b. Validasi dan Revisi Rancangan Model Konseptual
Kegiatan validasi dilakukan setelah rancangan model konseptual selesai disusun. Dalam upaya mendapatkan model akhir, model konseptual yang telah
disusun masih perlu mendapatkan perbaikan dan penyempurnaan dengan mendengarkan masukan dan pandangan dari kalangan pakar Pendidikan Luar
Sekolah dan pakar pelatihan serta praktisi program pelatihan. Secara khusus, juga diminta masukan dari praktisi baik dari Dinas Sosial dan Diknas Jakarta untuk
visualisasi model sehingga menjadi visualisasi yang mudah dipahami dan menarik. Langkah selanjutnya dari hasil penelitian dengan prosedur penelitian dan
pengembangannya, dilakukan diskusi dengan teman sejawat dan pihak yang terlibat dalam program kemandirian anak tunalaras melalui pelatihan kecakapan.
Diskusi dilakukan dengan cara memberikan rancangan model konseptual pelatihan yang akan dikembangkan dan bahan belajar yang akan digunakan dalam
pelatihan untuk diberi catatan perbaikan dan penyempurnaan. Hasil diskusi dengan para pakar dan praktisi disusun dan dikompilasikan
sebagai bahan untuk berdiskusi dan mengadakan pembahasan dengan nara sumber lain agar semakin menyempurnakan dan memperbaiki model tersebut.
Dalam penelitian ini, dilakukan dua tahapan pengujian validasi, yakni teoritik dan empirik. Berikut ini beberapa masukan yang penting dari nara sumber.
a. Penilaian Ahli terhadap Rancangan Model konseptual
Beberapa masukan penting dari nara sumber terhadap model yang akan dikembangkan, antala lain sebagai berikut:
1 Model pelatihan kecakapan hidup cukup memadai dan sesuai dengan
kebutuhan dalam rangka meningkatkan kemandirian anak tunalaras; 2
Model pelatihan kecakapan hidup selain memerlukan pelibatan berbagai pihak, juga memerlukan pendekatan yang tepat sehinga bisa dijalin kerjasama
sejak dari mulai pelatihan sampai kegiatan berusaha; 3
Model pelatihan kecakapan hidup yang dibangun khusus bagi anak tunalaras harus selalu direncanakan dari bawah dengan melibatkan calon warga belajar;
4 Model yang diajukan ini cukup memadai dan dapat menjadi panduan para
fasilitatortutor dan pendamping dalam melakukan tugas pembinaan kecakapan vokasional kepada anak tunalaras;
5 Sistem dan proses perencanaan program, pendekatan, media, materi serta
metode pelatihannya cukup memadai dengan prinsip kecakapan hidup, pendekatan partisipatif sebagai upaya kemandirian anak tunalaras;
6 Model ini dapat diterima karena proses kemandirian anak tunalaras
dilakukan dengan basis masyarakat atau memanfaatkan sebagian sumber daya lokal alam, manusia dan budaya setempat;
7 Model ini dimungkinkan dapat menjawab kebutuhan masyarakat umumnya
dan kelompok gabungan anak tunalaras khususnya dalam hal pelatihan keterampilan;
8 Model ini dapat memberikan penguatan terhadap model pelatihan yang telah
ada, khususnya dalam program pelatihan ekonomi masyarakat yang selama ini kurang memperoleh penekanan dalam melakukan identifikasi dan
penentuan prioritas kebutuhan belajar masyarakat; dan 9
Sistematika dan visualisasi, serta kerangka bahan belajar untuk pelatihan
kecakapan hidup melalui pelatihan sebagai upaya kemandirian anak tunalaras sudah sesuai.
Komentar yang diberikan nara sumber memberikan penekanan pada empat hal, yaitu: 1 rancangan model, media pelatihan, pemanfaatan sumber daya lokal
yang terkait dengan pelatihan kecakapan hidup, dan relevansinya dengan kebutuhan anak tunalaras; 2 kerangka pikir, isi sistematika, alur dan visualisasi
model; dan 3 proses pengelolaan pelatihan; serta 4 bahan dan sumber belajar. Beberapa hal yang perlu direvisi dari model pelatihan kecakapan hidup
bagi anak tunalaras berdasarkan masukan dari para ahli adalah 1 visualisasi model dalam bentuk gambar disesuaikan dengan aspek-aspek komponen model
pelatihan kecakapan hidup supaya lebih spesifik; 2 arah program pelatihan kecakapan hidup lebih ditekankan pada usaha untuk membangun kemandirian
anak tunalaras sehingga memiliki nilai tambah dalam pemberdayaannya; dan 3 pelatihan kecakapan hidup lebih ditekankan pada vocational skills,
Beberapa masukan yang berasal dari nara sumber pada model konseptual pelatihan kecakapan hidup untuk meningkatkan kemandirian anak tunalaras,
kemudian dijadikan bahan perbaikan dan penyempurnaan, terutama terkait dengan pelatihan kecakapan hidup
yang lebih ditekankan pada “vocational skills” dan pembentukan kemandirian.
b. Penilaian Praktisi terhadap Rancangan Model Konseptual