55
3.5.2.1.3. Homban
Homban adalah lahan mula-mula yang diusahakan pencipta Golat atau tanah marga itu. Biasanya Homban itu berada di tengan-tengah persawahan.
Homban merupakan salah satu bukti bahwa orang Batak Toba berbudaya hauma sawah. Ada juga yang mengatakan bahwa Homban itu adalah nama sejenis mata
air yang disekitarnya ditanami bunga-bungaan dan pohon beringin. Mata air yang disebut Homban ini adalah milik satu sub marga atau satu ompu.
3.5.2.1.4. Tambak
Tambak adalah kuburan keluarga yang ditandai dengan pohon beringin. Dimana ada Tambak leluhur satu marga atau satu ompu itu, berarti tanah
disekitarnya itu adalah tanah keturunannya. Tambak kini sudah berubah menjadi batu napir yaitu: bangunan semen yang dijadikan tempat penguburan mayat dan
sekaligus menimpan saring-saring keturunan satu ompu. Hak waris sangat menjunjung tinggi anak laki-laki. Anak perempuan tidak
berhak atas warisan bahkan perempuan yang tidak mempunyai saudara laki-laki tidak pernah akan bisa memiliki warisan orang tuanya.
3.5.3. Anak Laki-laki sebagai Pelaksana Aktivitas Adat
Berdasarkan Dalihan Na Tolu, yang berperan dalam kegiatan adat, misalnya dalam upacara pernikahan, yang berperan dalam mengatur jalannya
pesta tersebut adalah kaum laki-laki. Pada sebuah pesta yang berhak untuk bicara dan mengambil keputusan adalah laki-laki. Laki-lakilah yang akan menjadi utusan
sebuah keluarga untuk menghadiri sebuah undangan pesta pada masyarakat Batak Toba. Itulah sebabnya hanya laki-laki yang mengerti masalah adat.
Universitas Sumatera Utara
56 Pada masyarakat Batak Toba, seorang anak laki-laki sudah diajarkan
tentang nilai-nilai budayanya sendiri. Anak laki-laki disadarkan akan hak dan kewajibannya sebagai calon pemimpin dalam keluarga. Tujuan dari pengajaran itu
adalah supaya anak laki-laki itu mengerti tentang budayanya sendiri karena dialah penyambung atau penerus keturunan marga keluarganya untuk menghindari
kepunahan.
3.5.4. Anak Laki-laki Diutamakan dalam Pendidikan
Menurut Murniati 2004: 17 pendidikan merupakan bagian dari usaha pembudayaan manusia. Pendidikan tidak bisa lepas begitu saja dari pengaruh
budaya yang berkembang dalam suatu masyarakat. Pada masyarakat Batak Toba pendidikan lebih diutamakan bagi anak laki-laki. Sebab anak laki-lakilah yang
lebih utama untuk mengetahui budayanya. Sejak kecil anak laki-laki sudah diajarkan tentang budayanya. Anak laki-
laki lebih diutamakan dalam bidang pendidikan agar mendukung terhadap pengetahuan budaya. Anak laki-laki selalu diusahakan untuk sekolah oleh orang
tuanya. Orang tua akan selalu berusaha semampunya untuk menyekolahkan anaknya setinggi mungkin. Tujuan dari hal ini adalah agar kelak anaknya dapat
mengangkat nama baik orang tuanya. Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka semakin mengerti akan nilai budaya dalam masyarakatnya. Bagi masyarakat
Batak Toba, anak laki-lakilah yang harus diusahakan dalam pendidikan karena anak laki-laki disebut sebagai penerus marga. Keluarga yang kurang mampu saja
akan tetap berusaha untuk menyekolahkan anaknya sekalipun harus meminjam dari kaum kerabat ataupun tetangga.
Universitas Sumatera Utara
57 Menurut Murniati 2004: 4 manusia sejak lahir sudah dibuat identitas oleh
orang tuanya. Mulai proses belajar, manusia membedakan jenis laki-laki dengan perempuan. Tidak hanya memandang aspek biologisnya saja, tetapi juga dikaitkan
dengan fungsi dasarnya dan kesesuaian pekerjaannya. Dari proses belajar ini, muncul teori gender yang kemudian dijadikan landasan berfikir dan menjadi
falsafah hidup sehingga menjadi ideologi. Perempuan lebih lemah dari laki-laki, serta nilai anak laki-laki lebih tinggi dari pada nilai anak perempuan.
Kebudayaan Batak Toba berakar pada sistem kekerabatan patrilineal yang mengikat anggota-anggotanya dalam hubungan yang disebut dengan Dalihan Na
Tolu yaitu hubungan yang berasal dari kelompok kekerabatan tertentu dalam satu marga. Dalam hubungan dengan orang lain, orang Batak menempatkan dirinya
dalam susunan Dalihan Na Tolu tersebut, sehingga dapat mencari adanya kemungkinan hubungan kekerabatan diantara sesamanya.
Sejarah orang Batak hanya dapat ditelusuri melalui garis laki-laki. Seorang anak perempuan dalam keluarga dan istri tidak tercatat dalam peta tersebut.
Berdasarkan sistem patrilineal itu, laki-laki dan perempuan menyandang hak dan kewajiban yang berbeda terhadap klen mereka. Laki-laki sejak kecil sudah
disadarkan bahwa mereka harus memiliki pengetahuan mengenai sejarah dan kebudayaan Batak Toba dan mereka bertanggung jawab terhadap kelangsungan
klen ayahnya.
Universitas Sumatera Utara
58
BAB IV PERUBAHAN PERLAKUAN TERHADAP ANAK
PEREMPUAN
4.1. Perlakuan Terhadap Anak Perempuan sebelum mengenal modernisasi
Cara memperlakukan anak perempuan merupakan suatu hal milik para orang tua yang disesuaikan dengan budaya setempat. Sebelum masyarakat
mengenal modernisasi, masyarakat sangat memegang teguh nilai budaya yang sangat tinggi menjunjung nilai anak laki-laki. Tingginya nilai anak laki-laki
menyebabkan anggapan terhadap anak perempuan hanya sebagai pelengkap saja. Bagi orang tua memiliki anak perempuan tanpa adanya anak laki-laki merupakan
sebuah aib yang harus ditanggung seumur hidupnya, sebaliknya memiliki anak laki-laki tanpa anak perempuanpun bukanlah menjadi sebuah masalah.
Berdasarkan anggapan tersebut maka cara memperlakukan anak laki-laki dengan anak perempuan tidak sama, dimana anak perempuan dianggap lemah yang selalu
dikekang dengan nilai budaya yang ada. Berdasarkan adat Batak Toba perempuan berada dibawah kekuasaan laki-
laki. Perempuan hanya dapat melaksanakan aturan yang berlaku dengan sendirinya dalam lingkungan dimana dia tinggal. Melanggar aturan yang telah
ditetapkan berarti melanggar nilai budayanya sendiri. Setiap pelanggaran, akan dikenakan sanksi atau hukuman.
Perempuan adalah hak menumpang di rumah orang tuanya, dan kalaupun dia dikawinkan, dia akan pergi ke kampung marga suaminya. Seorang perempuan
tetap disebut sebagai hak menumpang walaupun di rumah suaminya. Semua itu
Universitas Sumatera Utara