khusunya panti-panti. Oleh karena itu, model pelatihan kecakapan hidup yang diterapkan oleh peneliti akan kurang lengkap apabila tidak disertasi oleh adanya
keberlanjutan atau kesinambungan berbagai pihak. Model ini apabila diterapkan dapat dikembangkan dengan melibatkan keluarga, masyarakat, dan lembaga
instansi pemerintah untuk mengontrol para warga belajar. Ada pun bentuk dan strateginya dapat dikembangkan kemudian hari. Yang penting, kontrol atau
pengawasan dari pihak tersebut menjadi sebuah faktor penambah kelengkapan model tersebut.
Di sisi lain, warga belajar yang tunalaras tersebut pun, memerlukan adanya sarana untuk pengembangan potensi diri bahkan jika memungkinkan adanya
pengembangan usaha. Potensi diri berkenaan dengan penyediaan peluang dalam bentuk pemberian pekerjaan. Denga bekal pelatihan yang dilaksanakan di PSMP,
warga belajar telah memiliki potensi berupa keahlian yang dipilihnya sehingga tidak akan bermanfaat apabila tidak dikembangkan. Di pihak lain, jika warga
belajar tidak mau bekerja, maka patut pula diberi kesempatan untuk mengembangkan usaha. Pengembangan usaha yang sesuai dengan karakteristik
warga belajar. Selain itu, dapat pula kembangkan usaha secara berkelompok dalam sebuah ikatan usaha bersama.
b. Ketua Pelaksana Program Pelatihan Kecakapan Hidup
Pendidikan kecakapan hidup merupakan ragam kemampuan yang diperlukan seseorang untuk menempuh kehidupan dengan sukses, bahagia dan
bermartabat. Kecakapan hidup merupakan kemampuan berkomunikasi secara efektif, kemampuan mengembangkan kerja sama, melaksanakan peranan sebagai
warga negara yang bertanggung jawab, memiliki kesiapan serta kecakapan untuk bekerja, dan memiliki karakter dan etika untuk terjun ke dunia kerja.
Kaitannya dengan pelaksanaan pelatihan kecakapn hidup yang telah dilaksanakan di PSMP ini, penyelenggaraannya telah sesuai dengan konsep
tersebut. Keterampilan warga belajar yang dikembangkan meningkat baik secara terjemahan angka-angka, maupun dengan hasil unjuk kerja berupa hasil tes
keterampilan. Bagi kami, model pelatihan tersebut sangat aplikatif, sistematis,
komprehensif, dan mudah dilaksanakan. Model ini akan menjadi panduan bagi kami dalam menyelenggarakan sebuah pelatihan. Akan tetapi, agar pelatihan ini
menjadi lebih efektif dan dengan dasar pengalaman menyelenggarakan pelatihan selama ini, warga belajar hendaknya tidak dijadikan sebagai objek pelatihan
seperti siswa di sekolah. Dalam pelatihan tersebut warga belajar tidak ditargetkan untuk mencapai tujuan tertentu saja akan tetapi yang perlu ditargetkan adalah
dampak pelatihan untuk masa depan warga belajar. Oleh karena itu, model ini harus menyertakan adanya pengawasan secara berkelanjutan, membina
komunikasi dengan warga belajar sampai batas wajtu tertentu, dan adanya fasilitas dari penyelenggara pelatihan PSMP agar warga belajar memiliki peluang untk
bekerja atau menciptakan lapangan usaha.
c. Pengurus Asrama Program Pelatihan
Salah satu karakteristik anak tunalaras adalah perilakunya yang tidak diharapkan oleh lingkungan, sering bertentangan dengan norma-norma yang
berlaku dalam masyarakat tempat dia berada. Tingkah lakunya sering membuat
orang menjadi marah karena merasa terganggu atau dirugikan, dan mereka cenderung berhubungan dengan otorita, seperti polisi, pengadilan, guru atau orang
tua. Anak tunalaras ini prestasinya di sekolah cenderung menurun dan dijauhi oleh teman-temannya sehingga mereka membutuhkan pelayanan pendidikan secara
khusus. Anak tunalaras yang ditampung di panti rehabilitasi sosial diharapkan mereka memiliki seperangkat keterampilan teknis yang harus dimiliki anak untuk
melaksanakan tugas perkembangannya sebagai individu yang memiliki kualitas SDM yang bisa bersanding dan bersaing.
Pelatihan kecakapan hidup yang diselenggarakan peneliti secara psikologis mampu mengurangi perilaku warga belajar yang kurang baik. Dengan adanya
kesibukan berupa latihan-latihan, maka perilaku warga belajar menjadi terkontrol. Pelatihan ini mampu mewadahi warga belajar dalam mengembangkan potensi dan
keterampilannya. Akan tetapi, pelatihan ini harus mampu menjaga sikap warga belajar agar tidak kembali menjadi anak tunalaras. Oleh karena itu, hendaknya
lembaga penyelenggara pelatihan menjadi jembatan penghubung kelangsungan hidup warga belajar setelah terjun ke masyarakat melalui program monitoring atau
bimbingan terpimpin. Program monitoring ini diperkukan agar warga belajar mampu mengembangkan segala potensinya dengan arahan dan bimbingan
lembaga sebagai pengendalinya.
d. Tutor dan Sumber Belajar Program Pelatihan Kecakapan Hidup