101 yang sama dan memberikan kesempatan yang sama untuk anak laki-laki maupun
anak perempuan. Berdasarkan kasus-kasus yang sama seperti di atas sering terjadi membuat
masyarakat desa Pollung, lambat laun memberikan kesempatan pada anak- anaknya untuk sekolah. Menurut informan kunci, anak-anak perempuan banyak
yang berhasil karena saling meniru. Artinya: orang tua yang satu melihat orang tua yang mau menyekolahkan anak perempuannya sampai berhasil, kemudian
timbul niat untuk maju seperti orang tua yang menyekolahkan anaknya. Akhirnya lambat laun menimbulkan adanya perubahan dalam memperlakukan anak-anak
mereka.
4.5.2. Kasus dalam Harta Warisan
Seorang anak perempuan maupun perempuan janda harus berusaha untuk mendapatkan haknya agar tidak jatuh ke tangan orang lain. Di bawah ini dapat
dilihat kasus-kasus yang berhubungan dengan usaha untuk mendapatkan harta warisan.
Kasus 1. Ramli Lumban Gaol 25 sebagai salah satu informan yang melakukan berbagai macam usaha supaya diberikan warisan mengatakan:
”Naujui ditingki ndang marhamulian dope ahu, hupangido do jala mangelek do au tu natua-tuakku. Asa dilean nian ahu saotik sian tano
pangarimbaan nasidai. Hu ulahon sude jala hu urus denggan sude tano ni halak da amang nasa tolaphu. Asa anggiat dilean santopak siani tu ahu.
Ala dibereng nasida parkarejoanku humongkop tano nahupangido i, pas ditingki muli ahu dilean nasida ma tano nahupangido i di ahu”. Dahulu
sewaktu saya belum menikah, saya meminta dengan membujuk ayah serta ibuku mengenai keinginanku mendapatkan warisan dari mereka. Saya mau
mengerjakan ladang, dan mengurus ladang ayahku semampuku demi keinginan itu. Melihat ketulusan saya, maka ayah memberikan apa yang
aku inginkan itu sawaktu saya menikah.
Universitas Sumatera Utara
102 Berdasarkan kasus di atas, anak perempuan telah melakukan usaha, untuk
mendapatkan yang dia inginkan. Dimana usaha tersebut rela bekerja keras supaya suatu saat ayah memberikan yang dia inginkan jika waktunya telah tiba. Ayah
juga tidak merasa terpaksa memberikannya. Sebelum anak mendapatkan apa yang dia inginkan, dia sudah bekerja keras, giat dan membuat hati orang tuanya
bahagia. Berdasarkan pewarisan yang tidak adil ini, dibawah ini ada kasus yang
pernah dialami oleh ibu Prondi Lumban Gaol 40, dimana dia adalah seorang janda. Ibu Prondi mengatakan:
”Di taon 1980 i marripe ma ahu. Jala hutubuhon ma sada baoa dohot sada borua. Tingki pese-pese dope nasida nunggnga ditadingkon bapakna
hami. Dung marpiga ari roma simatuanghu, aning paulakhon ahu tu natua-tuangku jala disuruma tadinghononhu gellenghu. Alai ndang olo
ahu, hupartahanton ma nasida. Roma raja niadat mandonghon asa boi ahu tong tinggal di bale-balengki dang boi au muli muse. Sahat tu
sadarion ndang marhamulian ahu muse humonghop gellenghu naduai”. Pada tahun 1980 saya menikah. Saya melahirkan seorang anak laki-laki
dan seorang anak perempuan. Sewaktu masih bayi, kami sudah ditinggalkan oleh ayahnya. Beberapa hari kemudian orang tuaku datang
dan berniat untuk mengembalikan aku pada orang tuaku. Namun aku mempertahankan anakku. Keputusan raja adat menetapkan saya bisa tetap
tinggal di rumah suamiku selama saya belum menikah lagi.
Berdasarkan uraian di atas menunjukkan bahwa perempuan sudah mulai menuntut haknya dalam mendapatkan warisan. Di bawah ini terdapat gambar perempuan
janda yang berhasil mempertahankan harta dan hak asuh anak-anaknya.
Universitas Sumatera Utara
103 Gambar 4.7. Perempuan Janda yang Berhasil Mempertahankan Harta
dan Hak Asuh Anak-anaknya. Berdasarkan kasus-kasus di atas menunjukkan perjuangan-perjuangan
anak perempuan agar mendapat kesempatang yang sama dengan anak laki-laki terutama dalam pendidikan formal. Apapun mereka lakukan demi kemajuan dan
masa depan yang dicita-citakan serta usaha mereka supaya diberikan warisan. Perempuan jandapun ikut melakukan perjuangan-perjuangan untuk
mempertahankan hak mereka yakti terhadap harta peninggalan suaminya dan atas hak asuh terhadap anak-anak mereka.
Perubahan perlakuan terhadap anak perempuan terjadi karena sebelumnya budaya Batak Toba hanya mengutamakan anak laki-laki, sedangkan anak
perempuan selalu dinomorduakan. Sebelum masyarakat Batak Toba mengenal modernisasi kedudukan anak perempuan bukanlah sebagai penerus keturunan
marga, bukan sebagai ahli waris dan tidak diutamakan dalam pendidikan. Masuknya unsur-unsur baru akibat perkembangan zaman, serta keterbukaan
masyarakat untuk menerimanya menyebabkan terjadinya proses perubahan perlakuan terhadap anak perempuan.
Perubahan perlakuan terhadap anak perempuan terjadi, selain karena masuknya unsur-unsur baru juga di dukung oleh anak perempuan yang merespon
Universitas Sumatera Utara
104 secara khusus perlakuan tersebut. Seiring dengan perkembangan zaman, anak
perempuan juga melakukan perjuangan-perjuangan yang panjang untuk mendapatkan perlakuan yang sama dengan anak laki-laki. Hal ini didukung oleh
kasus-kasus yang dialami oleh perempuan yang akhirnya dimenangkan oleh perempuan. Anak perempuan telah diperlakukan sama dengan anak laki-laki
untuk mengecap pendidikan, anak perempuan juga telah diberikan warisan oleh orang tuanya dan harta orang tua telah jatuh ke tangan anak perempuannya jika
tidak ada anak laki-laki yang dilahirkan serta anak perempuan telah banyak yang merantau untuk bekerja.
Universitas Sumatera Utara
105
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan