jenis udang lainnya.
10   Pukat cincin Purse seine
Pukat  cincin    adalah  alat  penangkapan  ikan  yang  berbentuk  empat  persegi panjang,  tanpa  kantong  dan  digunakan  untuk  menangkap  gerombolan  ikan
permukaan. Panjang jaring kurang lebih  400 m dan lebar 45 m  yang  terbuat dari bahan  nilon  yang  dirajut  dengan  jenis  simpul  trawler  knot.  Kontruksinya  terdiri
dari tubuh jaring, tali ris atas, tali ris bawah, tali cincin, pelampung, pemberat dan cincin  atau  ring.  Jaring  terbagi  atas  lima  bagian  yaitu,  perimpin,  sentung,
pangapit,  penjarang,  dan  kaki  batu.  Perimpin  adalah  bagian  ujung  dan  pangkal jaring terbuat nilon nomor 210 D312 S dengan  mesh size 5 cm. Panjang bagian
perimpin  ini  50  cm  dan  lebar  sama  dengan  lebar  jaring.  Bagian  sentung mempunyai panjang 45  m, terbuat dari  nilon nomor 210 D312 S dan  mesh size
2,5 cm. Bagian pengepit memiliki panjangnya 90 m terbuat dari nilon nomor 210 D39 S dan mesh size 3,5 cm.  Bagian penjarang memiliki panjang 265 m terbuat
dari  nilon  nomor  210  D36  S  dengan  mesh  size  4,5  cm.  Kaki  batu  merupakan bagian  bawah  pinggir  jaring  yang  mempunyai    lebar    50  cm  terbuat  dari  nilon
nomor 210 D312 S dengan mesh size 5 cm. Tali  ris  atas,  tali  ris  bawah  dan  tali  cincin  terbuat  dari  bahan  polyethyline
PE multifilamen  berdiameter 5  mm.  Tali ris  atas dan tali ris  bawah terdiri dari dua  utas,  satu  utas  tempat  mengikatkan  tubuh  jaring  dan  satu  utas  lagi  tempat
mengikatkan  pelampung  dan  pemberat.  Pelampung    terbuat  dari  bahan  plastik yang berbentuk elips berdiamter 10 cm dan panjang 15 cm. Pelampung diikatkan
pada  tali  ris  atas  dengan  jarak  antara  satu  pelampung  dengan  pelampung  lain sekitar 40 cm. Pemberat terbuat dari timah  hitam  atau besi  berbentuk elips  yang
mempunyai  berat  400  gr.  Pemberat  diikatkan  pada  tali  ris  bawah  dengan  jarak antara satu pemberat dengan pemberat lainnya sekitar 40 cm.
Cincin atau ring terbuat dari kuningan berbentuk bulat berdiameter   12 cm dengan  berat 1 kg. Cincin dipasang pada bagian bawah  pemberat yang fungsinya
selain sebagai pemberat juga  untuk pemegang tali cincin sehingga pada waktu tali cincin ditarik tali ris bawah menyatu dan tubuh jaring membentuk kantong. Pukat
62
cincin  memiliki ketahanan kurang  lebih 3 tahun dengan  harga perunit sekitar Rp 5.000.000,-.
Pengoperasian pukat cincin dalam satu bulan selama 23 hari dan dalam satu tahun  selama  kurang  lebih  sembilan  bulan.  Penangkapan  dilakukan    di  perairan
pantai pada saat arus pasang atau surut, menggunakan perahu motor. Perahukapal motor menggunakan mesin diesel merek Yanmar atau Dompeng. Harga satu  unit
perahu motor Rp 10.000.000,- dan mesin  Rp 5.000.000,- dan memiliki ketahanan kurang  lebih  10  tahun.  Jenis  hasil  tangkapan  pukat  cincin  antara  lain:  ikan
tenggiri,  bawal  hitam,  bawal  putih,  parang-parang,  nomei,  biang,    gulamah, tetengkek, belanak, terubuk, layur, selar dan jenis ikan lainnya
11   Bubu labuh
Bubu  labuh    atau  bubu  jangkar  merupakan  modifikasi  alat  tangkap  trawl yang  dipasang  semi  parmanen  menghadang  arus  pasang  dan  surut.  Alat
penangkapan  ini  memiliki  konstruksi  yang  sama  dengan  alat  tangkap  gombang stow nets  yaitu terdiri dari dari  jaring  bubu, tali  ris atas dan tali ris  bawah, tali
cabang,  tali  pelampung,  pelampung,  rantai  pemberat,  tali  jangkar  dan  jangkar. Jaring  bubu  terbuat  dari  polyethyline  PE  multifilamen  berwarna  hijau.    Jaring
terdiri dari  bagian sayap, mulut, tubuh dan kantong dengan panjang keseluruhnya adalah kurang lebih 100 m.  Bagian sayap, mulut dan tubuh  dirajut dengan jenis
simpul double english knot dan pada  bagian kantong  dirajut dengan jenis simpul woven knot.  Panjang sayap berkisar 50
–60 m dengan mesh size semakin kecil ke bagian  mulut  90  mm,  60  mm  dan  45  mm.    Panjang  tubuh  berkisar  28-35  m
terdiri dari 6 bagaian dengan mesh size yang berbeda-beda yaitu 45 mm, 30 mm, 25 mm dan 20 mm, 15 mm dan 10 mm. Panjang  bagian kantong berkisar 8-10 m
dengan mesh size 5 mm. Tali  ris  atas  dan  tali  ris  bawah  terbuat  dari  bahan  polyethyline  PE
multifilamen  berdiameter  15  mm.  Tali  cabang  merupakan  perpanjangan  tali  ris atas  dan  tali  ris  bawah.  Tali  pelampung  dan  tali  jangkar  terbuat  dari  bahan
polyethyline PE berdiameter 10 mm dan berdiameter 30 mm untuk tali jangkar. Panjang  tali  pelampung  dan  tali  jangkar  panjangnya  disesuaikan  dengan
kedalaman.  Pelampung  yang  digunakan  terdiri  dari  pelampung  besar  dan pelampung  kecil.    Pelampung  besar  tersebut  berjumlah  6  buah,  satu  buah
63
diikatkan pada bagian kantong, 1 buah diikatkan pada bagian tengah mulut tali ris atas  dan  dua  buah  diikatkan  pada  bagian  kiri  dan  kanan  tali  cabang.  Pelampung
kecil  dipasangkan  di  sepanjang  tali  ris  atas.  Rantai  pemberat  yang  digunakan terbuat  dari  dari  besi  atau  baja  berdiameter  20  mm  yang  dirangkai  sehingga
membentuk  rantai.  Panjang  rantai  60 –80 cm dengan  berat  mencapai 80-100 kg.
Jangkar terbuat dari besi yang berjumlah 2 buah perkantong dengan berat masing- masing  120  kg.  Bubu  labuh  memiliki  ketahanan    kurang  lebih  3  tahun,  dengan
harga Rp 10.000.000,-kantong. Bubu labuh dioperasikan di perairan pantai pada kedalaman kurang lebih 10
meter. Penangkapan dilakukan pada waktu arus pasang dan surut siang dan malam hari,  sedangkan  pengambilan  hasil  tangkapan  dilakukan  ketika  kecepatan  arus
pasang  atau  arus  surut  mulai  melemah.  Pengoperasian  alat  tangkap  bubu  labuh menggunakan  kapal    motor.  Kapal  motor  menggunakan  mesin  diesel  merek
Yanmar atau Nisan.  Harga satu unit kapal motor  Rp 50.000.000,- dan mesin Rp 30.000.000  dengan  umur  ekonomis  kurang  lebih  10  tahun.  Pengoperasian  alat
tangkap bubu labuh dalam setahun selama kurang lebih sembilan bulan dan dalam satu  bulan  selama  20
–21  hari  yang  dibagi  dalam  dua  tripperiode.    Periode pertama  mulai    11  sampai  21  hari  bulan    dan  periode  kedua  26  sampai  6  hari
bulan.  Jenis hasil tangkapan bubu labuh adalah ikan teri,  tenggiri, bawal hitam, bawal  putih,  parang-parang,  nomei,  biang,    gulamah,  tetengkek,  belanak,  layur,
selar, pari,  cumi-cumi, udang putih, udang  merah dan jenis udang lainnya.
12   Bubu tiang
Bubu  tiang    adalah  alat  penangkapan  ikan  dan  udang  bersifat  statis  yang dipasang  parmanen  menghadang  arus  perairan  yakni  dan  arus  surut.  Alat
penangkapan ini memiliki konstruksi yang tidak jauh berbeda dengan alat tangkap ambai  stow  nets  terdiri  dari  jaring  bubu,  tiang,  ring,  tali  ringtali  utama  dan
pemberat.  Jaring  bubu  terdiri  dari  tiga  macam  sesuai  dengan  kedalaman  daerah penangkapan yaitu jaring bubu permukaan dan jaring bubu pertengahan atau dasar
perairan. Jaring bubu permukaan  memiliki panjang  sekitar 12 m, lebar mulut 4 m dan tinggi mulut 2,5 m.
Bahan  jaring  terbuat  nilon  monofilamen  nomor  benang  70  D2  berwarna biru  yang  dirajut  dengan  simpul  knot  less,  dengan  ukuran  mesh  size  sama,  baik
64
bagian mulut, tubuh maupun bagian kantong yaitu 3 mm. Kantong berjumlah dua kiri dan kanan. Satu unit bubu tiang permukaan berjumlah 15
–30 kantong, harga perkantong    sekitar  Rp  500.000,-  dengan  ketahanan  alat  kurang  lebih  3  tahun.
Jaring  bubu  pertengahan  memiliki  panjang    sekitar  14  m,  lebar  mulut  5  m  dan tinggi mulut 3 m. Bahan jaring terbuat nilon multifilamen nomor benang 20 S6x6
berwarna  coklat  yang  dirajut  dengan  simpul  knot  less,  dengan  mesh  size  sama, baik  bagian  mulut,  tubuh  maupun  bagian  kantong  yaitu  5  mm.  Satu  unit  bubu
tiang  pertengahan  berjumlah  30 –50  kantong,  harga  perkantong  sekitar
Rp  750.000,-  dengan  ketahanan  alat  kurang  lebih  3  tahun.  Jaring  bubu  dasar memiliki  panjang    sekitar  14  m,  lebar  mulut  5  m  dan  tinggi  mulut  3  m.  Bahan
jaring terbuat nilon multifilamen berwarna coklat yang dirajut dengan simpul reef knot pada bagian mulut dan tubuh serta simpul knot less bagian kantong.  Ukuran
mesh  size  bagian  mulut  50  mm  dengan  nomor  benang  20  S36,  bagian  tubuh terdiri  dari  20  mm  dan  15  mm  dengan  nomor  benang  20  S21  dan  ukuran  mesh
size  bagian kantong 5 mm dengan nomor benang 20 S8x8. Satu unit bubu tiang dasar berjumlah 50
–80 kantong, harga perkantong sekitar Rp 1.000.000,-, dengan ketahanan alat kurang lebih 3 tahun.
Tiang  merupakan  tempat  tumpuan  berpegangnya  mulut  bubu  tetap  pada posisinya. Jenis kayu yang digunakan untuk tiang adalah kayu malas Parastemon
uraphylum ADC atau kayu nibung Oncossperma filamentosa yang panjangnya sekitar 15  m dan  berdiameter kurang  lebih 20 cm. Banyak tiang dalam  satu unit
bubu  berlebih  satu dari  jumlah kantong per unit alat, jika  satu unit berjumlah 15 kantong maka banyak tiang 16 batang.
Ring  yang  terbuat  dari  besi  berbentuk  cincin  berdiameter  lebih  besar  dari diameter tiang dengan berat berkisar  antara 2
–4 kg. Jumlah ring besi dalam satu batang tiang dua buah yaitu bagain atas dan bawah  yang berfungsi sebagai tempat
mengikatkan  tali  ris  atas  dan  tali  ris  bawah  bagian  kiri  sehingga  mulut  terbuka. Tali  ringtali  utama  adalah  tali  pemegang  ring  berjumlah  utas,  satu  untuk
pemegang ring atas dan satu  lagi pemegang ring  bagian  bawah. Tali ring terbuat dari  bahan  polyethyline  PE  multifilamen  berdiameter  10  mm  dengan  ukuran
panjang disesuaikan dengan kedalaman bubu yang dioperasikan.
65
Pemberat  yang  berbentuk  bulat  telur  terbuat  dari  besi  mempunyai  berat kurang  lebih  0,5  kg.  Dalam  satu  kantong  terdapat  satu  atau  dua  pemberat  yang
diikatkan ada  bagian tengah kantong, sehingga kantong  mudah tenggelam. Bubu tiang  dioperasikan  di  perairan  pantai  pada  kedalaman  kurang  lebih  10  meter.
Penangkapan dilakukan pada  waktu arus surut siang dan  malam  hari, sedangkan pengambilan  hasil  tangkapan  dilakukan  ketika  kecepatan  arus  surut  mulai
melemah.  Untuk  mengoperasikan  dan  mengambil  hasil    tangkapan  bubu  tiang digunakan perahu motor. Perahu motor menggunakan mesin diesel merek Yanmar
atau Dompeng. Harga satu unit perahu  Rp 10.000.000,- dan mesin Rp 7.500.000,- dengan masa ketahanan kurang lebih 10 tahun.
Pengoperasian  alat  tangkap  bubu  tiang  dalam  setahun  selama  kurang  lebih sembilan  bulan  dan  dalam  satu  bulan  selama  20
–21 hari yang dibagi dalam dua tripperiode.  Periode pertama  mulai 11  sampai 21 hari  bulan dan periode kedua
26 sampai 6 hari bulan. Jenis hasil tangkapan bubu tiang adalah ikan teri, tenggiri, bawal  hitam,  bawal  putih,  parang-parang,  nomei,  biang,    gulamah,  tetengkek,
belanak,  layur,  selar,  pari,  cumi-cumi,  udang  pepairebon,  udang  putih,  udang merah dan jenis udang lainnya.
13   Cantrang
Cantrang  adalah  alat  penangkapan  ikan  yang  pengoperasiannya  ditarik menggunakan kapal motor. Cantrang atau fish net memiliki konstruksi yang  tidak
jauh beda  dengan alat tangkap bubu labuh terdiri dari jaring, tali ris atas, tali ris bawah,  tali  utama,  pelampung  dan  pemberat.  Jaring  cantrang  terbuat  dari  bahan
polyethyline  PE  multifilamen  berwarna  hijau.  Jaring  terdiri  dari    bagian  sayap, mulut,  tubuh  dan  kantong  dengan  panjang  keseluruhnya  adalah  kurang  lebih  75
m.    Bagian  sayap,  mulut  dan  tubuh    dirajut  dengan  jenis  simpul    double  english knot dan pada  bagian kantong  dirajut dengan jenis simpul  woven knot.  Panjang
sayap berkisar  40 m dengan ukuran mesh size semakin kecil ke bagian mulut 90 mm,  60  mm  dan  45  mm.    Panjang  tubuh  berkisar  50  m  terdiri  dari  6  bagian
dengan mesh size yang berbeda-beda yaitu 45 mm, 30 mm, 25 mm dan 20 mm, 15 mm dan 10 mm.  Panjang  bagian kantong berkisar 8-10 m dengan ukuran mesh
size  5  mm.  Tali  ris  atas  dan  tali  ris  bawah  terbuat  dari  bahan  polyethyline  PE multifilamen berdiameter 15 mm. Tali utama merupakan perpanjangan tali ris atas
66
dan tali ris bawah. Panjang tali  utama sekitar kurang lebih 15 m dan dihubungkan ke kapal motor. Cantrang memiliki ketahanan  kurang lebih 3 tahun, dengan harga
Rp 10.000.000,-kantong. Alat tangkap cantrang dioperasikan selama sembilan bulan dalam satu tahun
dan  selama  22  hari  dalam  satu  bulan.  Pengoperasiannya  dilakukan  di  perairan pantai,  dimana  alat  tangkap  ditarik  dengan  menggunakan  menggunakan
perahukapal  motor.  Perahukapal  motor  menggunakan  mesin  diesel  merek Yanmar atau Dompeng. Harga satu unit perahu motor  Rp 10.000.000,- dan mesin
Rp  5.000.000,  dengan  masa  ketahanan  kurang  lebih  10  tahun.  Jenis  hasil tangkapan  cantrang  ikan  tenggiri,  bawal  hitam,  bawal  putih,  parang-parang,
nomei,  biang,  gulamah,  tetengkek,  belanak,  layur,  selar,  pari,  cumi-cumi,  udang putih, udang  merah dan jenis udang lainnya.
14   Tuamang drift gillnet
Tuamang  adalah  alat  penangkapan  ikan  yang  mempunyai  konstruksi  tidak jauh berbeda dengan alat tangkap jaring terdiri dari tubuh jaring, tali ris atas, tali
ris  bawah,  tali  pelampung,  pelampung  dan  pemberat,  dioperasikan  hanyut mengikuti  arus  perairan  baik  pada  waktu  pasang  maupun  pada  waktu    surut.
Tubuh jaring terbuat bahan  polyetilene PE multifilamen berwarna coklat dengan nomor benang 30. Ukuran mata jaring sekitar 1,6 inci, dengan jenis simpul trawler
knot.  Tali  ris  atas  dan  tali  ris  bawah  yang  masing-masing  terdiri  dari  dua  utas terbuat  dari  nilon    polyetilen  PE  berdiameter  5  mm.  Tali  ris  atas  untuk
mengikatkan  pelampung  kecil  dan  tali  memperkuat  tubuh  jaring.  Tali  ris  bawah untuk memperkuat tubuh jaring dan tali untuk mengikatkan pemberat. Pelampung
kecil terbuat dari plastik berbentuk oval dengan jumlah satu unit sekitar 30 buah. Tali  pelampung  terbuat  dari  bahan  polyetilene  PE  berdiameter  sekitar  6  mm
yang  panjangnya  sesuai  dengan  posisi  jaring  dalam  perairan.  Pelampung  besar terbuat  dari  bahan  polypropyline  PP  berdiameter  sekitar  2,5  cm  dan  panjang
sekitar 8,5 cm.  Pelampung umumnya berwarna putih  dalam satu piece berjumlah sekitar 2 buah.  Pemberat terbuat dari timah berbentuk oval dengan berat perbuah
sekitar  1  kg.    Satu  unit  pukat tuamang  berjumlah  7 –9 kepingpiece, panjang per
piece  11  m  dan  lebar  3,5  m.    Harga  satu  piece  Rp  300.000,-  dengan  ketahanan sekitar 3 tahun.
67
Daerah  penangkapan  tuamang  di  perairan  pantai  dengan  menggunakan perahu  motor.  Perahu  motor  menggunakan  mesin  diesel  merek  Yanmar  atau
Dompeng. Harga satu unit perahu motor Rp 5.000.000,- dan mesin Rp 5.000.000,- dengan  ketahanan  kurang  lebih  10  tahun.  Penangkapan  alat  tangkap  tuamang
dalam satu tahun dapat dilakukan selama kurang lebih sembilan bulan dan dalam satu bulan selama 18
–21 hari. Jenis hasil tangkapannya adalah udang putih, udang merah, ikan senangin, parang-parang, gulamah, dan ikan lainnya.
15   Kelong pantai guiding barrier
Kelong  pantai  merupakan  alat  penangkapan  ikan  yang  bersifat  statis  yang dipasang  semi  permanen  menghadap  arus  surut.    Kelong  terbuat    dari  bahan
polyetilene  PE  multifilamen  berwarna  coklat  atau  hijau  dengan  nomor  benang 30.  Benang  dirajut  menjadi  jaring  dengan  jenis  simpul  trawler  knot  dan
dipasangkan  pada  tiang-tiang  dari  kayu  yang  ditancapkan  ke  tanah  berdarkan bagian-bagian  kelong.  Kelong  terbagi  atas  tiga  bagian,  bagian  penajur,  bagian
sayap dan bagian bunuhan. Bagian penajur dan sayap masing-masing memiliki panjang 4 m dan lebar 1
m dengan ukuran mata jaring 2,5 cm. Bagian ini berfungsi sebagai pengarah ikan atau udang yang terbawa arus perairan ke bagian bunuhan. Bagian bunuhan terdiri
atas  bunuhan  pari,  bunuhan  kelingking  dan  bunuhan  mati.  Bunuhan  pari  dan bunuhan  kelingking  masing-masing  memiliki  panjang  5  m  dan  lebar  1  dengan
ukuran  mata  jaring  1,5  cm.  Sedangkan  bunuhan  mati  berbentuk  empat  persegi panjang dengan panjang 2 m, lebar 1 m dan tinggi 1 m. Pada bagian bunuhan mati
terdapat  injab  sehingga  ikan  dan  udang  yang  masuk  tidak  dapat  keluar  lagi. Kelong pantai memiliki ketahanan kurang lebih 3 tahun dan harga perunit sekitar
Rp 500.000,-. Kelong  pantai  dioperasikan  di  pinggiran  pantai  pada  saat  arus  pasang  dan
pengambilan  hasil tangkapan pada waktu arus surut siang  atau arus surut malam hari.    Untuk  mengoperasikan  dan  mengambil  hasil  tangkapan  kelong  pantai
digunakan perahu dayung. Harga satu unit perahu dayung Rp 1.000.000,- dengan ketahanan  kurang  lebih  10  tahun.  Penangkapan  kelong  pantai  dalam  satu  bulan
selama  22  hari  dan  dalam  satu  tahun  selama  kurang  lebih  sembilan  bulan.  Jenis
68
hasil  tangkapannya  adalah  udang  putih,  udang  merah,  udang  kelong,  ikan senangin, parang-parang, gulamah, layur, lomeknomei dan jenis ikan lainnya.
16   Belat other traps
Belat  adalah  suatu  jenis  alat  penangkapan  pasif  yang  menghadang gerombolan  ikan  dan  udang  yang  hanyut  terbawa  arus  ketika  arus  surut  terjadi.
Kontruksi  alat  penangkapan  ini  terdiri  dari  dua  bagian  yaitu  sayap  dan    jermal atau  kantong.  Sayap  terbuat  dari  bahan  polyethyline  PE  multifilamen  berwarna
hijau tua  yang dirajut dengan jenis simpul trawler knot dan ukuran mesh size 1,5 - 2,5 cm. Satu unit belat terdapat dua sayap yaitu sayap kiri dan sayap kanan yang
panjangnya  berkisar  200 –250  m  dan  lebar  berkisar  1–1,5  m.  Kantong  belat
membentuk  sudut  lancip  dengan  mesh  size  1 –1,5  cm  dan  panjang  5  m.    Pada
bagian-bagian  sayap  dan  kantong    diberi  tiang-tiang  dari  kayu  yang  ditancapkan ke atas  tanah, sehingga jaring belat tidak mudah roboh oleh arus perairan.  Belat
memiliki ketahanan kurang lebih 3 tahun dan harga per unit sekitar Rp 500.000,-. Daerah  penangkapan  belat  di  pinggiran  pantai  dan  muara  sungai.  Pengoperasian
belat pada waktu arus pasang dan pengambilan hasil tangkapan ketika arus surut. Untuk  mengoperasikan  dan  mengambil  hasil  tangkapan  belat  digunakan  perahu
dayung.    Harga  satu  unit  perahu  dayung  Rp  1.000.000,-,  dengan  memiliki ketahanan  kurang  lebih  10  tahun.  Penangkapan  dilakukan  selama  kurang  lebih
sembilan bulan dalam satu tahun dan selama 22 hari dalam satu bulan. Jenis hasil tangkapannya  adalah  udang  putih,  udang  merah,  udang  kelong,  ikan  senangin,
parang-parang, gulamah, biang, nomei dan ikan jenis lainnya.
4.4.5  Jenis dan hasil tangkapan
Jenis  ikan  dan  udang  yang  terdapat  di  perairan  Selat  Malaka  Kabupaten Bengkalis dan  Perairan Laut Cina Selatan  Kabupaten Indragiri Hilir adalah;  ikan
tenggiri  Scomberomorus  sp,  biang  Setepinna  sp,  senangin  Polynemus  sp, parang  Chirocenthrous  sp,    bawal  Strometeus  sp,  belanak  Mugil  sp,  lomek
Harpodon  nehereus,  gulamah  Johnias  dussumieri,  selar  Selaroides  sp, terubuk  Alosa  sp,  kurau  Eleutheronema  sp,  jenakmerah  Lutjanus  sp,
kelampaimalong  Muraenesox  sp,  gerot  Pomadasis  sp,  manyung  Arius  sp, talang  Chorinemus  tala,  selangat  Dorosoma  sp,  belo  Clupea  sp,  layur
Trichiurus  sp,  ikan  kekek  Rhinobatus  sp,  ikan  teri  Stelophorus  sp,  udang
69
rebon Acetes sp, udang putih Metapenaeus sp, udang merah Parapenaeus sp, udang duri Alphases sp, ketamkepiting Potunus sp, cumi-cumi Loligo sp dan
kerang Anadara sp.
4.4.6 Kecenderungan jumlah alat penangkapan
Kecenderungan jumlah alat penangkap ikan di Provinsi Riau selama 9 tahun terakhir  1999
–2007  secara  umum  cenderung  mengalami  peningkatan. Walaupun  pada  saat  dan  setelah  terjadi  pemisahan  Kepulauan  Riau  jumlah  alat
penangkap  ikan  mengalami  penurunan,  namun  setelah  itu  tahun  2007  mulai mengalami  peningkatan  kembali.  Kecenderungan  jumlah  alat  penangkap  ikan  di
Provinsi Riau dalam kurun waktu 9 tahun terakhir ditunjukkan pada Gambar 11.
Gambar  11    Kecenderungan  jumlah  alat  penangkap  ikan  di  Provinsi  Riau  tahun 2001
– 2007. Jumlah alat penangkap ikan di Provinsi Riau sebagian besar 60 terdapat
di wilayah perairan Selat Malaka. Pada tahun 2007 jumlah alat penangkap ikan di perairan  ini  terdata  sebanyak  9.544  unit.  Jumlah  alat  tangkap  terbanyak  ada  di
Kabupaten  Bengkalis,  yakni  sebanyak  5.810  unit.  Kemudian,  untuk  jumlah  alat penangkap  ikan  di  wilayah  perairan  Laut  Cina  Selatan    terdata  sebanyak  4.509
unit.  Pada  wilayah  perairan  ini  jumlah  alat  tangkap  terbanyak  terdapat  di Kabupaten  Indragiri  Hilir,  sebanyak  4.139  unit.  Sebaran  jumlah  alat  menurut
wilayah perairan dan kabkota di Provinsi Riau disajikan pada Gambar 12.
48959
14053 12694
10835 54761
53399 59583
38336 38776
10000 20000
30000 40000
50000 60000
70000
1999 2000
2001 2002
2003 2004
2005 2006
2007
Tahun Ju
m lah
A lat
P en
an gk
ap an
I k
an
u n
it
sebelum pemekaran setelah pemekaran
70
Gambar  12 Distribusi  jumlah  alat  penangkap  ikan  menurut  wilayah  perairan dan kabupatenkota di Provinsi Riau tahun 2007.
4.4.7 Nelayan
Usaha  perikanan  tangkap  di  Provinsi  Riau  umumnya  dilakukan  secara perorangan  dan  masih  didominasi  sekitar  90
oleh  skala  usaha  kecil  dengan armada  berukuran 5 GT ke bawah.  Kebanyakan  nelayan di provinsi  ini  berstatus
sebagai  nelayan  penuh  dan  mereka  bekerja  umumnya  berdasarkan  pengalaman turun-menurun.  Jumlah  nelayan  di  Provinsi  Riau  pada  tahun  2007  tercatat
sebanyak  31.385 nelayan dengan rincian  berdasarkan  skala usahanya  yaitu  tanpa perahu  sebanyak  1176  orang  3,7,  perahu  tanpa  motor  sebanyak  7950  orang
25,3,  motor  tempel  sebanyak  806  orang  2,6  dan  kapal  motor  dengan ukuran  kapal  0-5  GT  sebanyak  18.090  orang  57,6,  ukuran  kapal  5-10  GT
sebanyak 1998 orang 6,7, ukuran kapal 10-20 GT sebanyak 987orang 3,1, ukuran  kapal  20-30  GT    sebanyak  42  orang  0,1  dan  ukuran  kapal  30-50  GT
sebanyak 336 orang 1,1 DPK Provinsi Riau  2007. Berdasarkan  hasil  survei,  diperoleh  hasil  bahwa  rataan  tingkat  pendidikan
nelayan di Provinsi Riau sebagian besar 48 adalah tamat SLTP.  Hal ini secara umum  dapat  mencerminkan  bahwa  tingkat  pendidikan  nelayan  di  provinsi  ini
sudah  cukup  baik,  sehingga  akan  relatif  cepat  untuk  menerima  pengetahuan  dan introduksi  teknologi  yang  lebih  maju.  Selain  itu,  hasil  survei  tersebut  juga
Dumai 4
Siak 2
Pelalawan 3
Rokan Hilir 20
Bengkalis 42
Indragiri Hilir 29
P erairan S elat Malaka : K abupaten S iak
K otamady a Dumai K abupaten B engkalis
K abupaten R okan Hilir
P erairan L aut C ina S elatan : K abupaten Indragiri Hilir
K abupaten P elalawan
L a u t  C in a   S e la ta n   32 S e la t  Ma la ka   68
71
menyatakan bahwa rata-rata tingkat pendapatan nelayan di Provinsi Riau ini pada tahun 2007 sebesar Rp 2 juta per bulan. Tingkat pendapatan ini sudah relatif lebih
baik  dibandingkan  dengan  pendapatan  nelayan  beberapa  daerah  di  Indonesia lainnya.
Kecenderungan  jumlah  nelayan  di  Provinsi  Riau  selama  9  tahun  terakhir 1999
–  2007  secara  umum  berfluktuasi  dengan  jumlah  terbanyak  terjadi  pada tahun  2003  sebesar  46.600  nelayan  dan  paling  sedikit  terjadi  pada  tahun  2005
sebesar  10.674  RTP.    Akibat  dampak  pemekaran  Kepulauan  Riau  di  Bulan  Juli 2004,  maka  pada  tahun  2005  terjadi  penurunan  jumlah  nelayan  secara  drastis,
yakni sekitar 20,7.  Namun demikian, pada tahun 2007 jumlah nelayan Provinsi Riau mulai berangsur bertambah, walaupun jumlah pertambahannya masih relatif
terbatas  1,1.    Kecenderungan  jumlah  nelayan  di  Povinsi  Riau  dalam  kurun waktu 9 tahun terakhir 1999-2007 ditunjukkan pada Gambar 13.
Perhitungan  sederhana  dengan  menggunakan  asumsi  hari  kerja  nelayan 200  haritahun,  maka  dapat  diestimasi  bahwa  pada  tahun  2007  setiap  nelayan  di
provinsi  ini  rata-rata  memperoleh  hasil  tangkapan  sebanyak  3,3  kghari. Kecenderungan tingkat produktivitas nelayan Riau selama tahun 1999-2007 dapat
dilihat pada Gambar 14.
Gambar 13 Kecenderungan jumlah nelayan Provinsi Riau tahun 1999-2007.
104431 112599
128351 144151
157593 142565
29582 30490
31385
20000 40000
60000 80000
100000 120000
140000 160000
180000
1999 2000
2001 2002
2003 2004
2005 2006
2007
Tahun J
u m
la h
N e
la y
a n
o ra
n g
Sebelum pemekaran Setelah pemekaran
72
Gambar 14   Kecenderungan rataan nilai produktivitas nelayan di Provinsi Riau tahun 1999
– 2007.
4.5 Perikanan Tangkap di Perairan Selat Malaka Kabupaten Bengkalis
Terbentuknya  Provinsi  Riau,  berdasarkan  Undang-Undang  No.  61  tahun 1958, tentang Pembentukan Daerah Sumatera Tingkat I Sumatera Barat, Riau dan
Jambi, maka Kabupaten Daerah Tingkat II Bengkalis berada dalam Provinsi Riau. Berdasarkan  posisi  geografisnya  Kabupaten  Bengkalis  terletak  pada  100
o
52’ Bujur Timur dan 2
o
3’ – 0
o
17’ Lintang Utara memiliki luas wilayah 11.481,77 km2 yang  terdiri  dari  pulau-pulau  dan  lautan  Gambar  15.  Wilayah  administrasi
Kabupaten Bengkalis terdiri dari 13 Kecamatan, 139 desa dan 36 kelurahan. Wilayah  Kabupaten  Bengkalis  Gambar  15  secara  administrasi  saat  ini
memiliki batas-batas sebagai berikut: 1
Sebelah Utara  : Berbatasan dengan Selat Malaka 2
Sebelah Selatan  : Berbatasan dengan Kabupaten Siak 3
Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kota Dumai dan Kabupaten Rokan Hilir
4 Sebelah Timur  : Berbatasan dengan Propinsi Kepulauan Riau, dan Kabupaten
Karimun Kabupaten  Bengkalis  memiliki  wilayah  perairan  yang  luas,  baik  perairan
sungai, danau, dan perairan laut. Selain memiliki perairan yang luas juga memiliki pulau-pulau  yang  sangat  potensial  untuk  pengembangan  sektor  pertanian,
perkebunan,  perikanan  dan  pertambangan,  seperti  Pulau  Bengkalis,  Pulau Rangsang,  Pulau  Merbau,  Pulau  Tebing  Tinggi  dan  Pulau  Rupat.  Kawasan
2,5 2,5
2,3 2,1
2,0 2,2
3,3 3,3
3,3
0,0 0,5
1,0 1,5
2,0 2,5
3,0 3,5
1999 2000
2001 2002
2003 2004
2005 2006
2007
Tahun
H as
il T
angk apa
n N el
aya n P
er H ari
kg ha
ri
sebelum pemekaran setelah pemekaran
73
tersebut  memiliki  keanekaragaman  hayati,  seperti  flora  dan  fauna  terestrial  dan air,  lahan  pertanian  dan  perkebunan,  sagu  rakyat,  kelapa  dan  potensi
pengembangan  budidaya  perikanan.  Kabupaten  Bengkalis  juga  memiliki  potensi pulau-pulau kecil yang secara administratif sebagian sudah memiliki nama.
Wilayah  Kabupaten  Bengkalis  memiliki  letak  yang  strategis,  karena  di samping  berhadapan  langsung  dengan  negera  tetangga,  yakni  Malaysia,  yang
hanya  dipisahkan  dengan  Selat  Malaka  yang  sejak  dahulu  dikenal  sebagai  jalur perdagangan Internasional yang ramai, juga daerah ini berada pada posisi segitiga
pertumbuhan Indonesia,
Malaysia, Singapura
IMS-GT dan
segitiga pertumbuhan Indonesia, Malaysia, Thailand IMT-GT.
Gambar 15  Peta Wilayah Administrasi Kabupaten Bengkalis. 4.5.1
Produksi perikanan tangkap laut
Produksi  hasil  tangkapan  oleh  nelayan  di  Selat  Malaka  Kabupaten Bengkalis  dari  tahun  1999-2007  cenderung  tidak  teratur  atau  berfluktuasi.
Produksi  terbanyak  terjadi  pada  tahun  1999  sebesar  86701,6  ton  dan  terendah pada tahun 2005 sebesar 8285,3 ton. Kecenderungan produksi perikanan di Selat
Malaka Kabupaten Bengkalis disajikan pada Gambar 16.
102 00’
102 20’
102 30’
101 2
0’ 102
00’ 102
20’ 102
30’ 102
40’ 102
40’
102 5
0’ 101
40’ 101
40’ 102
5 0’
101 5
0’ 101
3 0’
101 5
0’ 101
3 0’
101 2
0’
01 30
’
01 20
’
01 10’
01 00’
01 40
’ 01
50 ’
01 50
’
01 40
’
01 30
’
01 20
’
01 10’
01 00’
74
Jumlah  produksi  perikanan  tangkap  di  Selat  Malaka  Kabupaten  Bengkalis mengalami  penurunan  rata-rata  sebesar  10.210  tontahun  dan  jumlah  produksi
ikan di Perairan Kabupaten Bengkalis telah mencapai 82 dari potensi yang ada, dan telah masuk ke dalam jumlah tangkapan yang diperbolehkan JTB. Kawasan
penangkapan  ikan  utama  Kabupaten  Bengkalis  selain  perairan  kabupaten  adalah perairan  Selat  Malaka.  Saat  ini  tingkat  eksploitasi  penangkapan  di  Selat  Malaka
telah  lebih  100  dari  potensi  yang  ada,  sehingga  tergolong  tangkap  lebih overfishing.  Tingkat  pemanfaatan  yang  berlebihan  over  exploitated  terjadi
pada  hampir  seluruh  kelompok  sumberdaya  perikanan  yang  ada,  kecuali kelompok  sumberdaya  ikan  pelagis  kecil  pemanfaatannya  mencapai  90,  atau
melebihi jumlah tangkapan yang diperbolehkan JTB.
Gambar  16  Kecenderungan  produksi  perikanan  tangkap  di  Selat  Malaka Kabupaten  Bengkalis tahun 1999-2007.
Gejala  yang  terjadi  dalam  beberapa  tahun  terakhir  ini  adalah  mulai berkurangnya  tangkapan  nelayan.  Jumlah  tangkapan    sudah  mendekati  potensi
lestari,  bahkan  di  beberapa  lokasi  penangkapan  telah  terjadi  tangkap  lebih,  dan jumlahnya semakin menurun termasuk stok udang peneid, ikan demersal Gambar
17, pelagis besar dan ikan karang khususnya di perairan Selat Malaka. Produksi  perikanan  pelagis  Gambar  18  mengalami  penurunan  sebesar
1091  ton  per  tahun.  Hasil  tangkapan  tertinggi  terjadi  pada  tahun  1999  sebesar 8553 ton, sedangkan hasil tangkapan terendah pada tahun 2005 sebesar 885,2 ton.
86701,6
50798,25 17190
17619,8 13820,1
8285,3 8468,8
12603,5 84406,5
20000 40000
60000 80000
100000
1999 2000
2001 2002
2003 2004
2005 2006
2007
Tahun
P ro
d u
k si
to n
t ah
u n
75
Gambar  17  Kecenderungan  produksi  perikanan  demersal  di  Selat  Malaka Kabupaten Bengkalis tahun 1999-2007.
Gambar  18  Kecenderungan  produksi  perikanan  pelagis  di  Selat  Malaka Kabupaten Bengkalis tahun 1999-2007.
4.5.2 Alat penangkapan
Alat  penangkapan  dominan  yang  dioperasikan    di  perairan  Selat  Malaka Kabupaten  Bengkalis,  terdiri  dari  10  jenis  yaitu;  jaring  insang  hanyut,  jaring
kurau, jaring udang, rawai tetap, gombang, ambaicici, pengerih, sondongsongko, pukat pantaikiso dan belat.
Alat  tangkap  yang  digunakan  oleh  nelayan  untuk  menangkap  ikan  pada umumnya  belum  memakai  alat  bantu  mekanis.  Kecenderungan  alat  tangkap  di
perairan  Selat  Malaka  Kabupaten  Bengkalis  berfluktuasi  dan  cenderung mengalami  penurunan  yaitu  sebesar  353  unit  tiap  tahunnya  Gambar  19.  Alat
penangkapan  yang  digunakan  nelayan  di  Perairan  Selat  Malaka  Kabupaten
13131,7 10906
8918,9 7165,1
5190,6 4319,9
6927,3 4850,6
6931,8 2000
4000 6000
8000 10000
12000 14000
1999 2000
2001 2002
2003 2004
2005 2006
2007
T a hun
P ro
d u
k s
i t
o n
8305,5 7897,9
7689,5 7881,8
5666,5
885,2 1463,0
8553,0
1279,8
0,0 2000,0
4000,0 6000,0
8000,0 10000,0
12000,0
1999 2000
2001 2002
2003 2004
2005 2006
2007
T a h u n
P ro
d u
k s
i t
o n
76
Bengkalis    terdiri  dari  milik  pribadi  dan  kepunyaan  tauke.  Alat  penangkapan kepunyaan  pribadisendiri  merupakan  usaha  penangkapan  yang  berskala  kecil,
dimana  pemilik  ikut  melakukan  kegiatan  penangkapan.    Sedangkan  alat penangkapan  milik  tauke  merupakan  usaha  penangkapan  yang  berskala
menengah,  di  mana  pemilik  memperkerjakan  orang  lain  untuk  melakukan penangkapan. Persentase kepemilikan alat penangkapan disajikan pada Tabel 4.
Gambar 19  Kecenderungan jumlah alat penangkapan ikan laut di Selat Malaka Kabupaten Bengkalis tahun 1999-2007.
Tabel 4 Distribusi nelayan berdasarkan kepemilikan jenis alat tangkap di  Perairan Selat Malaka Kabupaten Bengkalis
No Jenis alat
Status Pemilik
Pekerja Jumlah
1  Jaring insang 113
73,38 41
26,62 154
100 2  Jaring kurau
7 24,14
22 75,86
29 100
3  Jaring udang 57
87,69 8
12,31 65
100 4  Rawai
61 83,56
12 16,44
73 100
5  Gombang 69
82,14 15
17,86 84
100 6  Ambaicici
32 76,19
10 23,81
42 100
7  Pengerih 42
80,77 10
19,23 52
100 8  Sondong
22 88,00
3 12
25 100
9  Pukat pantai 7
100,00 -
- 7
100 10  Belat
19 100,00
- -
19 100
Jumlah 429
78,00 121
22,00 550
Sumber : DPK Kabupaten Bengkalis  2007
6845 6866
6800 6735
6735 4757
2870 4447
5810
1000 2000
3000 4000
5000 6000
7000 8000
1999 2000
2001 2002
2003 2004
2005 2006
2007
T a hun
J u
m la
h A
la t
P e
n a
n g
k a
p a
n I
k a
n
u n
it
77
4.6   Perikanan  Tangkap  di  Perairan  Laut  Cina  Selatan  Kabupaten Indragiri Hilir
Kabupaten Indragiri Hilir terletak di bagian  Timur Propinsi Riau atau pada bagian  Timur  Pesisir  Sumatera,  dengan  luas  wilayah  ±  11,747.24  Km².  Karena
letak posisi Kabupaten Indragiri Hilir di Pantai Timur Sumatera, maka kabupaten ini  juga  dapat  dikategorikan  sebagai  daerah  pantai.  Panjang  garis  pantai
Kabupaten Indragiri Hilir adalah 339,5  km, dan luas perairan laut meliputi 6.318 km
2
.  Dengan  kondisi  ini,  maka  Kabupaten  Indragiri  Hilir  mempunyai  potensi yang luas, terutama dibidang perikanan.
Kabupaten Indragiri Hilir sebagai daerah pasang surut, maka terdapat sungai cukup  banyak  dengan  penyebaran  sungai  hampir  di  seluruh  kecamatan.  Di
samping sungai, selat dan terusan,  juga terdapat parit-parit untuk  mengendalikan arus  air  pada  saat  pasang  dan  surut,  kondisi  ini  melengkapi  spesifikasi  wilayah
dengan sebutan “Negeri Seribu Parit”.
Prospek  pengembangan  wilayah  dan  pertumbuhan  ekonomi  Kabupaten Indragiri  Hilir  cukup  tinggi,  karena  berada  di  pantai  timur  Sumatera  dan
berdekatan  dengan  pusat-pusat  pertumbuhan  ekonomi  seperti  Batam  dan Karimun,  serta  berada  di  wilayah  perairan  yang  mampu  mengakses  keberbagai
wilayah  dalam  maupun  luar  negeri.  Hal  ini  merupakan  salah  satu  potensi  yang dapat  dikembangkan  untuk  menjadikan  Kabupaten  Indragiri  Hilir  sebagai
“Pintu Gerbang  Pantai  Timur  Sumatera”  dalam  berbagai  aktifitas  pembangunan.
Kabupaten  Indragiri  Hilir  Gambar  20  dengan  ibukotanya  Tembilahan merupakan  hasil  pemekaran  dari  Kabupaten  Indragiri  sebelumnya.  Pembentukan
Kabupaten  Indragiri  Hilir  berdasarkan  Undang-undang  Nomor  :  6  Tahun  1965 tanggal  14  Juni  1965.  Kabupaten  Indragiri  Hilir  terletak  antara  0
o
36’  Lintang Utara
– 1
o
07’ Lintang Selatan dan 104
o
10’ – 102
o
32’ Bujur Timur dengan batas wilayah :
1 Sebelah Utara dengan Kabupaten Pelalawan.
2 Sebelah Selatan dengan Kabupaten Tanjung Jabung Barat Propinsi Jambi
3 Sebelah Barat dengan Kabupaten Indragiri Hulu
4 Sebelah Timur dengan Kabupaten Karimun
78
Gambar 20   Peta Wilayah Administrasi Kabupaten Indragiri Hilir. Kabupaten  Indragiri  Hilir  sebagian  besar  dari  luas  wilayah  atau  93,31
merupakan  daerah  dataran  rendah,  yaitu  daerah  endapan  sungai,  daerah  rawa dengan  tanah  gambut  peat,  daerah  hutan  payau  mangrove  dan  terdiri  atas
pulau-pulau besar dan kecil dengan luas lebih kurang 1.082.953.06 hektar dengan rata-rata  ketinggian  lebih  kurang  0
–  3  Meter  dari  permukaan  laut.  Sedangkan sebagian  kecilnya  6,69    berupa  daerah  berbukit-bukit  dengan  ketinggian  rata-
rata 6-35 meter dari permukaan laut yang terdapat di bagian Selatan Sungai Reteh Kecamatan Keritang, yang berbatasan dengan Propinsi Jambi. Dengan ketinggian
tersebut, maka pada umumnya daerah  ini dipengaruhi oleh pasang  surut, apalagi bila  diperhatikan  fisiografinya  di  mana  tanah-tanah  tersebut  terbelah-belah  oleh
beberapa sungai, terusan, sehingga membentuk gugusan pulau-pulau. Sungai  yang terbesar di daerah  ini adalah Sungai  Indragiri  yang berhulu di
Pegunungan  Bukit Barisan Danau Singkarak, Sungai Indragiri  mempunyai tiga muara ke Selat Berhala,  yaitu di Desa Sungai Belu, Desa Perigi Raja dan  Kuala
Enok.  Sedangkan  sungai-sungai  lainnya  adalah;  Sungai  Guntung,  Sungai
Gambar  20  Peta Kabupaten Indragiri Hilir.
Kabupaten Indragiri Hilir
79
Kateman,  Sungai  Danai,  Sungai  Gaung,  Sungai  Anak  Serka,  Sungai  Batang Tuaka,  Sungai  Enok,  Sungai  Batang,  Sungai  Gangsal  yang  hulunya  bercabang
tiga  yaitu  Sungai  Gangsal,  Sungai  Keritang,  Sunga  Reteh,  Sungai  Terap,  Sungai Mandah,  Sungai  Igal,  Sungai  Pelanduk,  Sungai  Bantaian,  dan  Sungai  Batang
Tumu. Pulau-pulau yang terdapat di Kabupaten Indragiri Hilir pada umumnya telah
didiami  penduduk  dan  sebagian  diusahakan  penduduk  untuk  dijadikan  kebun- kebun  kelapa,  persawahan  pasang  surut,  kebun  sagu  dan  lain  sebagainya.
Gugusan  pulau  tersebut  meliputi;  Pulau  Kateman,  Pulau  Burung,  Pulau  Pisang, Pulau  Bakong,  Pulau  Air  Tawar,  Pulau  Pucung,  Pulau  Ruku,  Pulau  Mas,  Pulau
Nyiur  dan  pulau-pulau  kecil  lainnya.  Di  samping  gugusan  pulau  tersebut  maka terdapat
pula selat-selatterusan
kecil seperti;
SelatTerusan Kempas,
SelatTerusan  Batang,  SelatTerusan  Concong,  SelatTerusan  Perawang, SelatTerusan  Patah  Parang,  SelatTerusan  Sungai  Kerang,  dan  SelatTerusan
Tekulai.  Selain  selatterusan  alam  terdapat  pula  terusan  buatan  antara  lain; Terusan Beringin, Terusan Mandah, Terusan Igal dan lain-lain. Di samping sungai
dan  selat  terusan  di  daerah  ini  terdapat  pula  parit-parit  buatan  yang  telah dibangun  sejak  zaman  dahulu  oleh  petani.  Parit-parit  buatan  tesebut  tetap
dimanfaatkan  sampai  sekarang  sebagai  saluran  drainase  pengairan,  serta  untuk keperluan lalu lintas perhubungan. Selain itu di daerah ini juga terdapat danau dan
tanjung  seperti  Danau  Gaung,  Danau  Danai  dan  Danau  Kateman,  sedangkan tanjung yang ada di Indragiri Hilir adalah Tanjung Datuk dan Tanjung Bakung.
4.6.1 Produksi perikanan tangkap laut
Kabupaten Indragiri Hilir  memiliki wilayah perairan  laut seluas 6.318 km
2
yang  terbagi  dalam  perairan  pantai  dari  beberapa  kecamatan,  antara  lain: Tembilahan  377,99  km
2
,  Kuindra  671,56  km
2
,  Tanah  Merah  721,56  km
2
, Reteh  553,74  km
2
,  Mandah  1.479,24  km
2
,  Gaung  Anak  Serka  612,75  km
2
, Batang  Tuaka  1.050,25  km
2
dan  Kateman  211,31  km
2
serta  perairan  lepas pantai.  Perairan  laut  Kabupaten  Indragiri  Hilir  dengan  posisi  yang  strategis
dimana berhadapan langsung dengan Selat Berhala dan Laut Cina Selatan diyakini banyak  menyimpan  kekayaan  sumberdaya  hayati  berupa  ikan  dan  berbagai  jenis
hewan air serta tumbuhan laut lainnya. Sumberdaya ikan yang terdapat di perairan
80
tersebut  terdiri  dari  jenis  ikan  pelagis,  demersal  serta  binatanghewan  berkulit keras, yang kesemuanya memiliki nilai ekonomis penting.
Produksi  hasil  tangkapan  nelayan  di  Laut  Cina  Selatan  dari  tahun  1999- 2007 cenderung tidak teratur. Produksi terbanyak terjadi pada tahun 2000 sebesar
37673,3  ton  dan  terendah  pada  tahun  2005  sebesar  31274  ton.  Kecenderungan produksi perikanan di Laut Cina Selatan disajikan pada Gambar 21.
Gambar  21  Kecenderungan  produksi  perikanan  Laut  Cina  Selatan  Kabupaten Indragiri Hilir tahun 1999-2007.
Jumlah  produksi  perikanan  tangkap  di  Laut  Cina  Selatan  mengalami penurunan  rata-rata  sebesar  510,5  tontahun,  sumber  daya  perikanan  yang
terkandung  dalam  wilayah  Laut  Cina  Selatan  perairan  Indragiri  Hilir  sebesar 602.384 ton dengan potensi penangkapan lestari 36.404 tontahun. Sampai Tahun
2007 tingkat pemanfaatannya telah mencapai 34780,8 ton atau sekitar 93,6 , hal ini berarti masih mempunyai peluang untuk meningkatkan produksi penangkapan
sebesar  4,39    dari  potensi  yang  tersedia.  Peluang  pengembangan  usaha penangkapan  yang  dapat  ditingkatkan  sebanyak  1.567,70  ton  per  tahunnya
terutama di perairan lepas pantai. Produksi perikanan demersal rata-rata  mengalami penurunan  sebesar 619,8
tontahun. Dengan jumlah produksi terbesar pada tahun 1999 sebesar 14.988,7 ton dan produksi terendah terjadi pada tahun 2006 dan 2007 yaitu sebesar 8803,3 ton
Gambar 22.
37311,8 37673,3
36638,55 35603,8
35277,7 34503,3
31274 34780,8
34780,8
20000 40000
60000
1999 2000
2001 2002
2003 2004
2005 2006
2007
T a hun Pr
o d
u k
si to
n t
a h
u n
81
Gambar  22  Kecenderungan  produksi  perikanan  demersal  Laut  Cina  Selatan perairan Indragiri Hilir tahun 1999-2007.
Gambar  23  Kecenderungan  produksi  perikanan  pelagis  Laut  Cina  Selatan perairan Indragiri Hilir tahun 1999-2007.
Produksi  perikanan  pelagis  di  Laut  Cina  Selatan  perairan  Indragiri  Hilir mengalami  penurunan  produksi  rata-rata  590,6  tontahun.  Dengan  produksi
tertinggi  pada  tahun  1999  sebesar  9053,8.  Produksi  terendah  terjadi  pada  tahun 2004 sebesar3373 ton Gambar 23.
Kepemilikan  alat  penangkapan  di  perairan  Indragiri  Hilir  sama  halnya dengan  kepemilikan  di  Perairan  Bengkalis,  yaitu  milik  pribadi  dan  milik  tauke.
Lebih jelasnya disajikan pada Tabel 5. Hasil  observasi  lapang  menunjukkan  bahwa  teknologi  penangkapan  yang
ada  di  Laut  Cina  Selatan  Perairan  Indragiri  Hilir  umumnya  masih  berskala  kecil
14966,7 12421,3
11144,85 10482,5
10869,6 10991,4
10049,9 8803,3
8803,3
2000 4000
6000 8000
10000 12000
14000 16000
1999 2000
2001 2002
2003 2004
2005 2006
2007
T a hun
P ro
d u
k s
i t
o n
9053,8 6604,3
5448,05 3373
3570,8 3608,9
3608,9 4291,8
3710,9
3000 6000
9000 12000
1999 2000
2001 2002
2003 2004
2005 2006
2007
T a hun P
ro d
u k
s i
t o
n
82
dan  bersifat tradisional.  Jenis alat tangkap  yang  ada dan digunakan oleh  nelayan setempat cukup beragam.
Kecenderungan alat penangkapan ikan berfluktuasi tiap tahunnya, di mana rata-rata mengalami kenaikan sebesar 137,9 unit tiap tahunnya.
Secara  umum  Kecenderungan  jumlah  alat tangkap  ini  menunjukkan  peningkatan yang cukup baik.
Tabel 5  Distribusi nelayan berdasarkan kepemilikan jenis alat tangkap di Perairan
Laut Cina Selatan Kabupaten Indragiri Hilir
No Jenis alat
Status Pemilik
Pekerja Jumlah
1  Jaring insang 24
33,33 48
66,67 72
100 2  Jaring udang
8 72,73
3 27,72
11 100
3  Rawai 15
40,54 22
59,46 37
100 4  Bubu labuh
3 17,65
14 82,35
17 100
5  Bubu tiang 8
29,63 19
70,37 27
100 6  Pukat Cincin
4 57,14
3 42,86
7 100
7  Sondong 13
52,00 12
48,00 25
100 8  Tuamang
27 77,14
8 22,86
35 100
9  Cantrang 5
33,34 10
66,66 15
100 10  Belat
10 100,00
- 10
100 Jumlah
117 45,70
139 54,30
256 100
Sumber : DPK Kabupaten Indragiri Hilir 2007
4.7 Keadaan Sarana dan Prasarana Perikanan
Sarana  perikanan  berupa  Pangkalan  Pendaratan  Ikan  PPI  untuk  tempat pendaratan ikan dan menjual hasil tangkapan terdapat dibeberapa daerah sebanyak
6  PPI  yaitu  pada    PPI  Bengkalis,  PPI  Tanjung  Medang,  PPI  Selat  Panjang,  PPI Dumai, PPI Bagan Siapi-api dan PPI Pasir Limau Kapas. Untuk melihat prasarana
yang dimiliki oleh masing-masing PPI dapat dilihat pada Tabel 6. PPI  mempunyai  prasarana  seperti  dermaga,  Tempat  Pelelangan  Ikan  TPI
dan  kantor.  Dermaga  yang  dalam  kondisi  sangat  baik  terdapat  pada  PPI Bengkalis,  PPI  Tanjung  Medang,  PPI  Selat  Panjang  dan  PPI  Dumai.  PPI  Bagan
Siapi-api dan PPI Pasir Limau Kapas sarana dermaganya dalam kondisi sedang. TPI yang dimiliki oleh PPI Bengkalis dan PPI Dumai masih dalam kondisi
yang  baik.    PPI  Dumai  kondisi  sangat  baik  karena  masih  baru.  Kondisi  kantor pada  PPI  yang  ada  berkisar  baik  hingga  sedang.  Untuk  prasarana  lain  seperti
fasilitas air minum, BBM, cold storage dan pabrik es tidak ada. Pangkalan  pendaratan  ikan  yang  ada  sebagian  besar  berfungsi  sebagai
konsentrasi kegiatan perikanan dengan tingkat pelayanan sedang. Fungsi PPI yang
83
ada  berupa  kegiatan  perdagangan  dan  pemasaran  ikan.  Sebagian  besar  fungsi pelayanan pada PPI tidak berjalan. Untuk melihat fungsi dan pelayanan pada PPI
disajikan pada Tabel 7.
Tabel  6   Sarana dan prasarana pangkalan pendaratan ikan di Provinsi Riau
No. PPI
PrasaranaSarana
Dermaga TPI
Air  BBM  Kantor Cold
Storage Pabrik
Es Gudang
1 Bengkalis
- -
2 Tanjung
Medang -
- -
- -
- -
3 Selat Panjang
- -
- -
- -
4 Dumai
- -
- -
5 Bagan  Siapi-
api -
- -
- -
6 Pasir
Limau Kapas
- -
- -
- Sumber : PKSPL Faperika UNRI  2003
Keterangan:
= Kurang Baik =  Baik
= Sedang =  Sangat Baik
Tabel  6  menunjukkan  bahwa  penyediaan  bahan-bahan  pendukung  untuk pelayanan  tidak  tersedia  sehinga  fungsi  pelayanan  pangkalan  pendaratan  ikan
tidak berfungsi dengan baik. PPI Bengkalis berfungsi sebagai bongkar muat ikan, namun  lebih  banyak  ikan  yang  didatangkan  dari  daerah  luar.  PPI  Selat  Panjang
berfungsi baik, namun fasilitas pendukung kurang memadai. Sehingga sebahagian ikan tidak di daratkan di PPI melainkan kepada pedagang pengumpul tauke.
Kelemahan  pada  PPI  yang  ada  berupa  aksebilitas  daerah  penangkapan terlalu  jauh  dari  PPI  sehingga  ikan  yang  ditangkap  oleh  nelayan  tidak  dapat
didaratkan  ke  PPI,  sehingga  para  nelayan  menjual  pada  pengumpul  atau  pada tauke.  Upaya  yang  sebaiknya  dilakukan  yaitu  penguatan  pengawasan  dan
penegakkan  hukum, peningkatan pelayanan penunjang operasi, penanganan  hasil tangkapan,  peningkatan  pemasaran  serta  alternatif  lain  berupa  kapal  yang
berfungsi  sebagai  kapal  pengumpul  ikan  pada  daerah-daerah  penangkapan  yang jauh dari PPI.
Usaha  perikanan  tangkap  merupakan  sektor  perekonomian  yang  penting  di Provinsi  Riau,  karena  merupakan  salah  satu  sektor  yang  dapat  menyerap  tenaga
kerja  dan  mempunyai  pengaruh  yang  cukup  besar  dalam  struktur  sosial masyarakat  di  provinsi  ini.  Mayoritas  masyarakat  Provinsi  Riau  yang  tinggal  di
84
daerah  pesisir  mengandalkan  perikanan  sebagai  pekerjaan  utama,  hal  ini  terlihat pada jumlah nelayan yang cukup besar di Kabupaten Bengkalis.
Tabel  7  Fungsi pelayanan pangkalan pendaratan ikan di Provinsi Riau
No. PPI
Fungsi dan Pelayanan Dermaga
Pelelangan Pemasaran
Air BBM
Pendataan perikanan Kegiatan
perikanan tangkap
Pendaratan Perdagangan
1 Bengkalis
- -
2 Tanjung
Medang -
- -
- 3
Selat Panjang 4
Dumai -
- 5
Bagan Siapi- api
- -
- -
- 6
Pasir Limau Kapas
- -
- -
-
Sumber : PKSPL Faperika UNRI  2003
Keterangan :
= kurang baik =  baik
= sedang =  sangat baik
Pemekaran wilayah administrasi yang terjadi pada tahun 2004 yaitu dengan terbentuknya  Provinsi  Kepulauan  Riau  berpengaruh  terhadap  kontribusi  sektor
perikanan,  hal  ini  sangat  terlihat  jelas  pada  produksi  perikanan  yang  mengalami penurunan  lebih  dari  50  pada  tahun  2005.  Demikian  juga  terhadap  jumlah
armada penangkapan, alat tangkap dan jumlah nelayan yang berasal dari Provinsi Riau mengalami penurunan jumlah yang cukup signifikan dibandingkan sebelum
terjadinya  pemekaran  wilayah  tersebut.  Walaupun  pada  tahun  2007  telah mengalami  peningkatan  dan  jumlah  baik  produksi  perikanan,  armada
penangkapan,  alat  tangkap  maupun  nelayan,  tetapi  belum  dapat  memulihkan kondisi perikanan seperti sebelum terjadinya pemekaran.
Upaya pemulihan
terhadap kondisi
ini perlu
dilakukan untuk
mengembalikan  kondisi  perikanan  tangkap  di  Provinsi  Riau  sebelum  terjadinya pemekaran  wilayah.  Indikator  keberhasilan  pembangunan  sub-sektor  perikanan
tangkap  tidak  hanya  dilihat  berdasarkan  adanya  peningkatan  secara  kuantitasnya saja,  namun  harus  juga  memperhatikan  kualitasnya  pula,  utamanya  dalam  hal
pengelolaannya.  Fokus utama dalam pengelolaan perikanan tangkap adalah aspek keberlanjutannya, karena menurut Fauzi dan Anna 2005, hal tersebut merupakan
inti dalam pembangunan perikanan tangkap  yang diharapkan dapat  memperbaiki
85
kondisi  sumberdaya  dan  masyarakat  perikanan  itu  sendiri.  Pengembangan perikanan tangkap tidak akan menghasilkan nilai manfaat yang optimal, bila tidak
dilakukan secara terintegrasi dan holistik yang mencakup seluruh komponen atau sub-sistem  terkait  di  dalamnya.  Hal  ini  karena,  pembangunan  sub-sektor
perikanan  tangkap  merupakan  rangkaian  kegiatan  yang  saling  berinteraksi  dan mempengaruhi  dalam  suatu  kesatuan  sistem,  yang  dimulai  dari  tingkat  pra-
produksi  identifikasi  dan  estimasi  sumberdaya  ikan,  pengadaan  sarana  dan prasarana penangkapan ikan, dan modal usaha, produksi metode, teknologi dan
daerah  penangkapan  ikan,  pasca-produksi  penanganan  dan  pemasaran  hasil tangkapan hingga pengelolaannya kelembagaan dan peraturan.
4.8 Kesimpulan