Pendahuluan Ersti Yulika Sari

4 KONDISI USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PERAIRAN PROVINSI RIAU

4.1 Pendahuluan

Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai dengan Selat Malaka, terletak antara 01º 05’ 00” Lintang Selatan, 02º 25’ 00” Lintang Utara. Provinsi Riau adalah negeri bahari yang memiliki sejarah kemaritiman, karena berada di perairan Selat Malaka dan Laut Cina Selatan yang merupakan salah satu kawasan pelayaran internasional yang padat. Potensi maritim yang dimiliki juga diuntungkan oleh posisi geografis karena berdekatan dengan Singapura dan Malaysia, sehingga jaringan perdagangan akan menguntungkan dan ini merupakan salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah PAD. Perdagangan yang dilakukan dengan negara lain adalah hasil pemanfaatan sumberdaya alam yang dimiliki Provinsi Riau. Potensi yang dimiliki terlihat dari luasan wilayah yang dimiliki, yaitu 379.000 km 2 termasuk Zona Ekonomi Eksklusif dan terbagi menjadi wilayah lautan seluas 235.306 km 2 atau sebesar 71,33 dan wilayah daratan seluas 94.561,61 km 2 atau sebesar 28,67. Wilayah administrasi ini berubah seiring adanya pemekaran wilayah administrasi, sesuai dengan UU No 25 tahun 2002 tentang Pembentukan Provinsi Kepulauan Riau, maka pada tanggal 1 Juli 2004 Kepulauan Riau resmi menjadi provinsi baru. Total luas Provinsi Riau menjadi 111.823,60 km 2 , dengan luas daratan 83.965,60 km 2 82,46, luas perairan 17.858 km 2 17,54 serta jumlah pulau 1.917 buah DPK Provinsi Riau 2004. Pemekaran wilayah yang terjadi pada Provinsi Riau tentunya memberikan dampak terhadap potensi sumberdaya alam yang dimiliki, karena berkaitan dengan kewenangan dalam pengelolaan sumber daya alam tersebut. Demikian pula terhadap potensi sumberdaya perikanan tangkap yang berimplikasi terhadap luasan wilayah pengelolaan yurisdiksi yang dimiliki sesuai aturan dalam UU 25 Tahun 2000. Aktivitas perikanan tangkap di Provinsi Riau pasca Kepulauan Riau berangsur mulai pulih kembali dan menunjukkan peningkatan. Hal tersebut dapat dilihat dengan adanya peningkatan jumlah produksi perikanan laut dari 97.781,6 ton pada tahun 2005 menjadi 102.090,2 ton pada tahun 2007. Demikian pula 44 dengan armada dan alat penangkap ikannya, yang jumlahnya pada tahun 2007 11.516 perahukapal dan 14.053 unit alat tangkap juga sudah melampaui tahun 2005 10.427 perahukapal dan 10.835 unit alat tangkap. Sementara itu, untuk jumlah nelayan walaupun terjadi peningkatan, jumlahnya pada tahun 2007 12.112 orang sedangkan pada tahun 2005 10.674 orang DPK Provinsi Riau 2007. Indikator keberhasilan pembangunan sub-sektor perikanan tangkap tidak hanya dilihat berdasarkan adanya peningkatan secara kuantitas saja, tetapi juga harus memperhatikan kualitasnya, utamanya dalam hal pengelolaan. Fokus utama dalam pengelolaan perikanan tangkap adalah aspek keberlanjutannya, menurut Fauzi dan Anna 2005, hal tersebut merupakan inti dalam pembangunan perikanan tangkap yang diharapkan dapat memperbaiki kondisi sumberdaya dan masyarakat perikanan itu sendiri. Pengembangan perikanan tangkap tidak akan menghasilkan nilai manfaat yang optimal, bila tidak dilakukan secara terintegrasi dan holistik yang mencakup seluruh komponen atau sub-sistem terkait di dalamnya. Hal ini karena, pembangunan sub-sektor perikanan tangkap merupakan rangkaian kegiatan yang saling berinteraksi dan mempengaruhi dalam suatu kesatuan sistem, yang dimulai dari tingkat pra-produksi identifikasi dan estimasi sumberdaya ikan, pengadaan sarana dan prasarana penangkapan ikan, dan modal usaha, produksi metode, teknologi dan daerah penangkapan ikan, pasca- produksi penanganan dan pemasaran hasil tangkapan hingga pengelolaannya kelembagaan dan peraturan. Perencanaan pembangunan sub-sektor perikanan tangkap di Provinsi Riau harus dilakukan secara tepat, terpadu, dan dengan tahapan yang benar, agar perikanan tangkap di provinsi ini dapat berkembang ke arah perikanan tangkap bertanggungjawab, yakni yang optimal, berkelanjutan dan sesuai dengan kaidah- kaidah yang berlaku, baik nasional maupun internasional. Luas wilayah perairan laut Provinsi Riau 17.858 km 2 17,54, sebagian besar berada di Selat Malaka. Terdapat 4 wilayah kabupatenkota di Provinsi Riau yang berbatasan langsung dengan Selat Malaka, yaitu Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Bengkalis, Kotamadya Dumai dan Kabupaten Siak Sri Indrapura. Sedangkan wilayah yang 45 berbatasan dengan Laut Cina Selatan adalah Kabupaten Indragiri Hilir dan Kabupaten Pelalawan

4.2 Tujuan Penelitian