1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Manusia adalah mahluk evolutif, tumbuh tahap demi tahap yaitu dari bayi menjadi kanak kemudian dewasa, lalu tua dan pada akhirnya meninggal. Pada
umumnya manusia dilihat dari jenis kelamin ada dua yaitu laki-laki dengan perempuan. Berarti kata perempuan merupakan gambaran dari segi biologis yaitu,
mengacu pada seks atau jenis kelamin. Mendengar kata perempuan, maka dapat diketahui identitas, peran, fungsi, pola perilaku serta kegiatan, dimana posisi
perempuan sangat dipengaruhi oleh budaya setempat Weiner, 1986: 6-7. Peran serta posisi perempuan dalam bermasyarakat tergantung pada nilai
budaya yang mengaturnya. Seringkali orang langsung dapat menimpulkan bahwa perempuan sebagai mahluk yang dinomorduakan akibat budaya patriarkhi,
padahal asumsi tersebut tidak terjadi pada semua kelompok masyarakat. Misalnya, masyarakat Minangkabau yang dikenal dengan prinsip matrilineal. Prinsip
matrilineal memperhitungkan hubungan kekerabatan melalui garis keturunan wanita, sehingga semua kaum kerabat ibu termasuk dalam batas kekerabatannya,
sedang semua kaum kerabat ayah berada di luar batas itu Koentjaraningrat, 1998: 123.
Berdasarkan prinsip keturunan matrilineal, jadi pada masyarakat Minangkabau, anak laki-laki dengan anak perempuan itu sama nilainya.
Masyarakat Minangkabau justru lebih mendahulukan anak perempuan, dalam arti masyarakat lebih mendukung anak perempuan untuk lebih maju. Masyarakat
Minangkabau sangat menginginkan anak perempuan berhasil yaitu dalam
Universitas Sumatera Utara
2 pendidikan yang lebih tinggi dan berhasil di perantauan, sebab keberhasilan anak
perempuan merupakan suatu kebanggaan bagi mereka. Setiap anak yang berhasil dalam pendidikan serta yang sukses dalam perantauan diharapkan harus sudah
mampu untuk membangun kampung halamannya. Masyarakat Minangkabau selalu menanamkan kepada semua yang keluar dari daerahnya, harus mampu
menerapkan segala yang diperoleh selama di daerah lain untuk membangun daerahnya baik yang melanjutkan pendidikan maupun bekerja.
Akses dalam harta warisan, saat ini telah banyak sorotan, dimana anak perempuan sudah mulai menuntut haknya dalam harta warisan dari orang tuanya.
Tulisan Sulistyowati 2003: 200-210 menceritakan tentang perempuan Batak Toba yang sudah mulai menuntut haknya dalam mendapatkan harta warisan.
Perempuan yang sudah janda sudah berhasil mendapatkan warisan dari keluarga mereka walaupun dengan membutuhkan perjuangan yang sangat panjang. Anak
perempuan terutama perempuan yang sudah janda menciptakan budaya hukum sendiri, serta tahap-tahap pilihan hukum, yaitu yang pertama yang didasarkan
pada ketentuan adat, jika tidak berhasil, sebagai pilihan kedua adalah digugat ke Pengadilan Negeri serta Pengadilan Tinggi yang dikuatkan oleh Mahkamah
Agung sehingga akhirnya dimenangkan oleh perempuan. Selain dalam harta warisan, Hak Azasi perempuan sebagai bagian dari Hak
Azasi Manusia telah mendapat pengakuan dan perlindungan yang telah berhasil diperjuangkan dalam waktu yang panjang. Konprensi Wina Majelis Umun PBB
telah mengakomodasi Deklarasi Penghapusan Diskriminasi terhadap perempuan. Hukum Internasional tentang Hak Azasi Manusia di Wina menghasilkan
kesepakatan bahwa Hak Azasi Perempuan adalah bagian integral dan universal
Universitas Sumatera Utara
3 dari Hak Azasi Manusia. Hal tersebut menghasilkan perlindungan terhadap kasus
pelecehan seksual sosial, kekerasan dalam rumah tangga serta kasus pemerkosaan Poerwandari, 1997: 22.
Kasus pelecehan seksual selama ini tidak pernah diperhatikan, pada hal sebenarnya kasus ini sering dialami oleh perempuan. Kekerasan rumah tangga
juga selama ini dianggap sebagai masalah dalam keluarga yang bersangkutan saja, pada hal kekerasan tersebut sangat berpengaruh terhadap semua anggota keluarga
terutama pada anak-anaknya yang menyangkut masa depan bangsa. Kasus pemerkosaan juga selama ini tidak begitu dicermati oleh pihak hukum kerena
adanya hukum yang mengatur masyarakat yaitu hukum adat. Penyelesaian dilakukan di dalam lingkungan masyarakat saja, sehingga tidak ada satu hukum
yang membuat anggota masyarakat jera dan takut. Sorotan ini menjadi diperhatikan oleh negara dan dengan adanya hukum perlindungan ini membuat
perempuan merasa terbantu dan terlindungi. Berdasarkan beberapa kajian-kajian tersebut di atas menunjukkan adanya
perjuangan-perjuangan anak perempuan dalam mendapatkan akses untuk memilih hal-hal seperti yang telah didapatkan anak laki-laki. Anak perempuan sampai
kapanpun tidak akan pernah menjadi penerus silsilah tetapi mengenai harta warisan sudah mulai diberikan, mempunyai kesempatan yang sama dalam
mengecap pendidikan, serta pendapat istri sudah mulai diperhitungkan oleh suami dalam mengambil sebuah keputusan dalam keluarga.
Datangnya era reformasi yang didukung oleh kemajuan teknologi telah membuka peluang dan kesempatan bagi perempuan bersama laki-laki untuk
membuka wawasan berpikir mereka. Dahulu perempuan asyik bergunjing
Universitas Sumatera Utara
4 dipinggir pagar rumahnya, karena informasi mereka mungkin sebatas tingkat
rukun tetangga. Sekarang perempuan mendapat peluang untuk tahu lebih banyak. Kalau badan mereka mungkin masih saja terikat dalam grafitasi rumahnya, dunia
justru kini yang secara rutin menjenguknya melalui televisi, radio atau barang cetakan lainnya.
Media massa setiap saat memberitahukan hal-hal yang terjadi di luar. Media informasi ini tersebar keseluruh pelosok masyarakat, dimana media
tersebut masuk juga ke dalam kelompok masyarakay Batak Toba. Masyarakat Batak Toba secara umum telah membuka diri dan telah menerima media tersebut.
Melalui televisi, radio dan surat kabar tersebut tidak jarang menginformasikan hal-hal yang berhubungan dengan perempuan. Media tersebut acapkali
menampilkan kaum perempuan yang sudah ikut berperan dalam pendidikan dan pekerjaan. Telah banyak anak perempuan yang berpendidikan tinggi dan memiliki
pekerjaan yang baik dan bukan hanya dikaitkan dengan rumah saja. Masuknya unsur-unsur baru tersebut didukung oleh keterbukaan
masyarakat untuk menerimanya. Hal tersebut telah menggugah hati para orang tua yang menyebabkan terjadinya perubahan perlakuan terhadap anak perempuan
dengan memberikan kesempatan yang sama antara anak laki-laki dengan anak perempuan untuk maju. Adanya perubahan perlakuan terhadap anak perempuan
tersebut memberikan adanya pilihan anak perempuan untuk berusaha dalam mewujudkan kemajuan seperti yang diperoleh anak laki-laki. Hasil lapangan
menunjukkan jumlah jumlah anak perempuan sudah banyak yang berpendidikan karena terjadinya perubahan perlakuan terhadap anak perempuan.
Universitas Sumatera Utara
5 Jumlah anak perempuan setiap tahunnya dapat dikatakan lebih banyak
yang berhasil dalam pendidikan. Hal ini kemungkinan karena perbandingan jumlah anak perempuan lebih banyak dari anak laki-laki. Hal ini juga dapat
terbukti dengan lebih banyaknya anak laki-laki dijumpai yang tinggal di desa. Menurut para informan, anak perempuan hampir semuanya keluar dari desa
dengan tujuan yang berbeda. Kebanyakan diantara mereka bertujuan untuk melanjutkan pendidikan ke bangku kuliah dan sebagian lagi bertujuan untuk
bekerja. Anak perempuan juga sudah mulai diberikan harta warisan oleh orang tuanya. Anak perempuan juga sudah menjadi ahli waris jika tidak ada anak laki-
laki yang dilahirkan, padahal sebelumnya jika tidak memiliki anak laki-laki maka harta warisan akan jatuh ke saudara laki-laki dari ayah.
Perempuan janda juga sudah di serahkan kuasa untuk tetap memiliki dan mempergunakan warisan dari suaminya yang meninggal. Di lapangan juga
diperoleh data yang menunjukkan sudah adanya perempuan yang menjadi kepala
rumah tangga serta yang berperan ganda.
Terjadinya perubahan perlakuan terhadap anak perempuan menjadikan perempuan Batak Toba sudah banyak yang berhasil baik dalam pendidikan
maupun dalam dunia kerja, pada hal budaya Batak Toba lebih mengutamakan anak laki-laki. Artinya nilai anak laki-laki lebih tinggi dari anak perempuan pada
budaya Batak Toba. Keutamaan anak laki-laki dalam budaya Batak Toba dipengaruhi oleh
beberapa faktor yang menjadi peran anak laki-laki yaitu: Pertama: anak laki-laki berperan sebagai penerus keturunan marga. Sebuah keluarga menjadi punah
kalau tidak ada anak laki-laki yang dilahirkan. Peran ini tidak akan pernah
Universitas Sumatera Utara
6 berubah sampai kapanpun dan tetap sebagai peran anak laki-laki. Anak laki-laki
yang bertanggung jawab atas kelangsungan klen ayahnya, sedangkan anak perempuan akan keluar dari klen ayahnya setelah menikah. Hal inilah yang
menyebabkan hak dan kewajiban antara anak laki-laki dengan anak perempuan berbeda. Kedua: anak laki-laki berperan sebagai ahli waris utama peninggalan
harta orang tuanya. Hal ini karena anak laki-laki sebagai penerus silsilah ayahnya tetapi sekarang perempuan mulai diberikan harta warisan oleh orang tuanya.
Ketiga: anak laki-laki sebagai pelaksana utama dalam aktivitas adat. Hal ini karena hanya anak laki-lakilah yang mengerti tentang adat. Sejak kecil anak laki-
laki sudah diajarkan tentang adat sedangkan anak perempuan tidak, tetapi suami
sudah muali meminta pertimbangan dari istri dalam mengambil sebuah keputusan.
Keempat: anak laki-laki diutamakan dalam pendidikan, karena anak laki-laki sebagai penerus keturunan. Masyarakat Batak mengutamakan anak laki-laki untuk
berpendidikan karena dapat mengharumkan nama keluarga. Perkembangan zaman dan masuknya unsur-unsur kebudayaan baru serta
hasil interaksi dengan berbagai suku bangsa lain mempengaruhi kehidupan masyarakat Batak Toba. Didukung oleh masyarakat yang mau membuka diri
secara umum dan mau menerima dan menyaring unsur-unsur baru sehingga menimbulkan terjadinya perubahan. Tujuan dari perubahan ini adah agar
masyarakat dapat mengikuti perkembangan zaman. Perlu disadari bahwa setiap masyarakat manusia pasti mengalami
perubahan dalam hidupnya, itu yang dinamakan kedinamisan dan perkembangan. Tanpa perubahan mustahil ada yang dinamakan dengan perkembangan. Artinya
tanpa perubahan suatu masyarakat tidak akan pernah berkembang dan dapat
Universitas Sumatera Utara
7 menyesuaikan diri dengan masyarakat lain yang telah mengikuti perkembangan
zaman. Perubahan dalam masyarakat terdiri dari dua macam yaitui perubahan secara lambat dan perubahan secara cepat yang mengarah pada perubahan yang
semakin sempurna dari keadaan sebelumya. Perubahan dalam masyarakat dapat mengenai nilai-nilai budaya, norma-norma sosial, pola-pola perikelakuan dan lain
sebagainya. Manusia hidup atas dasar kebiasaan, dimana kebiasaan ini akan hilang bila terjadi suatu perubahan Koentjaraningrat, 1970: 89.
Perubahan ini didukung oleh adanya modernisasi yang merupakan perubahan yang berupa perkembangan dalam pembangunan ke arah modern atau
ke arah yang lebih maju atau positif. Perubahan didukung oleh masuknya agama Kristen, dimana agama mengajarkan suatu perasaan keagamaan yang mendalam
yang menganggap derajat manusia adalah sama. Berdasarkan hal ini posisi laki- laki dengan perempuan adalah sama. Faktor utama pendukung perubahan adalah
tingkat pendidikan yang semakin tinggi. Pendidikan dapat berpengaruh untuk memperluas ilmu pengetahuan, serta ilmu pengetahuan telah menyediakan
informasi-informasi dan teknologi baru yang diperlukan oleh orang-orang yang secara sadar ingin menambah dorongan mereka sendiri ke arah perubahan yang
lebih baik. Perubahan terjadi juga pada masyarakat Batak Toba yang didorong oleh
masuknya unsur-unsur baru serta teknologi yang memberikan wawasan luas pada masyarakat dan keterbukaan masyarakat untuk menerima unsur-unsur baru
tersebut. Berdasarkan pengetahuan yang dimiliki masyarakat yang semakin luas, akhirnya masyarakat memberikan kesempatan yang sama untuk anak perempuan
dengan anak laki-laki untuk maju. Sama seperti masyarakat lain yang juga
Universitas Sumatera Utara
8 mengutamakan anak perempuan seperti yang terjadi pada masyarakat
Minangkabau. Berdasarkan pengetahuan tersebut perlakuan terhadap anak perempuanpun berubah yang menjadikan anak perempuan Batak Toba sadar akan
pentingnya pendidikan, merantau untuk mendapat pekerjaan yang lebih baik serta sudah diberikan harta warisan oleh orang tua.
1.2. Perumusan Masalah