i Evaluasi Akhir Pelatihan
Evaluasi pelatihan kecakapan vokasional dilakukan dengan a evaluasi prapelatihan b evaluasi proses pelatihan, dan c evaluasi akhir
pelatihan. Pada dasarnya, evaluasi dilakukan pada aspek-aspek a kemampuan memahami materi dan b kemampuan mempraktikkan.
b. Pelaksanaan
Pelibatan berbagai pihak dalam proses pelatihan kecakapan vokasional menjadi penting dalam pelatihan, misalnya antara lain: lembaga pemerintah
daerah melalui dinasinstansi teknis terkait, Dinas Pendidikan, Dinas Sosial, Disnakertrans, sumber belajarfasilitator, tokoh masyarakat dan para kader
organisasi kemasyarakatan. Kerja sama berbagai pihak sesungguhnya sangat diperlukan dalam program pelatihan kecakapan hidup, yaitu sejak perencanaan
program sampai evaluasi program pelatihan, termasuk kegiatan monitoring, dan pembinaan berkelanjutan. Keterlibatan mereka dalam kegiatan evaluasi pelatihan
kecakapan vokasional merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan satu program pelatihan kecakapan hidup.
Dalam banyak hal, pemantauan pasca kegiatan pelatihan terabaikan yang disebabkan berbagai alasan, antara lain tidak tersedianya anggaran atau
terbatasnya sumber daya manusia Sumber Belajar dan atau tenaga pendamping yang bertanggung jawab pada program pelatihan. Dalam pelatihan yang menganut
sistem pelatihan orang dewasa, yaitu anak tunalaras sebagai warga belajar sehingga kemampuan dalam penguasaan materi selama proses dan setelah
kegiatan berakhir sesungguhnya dapat diketahui oleh warga belajar sendiri.
c. Evaluasi
Evaluasi model pelatihan kecakapan hidup lebih mengedepankan pada kerja sama untuk mengetahui keberhasilan pencapaian program pelatihan
kecakapan vokasional oleh warga belajar. Evaluasi pelatihan kecakapan vokasional dilakukan secara bersama-sama, baik evaluasi proses maupun evaluasi
hasil program pelatihannya. Evaluasi proses dilakukan terhadap warga belajar, terdiri dari motivasi belajar, kerja sama, dan partisipasi warga belajar dalam
proses pelatihan. Bagi sumber belajarfasilitator evaluasi tersebut bermanfaat untuk memperbaiki dan meningkatkan unjuk kerja performance sebagai
pembelajar atau warga belajar, antara lain terkait dengan penguasaan materi, penggunaan media dan bahan pelatihan, metode dan fasilitassarana pelatihan,
serta bimbingan selama proses pelatihan. Sedangkan evaluasi akhir pelatihan dilakukan untuk mengetahui penguasaan materi pelatihan oleh warga belajar teori
dan praktik. Evaluasi pasca penyelenggaraan program pelatihan kecakapan hidup
selain dilakukan oleh peneliti juga melibatkan beberapa petugas atau sumber belajar sekaligus melakukan pemantauan monitoring. Kegiatan para petugas
tersebut adalah untuk melakukan pemantauan pada kemandirian warga belajar yang telah mengikuti program pelatihan. Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui
tingkat keberhasilan dan kontribusi penerapan model pelatihan kecakapan hidup dalam menguasai kecakapan vokasional vocational skills untuk meningkatkan
kemandirian anak tunalaras warga belajar, kesejahteran, dan taraf hidup mereka. Model konseptual pelatihan kecakapan hidup yang dikembangkan dan
mengacu pada pendekatan pelatihan orang dewasa adult learning ini, dalam perspektif
Pendidikan Luar
Sekolah program
pelatihan tersebut
diimplementasikan melalui pendekatan partisipatif dan kolaboratif. Pendekatan ini juga berlaku dalam program pembinaan lanjutan setelah mereka memiliki
kecakapan vokasional dan usaha. Sedangkan secara substansial pengembangan model pada program pelatihan yang dikembangkan mengarah pada munculnya
kepercayaan yang melekat pada warga belajar untuk mengatur diri dalam menjalankan tugas sehari-hari karena menyadari telah memiliki kemampuan yang
memadai dan dapat dipertanggungjawabkan. Secara umum, walaupun dalam pelatihan kecakapan hidup lebih
menekankan pada penguasan kecakapan vokasional praktis, namun tidak mengabaikan aspek kecakapan akademik secara teoretis. Dalam pelatihan
kecakapan vokasional orang dewasa kegiatan belajar kecakapan vokasional praktis akan menarik bilamana materi yang disampaikan sesuai dengan kebutuhan
dengan metode pelatihan yang menarik pula. Karena itu model belajar dengan learning by doing dan metode pemecahan masalah problem solving methods
adalah motode-metode yang dianggap sangat tepat bagi warga belajar. Untuk itu, metode pelatihan kecakapan hidup juga akan menarik dan bermakna bagi warga
belajar bilamana terdapat kesesuaian antara materi dengan jenis kecakapan vokasional yang dipilih atas dasar kebutuhan nyata kelompok sasaran program
calon warga belajar melalui kesepakatan bersama. Berdasarkan analisis hasil studi eksplorasi dan analisis kebutuhan belajar
anak tunalaras sebagai warga belajar, pengembangan model pelatihan kecakapan
hidup dalam penelitian ini mencakup beberapa hal, di antaranya sebagai berikut: Pertama, deskripsi model pelatihan yang dikembangkan akan mencoba
menggambarkan pelatihan kecakapan hidup sebagai sistem, konsep, program dan pendekatan. Dalam penelitian ini, pelatihan kecakapan hidup dipandang sebagai
penguatan untuk kemandirian anak tunalaras sebagai warga belajar. Selain itu, dipaparkan juga mengenai pengembangan media dan bahan materi pelatihan
menggunakan sistem penghantaran secara terintegrasi. Kedua, memaparkan potensi-potensi sumber daya yang ada di masyarakat
SDA, SDM dan nilai budaya, yang menjadi basis dan sumber pelatihan warga belajar dalam rangka untuk memperoleh sumber penghasilan atau pendapatan.
Sebagian sumber daya lokal dipilih atas dasar keunggulan-keunggulan komparatif dengan pertimbangan potensi ekonomi pedesaan dan perkotaan yang diarahkan
kepada pelatihan ekonomi yang mampu memberikan nilai tambah. Ketiga, untuk menyosialisasikan konsep pelatihan kecakapan hidup bagi
warga belajar, perlu dipilih jenis-jenis usaha ekonomi produktif melalui pengembangan model yang akan diujicobakan. Pelatihan jenis-jenis kecakapan
vokasional usaha ekonomi produktif bagi kelompok warga belajar dalam penelitian dan pengembangan model pelatihan ini terbatas pada pengelolaan dan
pelayanan di bidang jasa. Keempat, proses perancangan program dan bahan belajar yang
menggambarkan tentang langkah-langkah kegiatan apa yang dilakukan, dengan dan bersama siapa merancang dan melaksanakan program pelatihan serta bahan
belajar apa yang sebaiknya dikembangkan. Dalam proses ini, tidak lupa juga
memperhatikan karakteristik warga belajar anak tunalaras sebagai kelompok sasaran, bagaimana prosesnya, apa metode dan keluaran produk yang dihasilkan.
Kelima, proses kemandirian anak tunalaras melalui model pelatihan kecakapan hidup menggambarkan bagaimana memproses antara instrumen input,
environment input, dan other input yang disepakati bersama untuk menghasilkan output serta outcomes, serta untuk mengetahui keberhasilan pelatihan terhadap
kelompok sasaran. Peran dan tugas-tugas fasilitator dan kelompok sasaran akan dikembangkan ke dalam aktifitas pelatihan keterampilan. Pengorganisasian warga
belajar dan bahan belajar, penggunaan motode pelatihan serta bimbingan lanjutan menjadi bagian yang terintegrasi dalam model pelatihan kecakapan hidup dengan
pendekatan partisipatif dan kolaboratif. Program pelatihan melalui model pelatihan kecakapan hidup bukanlah
suatu produk final bagi program kemandirian anak tunalaras dalam upaya mengatasi masalah ekonomi. Atas pertimbangan dan alasan tersebut, rancangan
model konseptual yang disusun mempertimbangkan beberapa kemungkinan yang diperkirakan akan terjadi dan menjadi hambatan dalam proses penelitian dan
pengembangan model, baik yang bersifat internal bersumber dari diri peneliti sendiri, seperti keterbatasan kemampuan dan pemahaman antara lain:
menjustifikasi secara akurat fenomena-fenomena sosial terhadap model-model pelatihan yang relatif beragam dan berubah, maupun eksternal bersumber dari
peneliti, seperti administratif dan kondisi lapangan. Oleh karena itu, perlu langkah-langkah persiapan yang dapat mengeliminir hambatan yang bakal terjadi,
sehingga perlu adanya antisipasi dalam implementasinya.
b. Validasi dan Revisi Rancangan Model Konseptual