perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xlvii
prestasi belajar matematika lebih baik, pendekatan pembelajaran CTL atau pembelajaran langsung yang berbasis pada AfL.
G. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat yaitu: 1.
Memberikan masukan kepada guru, calon guru, atau praktisi pendidikan dalam pembelajaran matematika untuk memilih pendekatan pembelajaran yang tepat
bagi siswanya sehingga dapat mengoptimalkan prestasi belajar matematika siswa. 2.
Sebagai bahan masukan bagi guru matematika tentang pentingnya potensi yang dimiliki oleh siswa seperti kreativitas dalam pembelajaran matematika.
3. Sebagai bahan masukan bagi dunia pendidikan, khususnya pendidikan dan
pembelajaran matematika. 4.
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk melakukan penelitian lebih lanjut.
BAB II
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xlviii
LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
A. Tinjauan Pustaka
1. Prestasi Belajar Matematika
a. Belajar
Salah satu teori belajar yang paling luas diterima di kalangan para pakar dan ahli matematika adalah teori belajar konstruktivisme. Teori
konstruktivisme adalah teori belajar yang berakar kuat pada psikologi kognitif dan teori-teori Piaget yang berkembang sekitar tahun 1960.
Menurut kaum konstruktivis dalam Paul Suparno 1997:61, belajar merupakan proses aktif pembelajar dalam mengkonstruksi arti yang berupa
teks, dialog, pengalaman fisis, dan lain-lain. Belajar juga merupakan proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang
dipelajari dengan pengertian yang sudah dipunyai seseorang sehingga pengertiannya dikembangkan. Proses tersebut antara lain bercirikan sebagai
berikut: 1
Belajar berarti membentuk makna. Makna yang diciptakan oleh siswa dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan, dan alami. Konstruksi arti tersebut
dipengaruhi oleh pengertian yang telah ia punyai. 2
Konstruksi arti adalah proses yang dilakukan terus menerus. Setiap kali berhadapan dengan fenomena atau persoalan yang baru, diadakan
rekonstruksi, baik secara kuat atau lemah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xlix
3 Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan lebih suatu
pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian yang baru. Belajar bukanlah hasil perkembangan, melainkan merupakan perkembangan itu
sendiri, suatu perkembangan yang menuntut penemuan dan pengaturan kembali pemikiran seseorang.
4 Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema seseorang dalam
keraguan yang merangsang pemikiran lebih lanjut. Situasi ketidak- seimbangan disequilibrium adalah situasi yang baik untuk memacu
belajar. 5
Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman pelajar dengan dunia fisik dan lingkungannya.
6 Hasil belajar seseorang tergantung kepada apa yang telah diketahui si
pembelajar: konsep-konsep, tujuan, dan motivasi yang mempengaruhi interaksi dengan bahan yang dipelajari.
Lebih lanjut Piaget dalam Wina Sanjaya 2010:124 menyebutkan bahwa mengkonstruksi pengetahuan dilakukan melalui proses asimilasi dan
akomodasi terhadap skema yang sudah ada. Skema adalah struktur kognitif yang terbentuk melalui proses pengalaman. Asimilasi adalah proses
penyempurnaan skema yang yang telah terbentuk dan akomodasi adalah proses perubahan skema. Teori konstruktivistik muncul dalam beberapa
pendekatan pembelajaran antara lain pembelajaran kontekstual. Dari definisi belajar di atas, maka dalam penelitian ini belajar dapat
diartikan sebagai proses aktif yang dilakukan oleh si pembelajar siswa untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user l
mengkonstruksi sendiri pengetahuan dari apa yang dipelajari melalui pengalaman dengan dunia fisik dan interaksi dengan lingkungan belajarnya.
b. Prestasi Belajar
Saifudin Azwar 2000:9 mengemukakan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang dicapai oleh siswa dalam belajar yang ditunjukkan dengan
nilai. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia 2005:895 kata prestasi mempunyai arti hasil yang telah dicapai dari yang telah dilakukan,
dikerjakan, dan sebagainya. Sementara Slameto 1995:23 berpendapat bahwa prestasi belajar adalah penilaian hasil kegiatan belajar yang dinyatakan
dalam bentuk simbol, angka, huruf, maupun hal yang dapat mencerminkan hasil yang sudah dicapai oleh setiap anak pada periode tertentu.
Dari beberapa pendapat tentang prestasi belajar di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil kegiatan belajar yang telah
dicapai oleh siswa selama periode tertentu dan merupakan indikator perkembangan dan penguasaan pengetahuan siswa setelah mengikuti kegiatan
belajar yang dinyatakan dalm bentuk simbol, angka, atau huruf.
c. Matematika
Matematika didefinisikan berbeda oleh beberapa pakar, sehingga sampai sekarang tidak terdapat satu definisi yang disepakati oleh semua tokoh
atau pakar matematika. Menurut Herman Hudojo 1979:96 hakekat matematika adalah berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur dan hubungan-
hubungannya yang diatur menurut urutan yang logis. Lebih lanjut Herman mengatakan bahwa matematika berkenaan dengan konsep-konsep abstrak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user li
yang kebenarannya dikembangkan berdasar alasan yang logis. Sedangkan menurut Soedjadi 2000:11 matematika adalah cabang ilmu pengetahuan
eksak dan terorganisasi secara sistematik dan merupakan pengetahuan tentang stuktur-struktur yang logik.
Dari pendapat yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan berkenaan dengan
konsep-konsep abstrak dimana struktur dan hubungan-hubungannya diatur menurut aturan yang logis.
d. Prestasi Belajar Matematika
Keberhasilan seseorang dalam kegiatan pembelajaran seringkali dilihat dari prestasi belajarnya. Siswa dapat dikatakan berhasil dalam belajar bila
prestasi yang diraih sesuai dengan target yang telah ada dalam tujuan pembelajaran.
Dari pengertian belajar, prestasi belajar, dan matematika di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian prestasi belajar matematika adalah hasil
kegiatan belajar yang telah dicapai oleh siswa selama periode tertentu dan merupakan indikator perkembangan dan penguasaan pengetahuan siswa
setelah mengikuti proses pembelajaran matematika. Dalam penelitian ini prestasi belajar matematika dinyatakan dalam bentuk angka yang merupakan
nilai hasil tes yang diujikan setelah siswa menempuh proses pembelajaran.
e. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Matematika
Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa menurut Slameto 1995:54 adalah:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user lii
1 Faktor Internal
Faktor internal berasal dari dalam diri seseoarang yang sedang belajar, meliputi faktor jasmaniah seperti kesehatan tubuh, faktor psikologis,
seperti kecerdasan, bakat, minat, motivasi, kematangan, perhatian, kreativitas, kesiapan, dan faktor kelelahan.
2 Faktor Eksternal
Faktor eksternal berasal dari luar diri seseorang yang sedang belajar, yaitu faktor keluarga, faktor masyarakat, faktor sekolah, termasuk pendekatan
yang digunakan dalam pembelajaran. Terkait dengan faktor internal yaitu kreativitas, Baron dalam Utami
Munandar 2009:21 berpendapat bahwa kreativitas adalah kemampuan menghasilkan atau menciptakan sesuatu yang baru. Oleh karenanya,
keberadaan kreativitas sangatlah penting dalam pembelajaran khususnya matematika. Dengan adanya kreativitas pada diri siswa maka diharapkan anak
mampu untuk menyelesaikan sebuah persoalan tidak hanya dengan solusi yang tunggal.
Terkait dengan faktor eksternal yaitu pendekatan pembelajaran dapat mempengaruhi prestasi belajar karena kegiatan siswa dan guru dalam
pembelajaran sangat menentukan keberhasilan siswa dalam membangun pengetahuan dan pemahaman siswa terhadap konsep dari materi yang sedang
dipelajari. Pada penelitian ini akan diangkat faktor internal yaitu kreativitas yang ada dalam diri siswa dan faktor eksternal yaitu pendekatan pembelajaran
yang digunakan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user liii
2. Pendekatan Pembelajaran
Menurut Erman Suherman 1994:220 pendekatan pembelajaran adalah suatu konsep atau prosedur yang digunakan dalam membahas suatu bahan
pelajaran dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan belajar mengajar. Menurut Kokom Komalasari 2010:54 pendekatan pembelajaran adalah titik
tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di
dalamnya mewadahi, menginspirasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan dengan cakupan teoritis tertentu. Sedangkan menurut
Oemar Hamalik 2003:57 pendekatan pembelajaran adalah kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan
prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dari beberapa pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
pendekatan pembelajaran adalah sebuah konsep atau sudut pandang dalam membahas suatu bahan pelajaran yang dilatar belakangi oleh suatu teori tertentu
yang didalamnya berupa kombinasi antara unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai
tujuan pembelajaran. Keberadaan sebuah pendekatan pembelajaran dalam proses pembelajaran
matematika sangatlah penting dan berpengaruh terhadap hasil atau prestasi belajar yang diperoleh siswa. Menurut Samuelsson 2009:69 terkait dengan pendekatan
pembelajaran dalam matematika, “Teaching approach impacting mathematical proficiency”. Samuelsson mengatakan bahwa pendekatan pembelajaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user liv
memberikan dampak bagi kecakapan matematika. Lebih lanjut Samuelsson 2009:71 menyatakan “In this study, it is obvious that different teaching
approaches have different impacts on different aspects of students’ mathematical proficiency”. Menurut Samuelsson, dalam studinya penelitiannya memberikan
kejelasan yang nyata bahwa perbedaan pendekatan pembelajaran akan menghasilkan dampak yang berbeda pada aspek kecakapan matematika siswa.
Dalam implikasi penelitiannya, Samuelsson 2009:73 berpendapat, “This study gives evidence that no single method affects all areas of mathematical
proficiency with the same impact. An eclectic approach to instruction may best work to develop all dimensions of learning outcomes”. Menurut Samuelsson, dari
penelitiannya dapat memberikan bukti bahwa tidak ada sebuah metode tunggal yang dapat mempengaruhi semua bidang kemampuan matematika siswa dengan
dampak yang sama. Sebuah pendekatan yang terpilih untuk pembelajaran dapat bekerja lebih baik dalam mengembangkan semua dimensi dari hasil
pembelajaran. Even dan Kvatinsky 2008:957 menyebutkan,”The manuscript suggests that in their own way, each teacher attempted to help more those
students who encountered more difficulties, the lower achieving students, and they did so by using the resources available to them”. Even dan Kvatinsky
menyebutkan, naskah penelitiannya menyarankan bahwa dengan cara mereka sendiri, masing-masing guru harus mencoba untuk membantu lebih banyak siswa
yang menghadapi banyak kesulitan, siswa dengan pencapaian prestasi yang rendah, dan mereka melakukannya dengan menggunakan sumber daya yang
tersedia bagi mereka.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user lv
3. Pendekatan Pembelajaran Contextual Teaching and Learning CTL
a. Definisi Pembelajaran CTL
Pembelajaran CTL atau pembelajaran kontekstual banyak dipengaruhi oleh filsafat konstruktivisme yang mulai digagas oleh Mark Baldwin dan
selanjutnya dikembangkan oleh Jean Piaget. Berikut ini definisi dari pendekatan pembelajaran kontekstual atau CTL menurut beberapa ahli adalah
sebagai berikut: Menurut Johnson 2009:19, “CTL is an educational process that aims
to help students see meaning in the academic material they are studying by connecting academic subjects with the context of their daily lives, that is, with
context of their personal, social, and cultural circumstance”. Dari definisi tersebut dapat diartikan bahwa CTL adalah sebuah proses pendidikan yang
bertujuan menolong para siswa untuk melihat makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek
akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial, dan budaya mereka.
Nurhadi 2003:35 menyebutkan bahwa pendekatan kontekstual adalah konsep belajar yang mendorong guru untuk menghubungkan antara
materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa. Pembelajaran kontekstual juga mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan
yang dimilikinya dan penerapannya dalam kehidupan mereka sendiri-sendiri. Pengetahuan dan keterampilan siswa diperoleh dari usaha siswa
mengkonstruksikan sendiri pengetahuan dan keterampilan baru ketika belajar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user lvi
Sedangkan Borko dan Putnam mengemukakan bahwa dalam pembelajaran kontekstual, guru memilih konteks pembelajaran yang tepat bagi siswa
dengan cara mengaitkan pembelajaran dengan kehidupan nyata dan lingkungan di mana anak hidup dan berada serta dengan budaya yang berlaku
di masyarakatnya http:www.contextual.org.id. Sedangkan menurut Miller 2006:19, “Contextual learning conditions
require students to learn in dynamic environments that simulate the reality of the work place. They learn by doing. It facilitates understanding, retention,
recall as well as two key types of learning transfer applications and use in new situations”. Miller mengungkapkan bahwa kondisi pembelajaran
kontekstual memerlukan siswa untuk belajar dalam lingkungan dinamis yang memperagakan pekerjaan nyata. Mereka siswa belajar dengan melakukan.
Hal tersebut memfasilitasi pemahaman, ingatan, mengingat kembali seperti halnya pada dua kunci dari tipe transfer pembelajaran aplikasi dan
penggunaan pada situasi yang baru. Dari beberapa definisi di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
pendekatan pembelajaran CTL adalah sebuah pendekatan pembelajaran dimana materi pelajaran yang diberikan oleh guru dikaitkan dengan konteks
dunia nyata atau dengan pengalaman dan pengetahuan yang telah dimiliki siswa sebelumnya dan siswa belajar dengan melakukan. Dengan demikian
diharapkan siswa akan menemukan makna pada materi pelajaran yang mereka terima sehingga siswa akan lebih memahami, mampu memecahkan masalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user lvii
di kehidupan nyata dan lebih mengingat materi tersebut yang pada akhirnya akan mampu meningkatkan prestasi belajar siswa pada akhir pembelajaran.
Terkait dengan penerapan pendekatan pembelajaran CTL di kelas, Glynn dan Winter 2004:61 dalam penelitiannya menyebutkan:
“Furthermore, the CTL strategies were best implemented when teachers used them in conjunction with sounds classroom management
techniques. Taken together, the finding of these case studies support the view that implementation of CTL strategies can help elementary
school teachers meet the challenges that confront them when teaching science to children”
Glynn dan Winter menyebutkan, lebih lanjut, strategi CTL paling baik diterapkan ketika guru menggunakannya dalam hubungannya dengan teknik
manajemen suara di kelas. Secara keseluruhan, temuan dari studi kasus mendukung pandangan bahwa penerapan strategi CTL dapat membantu guru
sekolah dasar dalam menyelesaikan tantangan yang dihadapi ketika mereka mengajarkan sains kepada anak-anak.
Forneris dan Peden 2006:15 dalam penelitiannya pada pendidikan keperawatan menyatakan “Contextual learning as a reflective educational
intervention is a way of teaching that focuses on achievement of answers, and achievement of a coherence of understanding in the context of care”. Forneris
dan Peden menyebutkan bahwa pembelajaran kontekstual sebagai intervensi pendidikan reflektif adalah sebuah langkah pengajaran yang memfokuskan
kepada pencapaian jawaban dan pencapaian dari pemahaman yang koheren dalam konteks kepedulian.
b. Prinsip Ilmiah CTL
Tiga prinsip ilmiah dalam CTL adalah sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user lviii
1 Prinsip kesaling-bergantungan
Prinsip kesaling-bergantungan memungkinkan para siswa untuk membuat hubungan yang bermakna dan pemikiran yang kritis dan kreatif menjadi
mungkin. Kedua proses tersebut akan terlibat dalam mengidentifikasi hubungan yang akan menghasilkan pemahaman-pemahaman baru. Prinsip
kesaling-bergantungan juga mendukung kerja sama. Dengan bekerja sama, para siswa terbantu dalam menemukan persoalan, merancang
rencana, dan mencari pemecahan masalah Johnson, 2009:72. 2
Prinsip Diferensiasi Prinsip diferensiasi memungkinkan siswa dengan berbagai latar belakang
berbeda dapat bekerja sama yang saling menguntungkan dalam pembelajaran. Para siswa berpikir kreatif ketika mereka menggunakan
pengetahuan akademik untuk meningkatkan kerja sama dengan anggota kelas mereka, ketika mereka merumuskan langkah-langkah untuk
menyelesaikan sebuah tugas sekolah, atau mengumpulkan dan menilai informasi mengenai suatu masalah masyarakat. Dengan prinsip
diferensiasi akan membebaskan para siswa menjelajahi bakat pribadi mereka, memunculkan cara belajar mereka sendiri, berkembang dengan
langkah sendiri Johnson, 2009:77. 3
Prinsip Pengaturan Diri Prinsip pengaturan diri meminta para pendidik untuk mendorong setiap
siswa untuk mengeluarkan seluruh potensinya. Ketika siswa menghubungkan materi akademik dengan konteks keadaan pribadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user lix
mereka, mereka akan terlibat dalam kegiatan yang mengandung prinsip pengaturan-diri. Siswa akan dapat menemukan siapa diri mereka dan apa
yang bisa mereka lakukan, sehingga siswa akan mengeluarkan potensi terpendamnya Johnson, 2009:82.
c. Komponen CTL
Komponen-komponen dalam pembelajaran CTL menurut Wina Sanjaya 2010:264-268 adalah sebagai berikut:
1 Konstruktivisme constructivism. Konstruktivisme adalah proses
membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Pembelajaran CTL pada dasarnya
mendorong agar siswa bisa mengkonstruksi sendiri pengetahuannya melalui proses pengamatan dan pengalaman.
2 Inkuiri inquiry. Inkuiri berarti bahwa proses pembelajaran dalam CTL
didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Hal tersebut didasarkan pada prinsip bahwa pengetahuan
bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri.
3 Bertanya questioning. Dalam proses pembelajaran CTL, guru tidak
menyampaikan informasi begitu saja, akan tetapi memancing agar siswa dapat menemukan sendiri. Oleh karena itu, peran bertanya sangatlah
penting, sebab melalui pertanyaan-pertanyaan tersebut guru dapat membimbing dan mengarahkan siswa untuk menemukan setiap materi
yang sedang dipelajari.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user lx
4 Masyarakat belajar learning community. Konsep masyarakat belajar
dalam pembelajaran CTL adalah bahwa hasil pembelajaran diperoleh melalui kerja sama dengan orang lain. Oleh karenanya, dalam
pembelajaran CTL diterapkan asas masyarakat belajar yang dilakukan dengan menerapkan pembelajaran melalui kelompok-kelompok.
5 Pemodelan modeling. Proses pembelajaran CTL dilakukan dengan
memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Proses modeling tersebut tidak terbatas dari guru saja, akan tetapi
dapat juga melibatkan siswa dengan memanfaatkan sarana yang ada. 6
Refleksi reflection. Refleksi adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari, yang dilakukan dengan cara mengurutkan kembali
kejadian-kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah dilaluinya. Dalam proses pembelajaran CTL, disetiap akhir pembelajaran guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk merenung dan mengingat kembali apa yang telah dipelajarinya.
7 Penilaian nyata authentic assessment. Dalam CTL, keberhasilan
pembelajaran tidak hanya ditentukan oleh perkembangan kemampuan intelektual saja, akan tetapi perkembangan seluruh aspek. Oleh karena itu
dalam pembelajaran CTL penilaian nyata memiliki makna proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan
belajar yang dilakukan siswa.
d. Implementasi CTL dalam pembelajaran
Untuk dapat mengimplementasikan pembelajaran konteksual CTL,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user lxi
guru dalam pembelajarannya mengaitkan antara materi yang akan diajarkannya dengan dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama
CTL yaitu sebagai berikut: 1
Mengembangkan pemikiran bahwa siswa akan belajar lebih bermakna jika diberi kesempatan untuk bekerja, menemukan, dan mengkonstruksi
sendiri pengetahuan dan keterampilan baru constructivism. 2
Membentuk grup belajar yang saling tergantung interdependent learning groups yaitu agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerja sama dengan
orang lain, maka pembelajaran hendaknya selalu dilaksanakan dalam kelompok-kelompok belajar atau pembelajaran yang melibatkan siswa
dalam kelompok. 3
Memfasilitasi kegiatan penemuan inquiry, yaitu proses siswa dalam memperoleh pengetahuan dan keterampilan melalui penemuannya sendiri
bukan hasil mengingat sejumlah fakta. Kegiatan yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan penugasan kepada siswa terkait materi
pelajaran yang diberikan sebelum guru menerangkan materi pembelajaran tersebut.
4 Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui pengajuan pertanyaan
questioning. Bertanya dipandang sebagai kegiatan atau upaya guru untuk mendorong, membimbing, dan memahami kemampuan berpikir
siswa, sedangkan bagi siswa bertanya merupakan kegiatan atau upaya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user lxii
untuk menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui dan menunjukkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya.
Bertanya dapat diterapkan antara siswa dengan siswa, antara guru dengan siswa, antara siswa dengan guru, antara siswa dengan orang baru yang
didatangkan di kelas. 5
Dalam setiap pembelajaran selalu diupayakan ada model yang bisa ditiru. Guru memberi model tentang bagaimana cara belajar, namun
demikian guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa atau dapat juga mendatangkan dari luar.
6 Di setiap akhir pertemuan pembelajaran, guru bersama-sama siswa
melakukan refleksi reflection, yaitu cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir kebelakang tentang apa-apa yang sudah kita
lakukan dimasa yang lalu. Kuncinya adalah bagaimana pengetahuan itu mengendap di benak siswa.
7 Penilaian sesungguhnya authentic assesment, adalah proses
pengumpulan berbagai data yang dapat memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Pembelajaran yang benar memang
seharusnya ditekankan pada upaya membantu siswa agar mampu mempelajari learning how to learn sesuatu, bukan ditekankan pada
diperolehnya sebanyak mungkin informasi diakhir periode pembelajaran. Kemajuan belajar dinilai dari proses, bukan melulu hasil, dan dilakukan
dengan berbagai cara. Tes hanya salah satu cara dan itulah hakekat penilaian yang sebenarnya. Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user lxiii
dalam Supinah 2008:10-11.
e. Sintak Pembelajaran CTL
Dengan mengacu pada poin c di atas yaitu implementasi pembelajaran CTL dalam pembelajaran, maka sintak atau langkah-langkah pembelajaran
CTL dalam penelitian ini penulis susun sebagai berikut ini:
Tabel 2.1 Sintak Pembelajaran CTL
Fase-fase Perilaku Guru
Fase 1: Berpikir thinking Pemberian kesempatan
untuk bekerja, menemukan, dan
mengkonstruksi sendiri pengetahuan
Guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang dikaitkan dengan materi
pelajaran dan meminta siswa menggunakan waktu beberapa menit untuk berpikir sendiri
jawaban atas masalah tersebut
Fase 2: Kelompok belajar learning community
Pembentukan kelompok- kelompok belajar
Guru memerintahkan siswa untuk bergabung dengan kelompoknya dan mendiskusikan
masalah yang diberikan guru. Pengelompokan dilakukan dengan
memperhatikan latar belakang siswa, seperti jenis kelamin dan kemampuan siswa. Di
setiap pertemuan, guru membuat daftar anggota tiap kelompok yang setiap
pertemuannya anggota kelompok selalu berubah
Fase 3: Pemodelan modeling
Guru berusaha untuk membuat dan atau menjadi model yang menggambarkan situasi
nyata terkait materi yang dipelajari. Siswa melibatkan diri dan berupaya
mengaplikasikan pengetahuan yang dimiliki dan digunakan untuk memecahkan masalah
dalam situasi tersebut
Fase 4: Berbagi sharing Guru meminta kelompok atau perwakilannya
untuk berbagi dengan keseluruhan kelas tentang hasil kinerja dan hasil diskusi dalam
kelompoknya. Kelompok lain menanggapi dan memberi gagasan atau masukan.
Fase 5: Refleksi reflection
Guru pada akhir pembelajaran bersama-sama dengan siswa merefleksikan tentang materi
yang baru saja dipelajari dan kaitannya dengan materi lain
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user lxiv
f. Keunggulan dan Keterbatasan Pembelajaran CTL
Sebuah pendekatan pembelajaran tentunya memiliki keunggulan dan keterbatasan, termasuk dalam hal ini pembelajaran CTL. Keunggulan dari
pembelajaran CTL antara lain adalah: 1
Penempatan siswa sebagai subyek belajar dalam pembelajaran. 2
Siswa lebih banyak memperoleh kesempatan meningkatkan hubungan kerjasama antar teman.
3 Siswa memperoleh kesempatan lebih banyak untuk mengembangkan
aktivitas, kreativitas, sikap kritis, kemandirian, dan mampu mengkomunikasikan gagasan kepada orang lain.
4 Siswa memiliki peluang lebih banyak untuk menggunakan keterampilan-
keterampilan dan pengetahuan baru yang diperlukan dalam kehidupan yang sebenarnya.
5 Tugas guru adalah sebagai fasilitator, yaitu memfasilitasi siswa selama
pembelajaran berlangsung sebagai contoh menyiapkan media pembelajaran.
Adapun kelemahan dari pembelajaran CTL antara lain sebagai berikut: 1
Proses kegiatan belajar mengajar pada pembelajaran ini membutuhkan waktu yang lebih banyak.
2 Bagi guru pembelajaran ini menuntut kreativitas, tenaga dan biaya yang
lebih, sebab guru harus berusaha mengkaitkan materi yang dipelajari siswa dengan situasi nyata, menyiapkan daftar kelompok pada setiap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user lxv
pertemuan, lembar kerja dan alat peraga yang memungkinkan menunjang pembelajaran.
3 Pada kelas yang didominasi siswa dengan kemampuan di bawah rata-rata,
proses pembelajaran kurang begitu berjalan dengan baik. Hal ini dikarenakan siswa cenderung pasif dan kerja dalam kelompok hanya
didominasi oleh siswa-siswa tertentu.
4. Pendekatan Pembelajaran Langsung
a. Definisi Pembelajaran Langsung
Pembelajaran langsung atau direct instruction dikenal dengan sebutan active teaching. Pembelajaran langsung juga dinamakan whole-class teaching.
Penyebutan itu mengacu pada gaya mengajar dimana guru terlibat aktif dalam mengusung isi materi pelajaran kepada peserta didik dan mengajarkannya
secara langsung kepada seluruh kelas. Teori pendukung pembelajaran langsung adalah teori behaviorisme
dan teori belajar sosial. Berdasarkan kedua teori tersebut, pembelajaran langsung menekankan belajar sebagai perubahan perilaku. Jika behaviorisme
menekankan belajar sebagai proses stimulus-respons bersifat mekanis, maka teori belajar sosial beraksentuasi pada perubahan perilaku bersifat organis
melalui peniruan Agus Suprijono, 2010:47. Pembelajaran langsung dirancang untuk pengetahuan prosedural,
pengetahuan deklaratif pengetahuan faktual serta berbagai keterampilan. Pembelajaran langsung dimaksudkan untuk menuntaskan dua hasil belajar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user lxvi
yaitu penguasaan pengetahuan yang distrukturkan dengan baik dan penguasaan keterampilan.
b. Sintak Pembelajaran Langsung
Sintak atau langkah-langkah pada pembelajaran langsung adalah sebagai berikut ini Agus Suprijono, 2010:50:
Tabel 2.2 Sintak Pembelajaran Langsung
Fase-fase Perilaku Guru
Fase 1: Establising set Menyampaikan tujuan dan
mempersiapkan peserta didik
Menjelaskan tujuan pembelajaran, informasi latar belakang pelajaran, mempersiapkan
peserta didik untuk belajar
Fase 2: Demonstrating Mendemonstrasikan
pengetahuan atau keterampilan
Mendemonstrasikan keterampilan yang benar, menyajikan informasi tahap demi
tahap
Fase 3: Guide practice Membimbing pelatihan
Merencanakan dan memberi pelatihan awal Fase 4: Feed back
Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik
Mengecek apakah peserta didik telah berhasil melakukan tugas dengan baik,
memberi umpan balik
Fase 5: Extended practice Memberikan kesempatan
untuk pelatihan lanjutan dan penerapan
Mempersiapkan kesempatan melakukan pelatihan lanjutan, dengan perhatian khusus
pada penerapan kepada situasi lebih kompleks dalam kehidupan sehari-hari
Menurut Daniel Muijs dan David Reynold dalam Agus Suprijono 2009:51, kelima fase pembelajaran langsung dapat dikembangkan sebagai
berikut: a.
Directing. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran kepada seluruh kelas dan memastikan bahwa semua peserta didik mengetahui apa yang harus
dikerjakan dan menarik perhatian peserta didik pada poi-poin yang membutuhkan perhatian khusus.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user lxvii
b. Instructing. Guru memberikan informasi dan menstrukturisasikannya
dengan baik. c.
Demonstrating. Guru menunjukkan, mendeskripsikan, dan membuat model dengan menggunakan sumber serta display visual yang tepat.
d. Explaining and illustrating. Guru memberikan penjelasan-penjelasan
akurat dengan tingkat kecepatan yang tepat dan merujuk pada metode sebelumnya.
e. Questioning and discussing. Guru bertanya dan memastikan seluruh
peserta didik ikut ambil bagian. Guru mendengarkan dengan seksama jawaban peserta didik dan merespons secara konstruktif untuk
mengembangkan belajar peserta didik. Guru menggunakan pertanyaan- pertanyaan terbuka dan tertutup. Guru memastikan bahwa peserta didik
dengan semua kemampuan yang dimilikinya terlibat dan memberikan kontribusi di dalam diskusi. Guru memberikan waktu kepada peserta didik
untuk memikirkan jawabannya sebelum peserta didik menjawab. f.
Consolidating. Guru memaksimalkan kesempatan menguatkan dan mengembangkan apa yang sudah diajarkan melalui berbagai macam
kegiatan di kelas. Guru dapat pula memberi tugas-tugas yang difokuskan dengan baik untuk dikerjakan di rumah. Guru meminta peserta didik
bersama pasangan atau kelompoknya melakukan refleksi atau membahas sebuah proses. Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik
memperluas ide dan penalarannya, membandingkannya dan kemudian menyempurnakan metode dan cara yang mereka gunakan. Guru meminta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user lxviii
peserta didik memikirkan berbagai macam cara untuk mendekati sebuah masalah. Guru meminta mereka menggeneralisasikan atau memberi
contoh-contoh yang cocok untuk dijadikan pernyataan umum. g.
Evaluating pupil’s responses. Guru mengevaluasi presentasi hasil kerja peserta didik.
h. Summarizing. Guru merangkum apa yang telah diajarkan dan apa yang
sudah dipelajari peserta didik selama dan menjelang akhir pelajaran. Guru mengidentifikasi dan mengoreksi kesalahpahaman dari peserta didik. Guru
mengundang peserta didik mempresentasikan hasil pekerjaan mereka dan menarik poin-poin serta ide-ide kunci.
c. Keunggulan dan Keterbatasan Pembelajaran Langsung
Pembelajaran langsung memiliki keunggulan sebagai berikut: 1
Proses kegiatan belajar mengajar pada pembelajaran langsung relatif membutuhkan waktu lebih singkat, sehingga materi pembelajaran dapat
diselesaikan dengan lebih cepat. 2
Lebih mudah dilaksanakan guru, karena guru dapat melakukan pembelajaran langsung tanpa persiapan khusus.
Sedangkan kelemahan dari pembelajaran langsung adalah: 1
Guru dalam proses pembelajarannya cenderung lebih aktif dalam mengusung materi pembelajaran, sehingga tidak menempatkan siswa
sebagai subyek belajar. 2
Siswa kurang diberi kesempatan berpikir dan menemukan sendiri makna dari materi yang dipelajari.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user lxix
5. Assessment for Learning AfL
a. Pengertian Asesmen dalam Pendidikan
Asesmen pendidikan yang juga sering disebut penilaian menurut Popham dalam Budiyono 2009:1 adalah sebuah usaha formal untuk
menentukan kedudukan atau status siswa terkait dengan variabel pedidikan yang ditentukan. Menurut Agus Suprijono 2009:135 asesmen adalah
prosedur yang digunakan untuk mendapatkan informasi tentang prestasi atau kinerja peserta didik yang hasilnya akan digunakan untuk evaluasi.
Dewasa ini asesmen kadang disalah artikan oleh banyak guru yang cenderung menganggap asesmen merupakan usaha pengumpulan nilai yang
dilakukan melalui pemberian tes. Oleh karenanya, yang terjadi adalah bahwa kegiatan asesmen yang merupakan kegiatan rutin yang dilakukan setiap guru
kurang memberikan peranan dalam membantu siswa dalam belajar. Latta dkk 2007:2 mengatakan “Assessment as an integral part of
instruction, supporting and enhancing learning. Such means of assessment assumes that learning products cannot be separated from learning
processes”. Latta dkk mengatakan bahwa asesmen adalah sesuatu yang terintegrasi dari pembelajaran, mendukung dan mampu meningkatkan kualitas
pembelajaran. Ini berarti asesmen mengasumsikan bahwa produk-produk pembelajaran tidak dapat dipisahkan dari proses belajar.
Lebih lanjut dalam kesimpulan penelitiannya Latta dkk 2007:17 menyatakan,
“Assessment as a moving force became more difficult to betray. We conclude that learning processes and products must affirm and
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user lxx
manifest the vitality of each other within formative assessments. To act in accordance with the dynamics of formative assessments it seems
critical that educating teacher artistic vision must be cultivated and embraced”.
Dari uraian tersebut Latta dkk menyatakan bahwa asesmen sebagai kekuatan penggerak dalam pembelajaran menjadi semakin sulit untuk dipungkiri.
Mereka menyimpulkan bahwa proses pembelajaran dan produknya harus menegaskan dan memanifestasikan hal yang vital antara satu dengan yang lain
dalam penilaian formatif. Untuk bertindak sesuai dengan dinamika penilaian formatif, tampaknya penting bahwa mendidik guru dengan visi yang baik
harus diolah dan dirangkul. Setiap kegiatan asesmen tentunya menitikberatkan pada aspek-aspek
tertentu. Menurut Popham dalam Budiyono 2010:2, target asesmen aspek kognitif menitikberatkan kepada operasi intelektual intellectual operations
siswa, target asemen aspek afektif menitikberatkan kepada sikap attitudes dan nilai-nilai values yang dipunyai oleh siswa, dan target asesmen aspek
psikomotor menitikberatkan kepada keterampilan gerak otot large-muscle and small-muscle skills.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa asesmen adalah prosedur untuk memperoleh informasi pencapaian belajar siswa yang
hendaknya terintegrasi dalam proses pembelajaran sehingga mampu mendukung pembelajaran itu sendiri yang pada akhirnya tujuan pembelajaran
akan dapat tercapai. Dalam peneltian ini asesmen akan dimunculkan dalam proses pembelajaran yang beriorientasi pada target asesmen aspek kognitif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user lxxi
b. Definisi AfL
AfL yang dapat diartikan penilaian untuk pembelajaran didefinisikan sebagai “using evidence and feedback to identify where students are in their
learning, what they need to do next and how best to achieve this” www.geography.org.uk. Dari definisi tersebut AfL dapat diartikan sebagai
penggunaan umpan balik dan bukti untuk mengidentifikasi dimana siswa telah belajar, apa yang dibutuhkan siswa untuk berbuat berikutnya dan bagaimana
cara terbaik untuk mencapainya. Dalam www.assessmentfor learning.edu.audefault.asp AfL dapat juga
diartikan sebagai “the process of seeking and interpreting evidence for use by learners and their teachers to decide where the learners are in their learning,
where they need to go, and how best to get there”. Berdasarkan hal-hal tersebut dapat dikatakan AfL adalah proses untuk mencari dan
menginterpretasikan bukti-bukti yang ada untuk digunakan bagi siswa dan guru untuk menentukan pada posisi mana siswa-siswa telah belajar, apa yang
harus dikerjakan kemudian, dan bagaimana cara terbaik untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Dalam makalahnya Budiyono 2010:8 menyatakan bahwa pada dasarnya AfL adalah asesmen formatif, yang kemudian diberi nama AfL
karena mempunyai tujuan untuk perbaikan pembelajaran, bukan untuk melihat seberapa banyak pengetahuan yang telah dikusai siswa.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa AfL merupakan bentuk asesmen formatif yang bertujuan untuk meningkatkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user lxxii
kualitas pembelajaran melalui pemberian umpan balik feedback dan penggunaan bukti-bukti yang ada dalam proses pembelajaran sehingga tujuan
pembelajaran dapat tercapai dengan baik.
c. Prinsip-Prinsip dalam AfL
Terdapat 10 prinsip dalam AfL, yaitu http:languagetesting.info featuresafl 4031aflprinciples.pdf:
1 AfL should be part of effective planning of teaching and learning AfL
merupakan bagian dari perencanaan pembelajaran yang efektif, 2
AfL should focus on how students learn AfL harus memfokuskan kepada bagaimana siswa belajar,
3 AfL should be recognized as central to classroom practice AfL harus
merupakan pusat dari praktik pembelajaran di kelas, 4
AfL should be regarded as a key professional skill for teacher AfL merupakan kunci keterampilan professional guru,
5 AfL should be sensitive and constructive because any assessment has an
emotional impact AfL harus sensitif dan konstruktif, sebab setiap asesman selalu mempunyai dampak emosional terhadap siswa,
6 AfL should take account of the importance of learner motivation AfL
harus memperhatikan pentingnya motivasi siswa, 7
AfL should promote commitment to learning goals and a shared understanding of the criteria by which they assessed AfL harus
megutamakan komitmen atas tujuan pembelajaran dan pemahaman mengenai kriteria yang harus dinilai,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user lxxiii
8 Learner should receive constructive guidance about how to improve pada
AfL siswa harus mendapatkan petunjuk konstruktif bagaimana siswa harus memperbaiki diri,
9 AfL should develops learners’ capacity for self-assessment so that they
can become reflective and self managing AfL harus dapat mengembangkan kapasitas siswa untuk dapat menilai dirinya sendiri, dan
10 AfL should recognize the full range of achievement of all learners AfL
harus memperhatikan rentang kemampuan siswa.
d. Karakteristik AfL
Empat karakteristik kunci yang harus dipahami oleh guru dalam melaksanakan atau menerapkan AfL dalam pembelajaran adalah sebagai
berikut www.qca.org.ukqca_4337: 1
Using effective questioning techniques digunakan teknik bertanya yang efektif,
2 Using feedback strategies digunakan strategi pemberian balikan,
3 Sharing learning goals adanya pengertian bersama mengenai tujuan
pembelajaran, dan 4
Peer and self-assessment dilakukan penilaian antar teman dan penilaian diri.
Untuk mewujudkan AfL yang efektif, hal-hal yang harus dilakukan oleh guru dalam pelaksanaan pembelajaran adalah sebagai berikut
http:arc.boardofstu-dies.nsw.edu.augok-6principles-of-assessment-for- learning:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user lxxiv
1 Menekankan adanya interaksi antara pembelajaran dan asesmen
emphases the interactions between learning and manageable assessment strategies that promote learning,
2 Menyatakan secara jelas tujuan pembelajaran clearly express for the
student teacher the goals of the learning activity, 3
Menyatakan pandangan belajar bahwa asesmen dapat membantu siswa belajar lebih baik, bukan sekedar memperoleh nilai yang baik reflects a
view of learning in which assessment helps students learn better, rather than just achieve a letter mark,
4 Memberikan arahan kepada siswa dengan memberikan balikan kepada
mereka provide ways for students to use feedback from assessment, 5
Membantu siswa untuk bertanggung jawab mengenai kemajuan belajarnya sendiri help students take responsibility for their own learning,
6 Berlaku untuk seluruh siswa is inclusive of all learners.
e. Penerapan AfL di dalam Kelas
AfL dapat diterapkan dalam semua pembelajaran dengan pendekatan, metode, model, atau strategi belajar apapun. Yang perlu diperhatikan adalah
penerapan dari prinsip-prinsip dan karakteristik AfL dalam pembelajaran yang dipakai tersebut. Dalam penelitian ini AfL diterapkan dalam pembelajaran
langsung dan dipakai sebagai pendekatan pada kelas eksperimen 2. Langkah-langkah penerapan dari strategi AfL dalam pembelajaran
yang dijadikan acuan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.3 yang diadopsi dari penelitian yang dilakukan Budiyono 2010:13.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user lxxv
Tabel 2.3 Impelentasi AfL di Kelas
No. Srategi AfL dari Clarke
Implementasi dalam Pembelajaran 1.
Clarifying learning objectives and success criteria at the
planning stage, as framework for formative assessment
processes Memformulasikan tujuan pembelajaran dan
kriteria sukses sebelum pembelajaran berlangsung. Tujuan pembelajaran dan kriteria
sukse mengacu kepada RPP yang dibuat guru
2. Sharing learning objectives
and success criteria with students, both long term and
for individual lessons a.
Memberitahukan tujuan pembelajaran dan kriteria sukses kepada siswa di setiap awal
pembelajaran b.
Menulis tujuan pembelajaran dan kriteria sukses di papan tulis, sehingga selama
pembelajaran berlangsung guru dan siswa dapat memfokuskan kepada tujuan
pembelajaran dan kriteria sukses tersebut
3. Appropriate and effective
questioning which develops the learning rather than attempts
to measure it Menggunakan tujuan pembelajaran dan kriteria
sukses sebagai dasar untuk memberikan pertanyaan questioning dan balikan feed-
back selama pembelajaran berlangsung
4. Focusing oral and written
feedback, whether from teacher or student, around the
development of learning objectives and meeting of
targets a.
Memeriksa pekerjaan sesegera mungkin b.
Memberikan balikan konstruktif dan motivasi kepasa siswa pada lembar pekerjaan
siswa
5. Organising targets so that
students achievement as based on previous achievement as
well as aiming for the next step Menetapkan tujuan pembelajaran dan kriteria
sukses berdasarkan pencapaian kemampuan siswa sebelumnya
6. Involving students in self-and
peer evaluation a.
Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendiskusikan jawaban dan soal-soal yang
diberikan dengan teman-temannya b.
Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan perasannya mengenai
pembelajaran yang sedang berlangsung c.
Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan kesulitan-kesulitan yang
ditemui selama pembelajaran 7.
Raising students’ self-efficacy and holding a belief that all
students have potential to learn and achieve
a. Selama pembelajaran berlangsung, guru
memberikan semangat dan membangun kepercayaan diri kepada siswa bahwa setiap
siswa dapat belajar matematika dengan baik
b. Memberikan soal-soal mulai dari soal yang
mudah, sehingga setiap siswa merasa dapat mengerjakan soal dengan benar
c. Memberikan balikan yang konstruktif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user lxxvi
6. Pendekatan Pembelajaran Langsung yang berbasis AfL
a. Pengertian Pendekatan Pembelajaran Langsung yang Berbasis AfL
Pendekatan pembelajaran langsung yang berbasis pada AfL merupakan merupakan kolaborasi keduanya di mana dalam penyampaian
materi yang diajarkan, guru menggunakan pendekatan langsung dan selama proses berlangsungnya pembelajaran diterapkan prinsip AfL. Desain dari
pembelajaran tersebut telah dimodifikasi sedemikian rupa oleh peneliti sehingga menghemat waktu dan tenaga tetapi tidak menghilangkan makna
dan prinsip-prinsip dari pendekatan langsung maupun AfL itu sendiri. Dengan demikian kolaborasi keduanya merupakan upaya pengembangan atau inovasi
dalam pendekatan pembelajaran untuk meningkatkan kualitas pembelajaran matematika sehingga diharapkan dapat memberikan hasil yang positif bagi
pencapaian prestasi belajar matematika siswa.
b. Langkah-Langkah Pembelajaran
1 Perencanaan Pembelajaran
Dalam perencanaan pembelajaran ini penulis mengambil perencanan pembelajaran yang dikembangkan dalam penelitian Budiyono
2010:14 yang sebagian telah dimodifikasi oleh penulis.
1.1 Tujuan Pembelajaran
Sebagaimana dalam prinsip pendekatan pembelajaran langsung bahwa setiap siswa harus mengetahui apa tujuan pembelajaran dan apa yang
harus dikerjakan serta strategi dari kejelasan tujuan dan kriteria sukses pada AfL, maka tujuan pembelajaran harus ditetapkan di awal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user lxxvii
pembelajaran. Oleh karenanya tujuan pembelajaran disusun dalam kalimat yang dipahami oleh siswa. Agar siswa selalu ingat akan tujuan
dari pembelajaran, maka tujuan pembelajaran disampaikan di awal pembelajaran dan ditulis di papan tulis atau pada lembar kerja yang
diberikan.
1.2 Kriteria Sukses
Guru menetapkan kriteria sukses sebagai indikator bahwa siswa telah berhasil mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan
sebelumnya. Soal-soal yang diharapkan dapat diselesaikan oleh siswa ditulis di papan tulis dan tidak dihapus selama pembelajaran
berlangsung.
1.3 Soal-soal latihan
Dalam pembelajarannya, di setiap kompetensi dasar tertentu diupayakan guru memberikan latihan soal yang berbentuk uraian.
Melalui lembar kerja yang diberikan, guru akan melihat dan mengevaluasi pekerjaan siswa untuk kemudian memberikan umpan
balik feedback terhadap siswa yang mengalamai kesulitan sesegera mungkin. Soal diberikan dalam 3 tahap, dimana soal tahap I
dimaksudkan untuk mengetahui sejauhmana pencapaian dari tujuan pembelajaran sehingga akan diberikan balikan feedback sementara
soal tahap II dan tahap III adalah sebagai tugas pekerjaan rumah. Berikut ini adalah tabel perbedaan soal yang diberikan pada tahap I,
tahap II, dan tahap III.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user lxxviii
Tabel 2.4. Perbedaan Soal Tahap I, Tahap II, dan Tahap III
No. Aspek Soal
tahap I
Soal tahap II Soal tahap III
1. Tingkat kesulitan
Mudah Mudah atau
sedang Sedang atau
sukar 2. Lama
Pengerjaan 10 – 15 menit
15 – 25 menit 30 – 60 menit
3. Waktu Pengerjaan
Di kelas Di rumah
Di rumah 4. Waktu
penyerahan kepada guru
Diserahkan di kelas, langsung setelah selesai
mengerjakan Diserahkan kepada guru
sehari sebelum pembelajaran
berikutnya Tidak diperiksa oleh
guru tetapi dibahas secara klasikal pada
awal pertemuan berikutnya
5. Waktu pemeriksaan
pekerjaan siswa
Diperiksa langsung oleh guru di kelas dan
dikembalikan kepada siswa pada saat itu juga
Diperiksa oleh guru, tidak dilakukan di kelas
dan dikembalikan kepada siswa pada
pembelajaran berikutnya
Tidak diperiksa oleh guru tetapi dibahas
secara klasikal pada awal pertemuan
berikutnya
6. Umpan balik
Diberikan umpan balik bagi yang melakukan
kesalahan Diberikan umpan balik
bagi yang melakukan kesalahan
Didiskusikan di kelas sebagai
wahana pemberian umpan balik
7. Pemberian skor
Diberi skor, tetapi skor tidak diberitahukan
kepada siswa Diberi skor, tetapi skor
tidak diberitahukan kepada siswa
Tidak diberi skor
8. Fungsi pemberian
skor Untuk merekam
kemajuan siswa, bukan sebagai bagian dari
pemberian nilai kepada siswa
Untuk merekam kemajuan siswa, bukan
sebagai bagian dari pemberian nilai kepada
siswa
9. Pemberian umpan balik
dan motivasi Diberi umpan balik dan
diberi pujian untuk memberi motivasi
Diberi umpan balik dan diberi pujian untuk
memberi motivasi
10. Jenis pujian
dan balikan Pada lembar pekerjaan
siswa ditulis: a.
Excellent: jika benar
dikerjakan dengan sempurna
b. Good: jika hampir
benar c.
Perbaiki: jika salah
tunjukkan bagaimana cara
memperbaikinya Pada lembar pekerjaan
siswa ditulis: a.
Excellent: jika benar
dikerjakan dengan sempurna
b. Good: jika hampir
benar c.
Perbaiki: jika salah
tunjukkan bagaimana cara
memperbaikinya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user lxxix
2 Pelaksanaan Pembelajaran
Langkah-langkah dari pembelajaran langsung berbasis AfL yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat dalam Tabel 2.5. Langkah-
langkah tersebut diadopsi dan kemudian dimodifikasi dari penelitian Budiyono 2010:17.
Tabel 2.5 Pelaksanaan Pendekatan Pembelajaran Langsung berbasis AfL
Fase Kegiatan Guru
Kegiatan Siswa Fase-I a.
Guru memberikan apersepsi dan memberikan motivasi kepada siswa
b. Guru menyampaikan tujuan dan
kriteria sukses dari pembelajaran pada kompetensi dasar tertentu dan
menuliskannya di depan kelas Memperhatikan dan memahami
dengan baik apa yang disampaikan guru tujuan dan kriteria sukses dari
pembelajaran
Fase-II Guru mulai
melaksanakan pembelajaran sesuai rencana
pembelajaran yang dibuat dimana pendekatan pembelajaran yang
dipakai adalah pendekatan pembelajaran langsung
Melaksanakan pembelajaran bersama guru
Fase-III Guru memberikan soal tahap I setelah penyampaian materi dari satu
kompetensi dasar dianggap selesai Siswa mengerjakan soal tahap I
Fase-IV Guru memeriksa jawaban siswa untuk soal tahap I dan memberikan
balikan feedback pada lembar jawaban siswa terhadap siswa yang
mengalami kesulitan dalam penyelesaian soal tahap I dan
mengembalikan lembar jawaban kepada siswa
Siswa berdiskusi dengan teman- temannya terkait dengan soal tahap I
dan beberapa siswa diminta untuk menuliskan hasil diskusi atau hasil
pekerjaan mereka sendiri
Fase-V Guru memberikan balikan secara
klasikal terhadap pengerjaan soal tahap I secara lisan dengan melihat
hasil pengerjaan siswa yang mengerjakan di papan tulis untuk
membantu siswa memahami langkah penyelesaian soal
a. Siswa mendengarkan dengan
melihat hasil pekerjaan yang telah diberi balikan oleh guru, kemudian
mencatat balikan secara klasikal yang diberikan oleh guru
b. Siswa dapat menanyakan kesulitan
atau mengemukakan gagasan terkait materi atau penyelesaian soal tahap I
Fase-VI Guru memberikan soal tahap II dan tahap III yang telah disediakan guru
Siswa menerima soal untuk dikerjakan di rumah dan akan dibahas pada
pertemuan berikutnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user lxxx
7. Kreativitas Siswa
a. Pengertian Kreativitas
Conny dalam Reni Akbar Hawadi,dkk, 2001:4 berpendapat bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk memberikan gagasan-gagasan baru dan
menerapkannya dalam pemecahan masalah. Kreativitas meliputi ciri-ciri aptitude seperti kelancaran fluency, keluwesan flexibility, dan keaslian
originality dalam pemikiran maupun ciri-ciri non aptitude, seperti rasa ingin tahu, senang mengajukan pertanyaan dan selalu ingin mencari
pengalaman-pengalaman baru. Pendapat lain mengenai kreativitas adalah seperti yang dikemukakan
Rogers dalam Utami Munandar, 2009:18, bahwa sumber dari kreativitas adalah kecenderungan untuk mengaktualisasikan diri, mewujudkan potensi,
dorongan untuk berkembang dan menjadi matang, kecenderungan untuk mengekspresikan dan mengaktifkan semua kemampuan organisme.
Kreativitas adalah hasil dari interaksi antara individu dan lingkungannya. Seseorang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan
dimana ia berada, dengan demikian baik perubahan di dalam individu maupun di dalam lingkungan dapat menunjang atau menghambat upaya kreatif.
Implikasinya adalah bahwa kemampuan kreatif dapat ditingkatkan melalui pendidikan Utami Munandar, 2009:12. Baron dalam Utami Munandar
2009:21 berpendapat bahwa kreativitas adalah kemampuan menghasilkan menciptakan sesuatu yang baru. Sedangkan menurut Solso, dkk 2007:444
menyebutkan bahwa kreativitas adalah suatu aktivitas kognitif yang meng-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user lxxxi
hasilkan suatu pandangan yang baru mengenai suatu bentuk permasalahan dan tidak dibatasi pada hasil yang pragmatis selalu dipandang menurut kegu-
naannya. Dari beberapa pengertian kreativitas di atas dapat disimpulkan bahwa
kreativitas mengandung arti suatu aktivitas kognitif yang merupakan hasil dari interaksi antara seorang individu dengan lingkungannya yang kemudian
menghasilkanmenciptakan gagasan, pandangan, atau sesuatu yang baru.
b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kreativitas
Dalam perkembangannya, kreativitas dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut:
1 Faktor internal, adalah faktor yang ada dalam diri individu yang dapat
mempengaruhi perkembangan kreativitas individu, yaitu: a
Sikap terbuka terhadap pengalaman dan rangsangan baik dari luar maupun dari dalam.
b Lokus evaluasi yang internal, artinya kemampuan individu dalam
menilai produk yang dihasilkan, ditentukan oleh dirinya sendiri, mes- kipun ada kemungkinan kritik dari orang lain.
c Kemampuan mengadakan eksplorasi terhadap unsur-unsur, bentuk-
bentuk atau konsep-konsep atau membentuk kombinasi baru dari hal- hal yang sudah ada sebelumnya.
2 Faktor eksternal, adalah faktor yang berasal dari luar yang dapat
mempengaruhi kemampuan seseorang untuk mengembangkan kreativitas, yaitu:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user lxxxii
a Kebudayaan
a.1 Kebudayaan dapat mengembangkan kreativitas individu apabila kebudayaan itu memberi kesempatan yang adil bagi pengem-
bangan kreativitas potensial yang dimiliki oleh anggota masyarakat.
a.2 Struktur masyarakat yang bersifat feudal dan tradisional dapat menghambat perkembangan kreativitas individu anggota masya-
rakatnya. b
Lingkungan b.1 Lingkungan keluarga
b.2 Lingkungan sekolah b.3 Lingkungan masyarakat
c. Kendala Pengembangan Kreativitas
Kendala dalam pengembangan kreativitas adalah sebagai berikut Utami Munandar, 2009:7-8:
1 Pengertian kreativitas sebagai sifat yang diwarisi oleh orang yang
berbakat luar biasa atau genius. Kreativitas diasumsikan sebagai sesuatu yang dimiliki atau tidak dimiliki dan tidak banyak dilakukan melalui pen-
didikan untuk mempengaruhinya. 2
Alat-alat ukur tes yakni dilakukan di sekolah kebanyakan meliputi tugas-tugas yang harus dicari satu jawaban yang benar berpikir
konvergen. Kemampuan berpikir divergen dan kreatif, yaitu menjajaki
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user lxxxiii
kemungkinan jawaban atas suatu masalah jarang diukur. Dengan demikian perkembangan kemampuan mental-intelektul anak secara utuh diabaikan.
3 Kurangnya perhatian dunia pendidikan dan psikologi terhadap kreativitas
terletak pada kesulitan merumuskan konsep kreativitas itu sendiri. 4
Alat-alat ukur yang mudah digunakan dan objektif telah mengalihkan perhatian dari upaya untuk mengukur kemampuan kreatif, yang menuntut
jenis tes divergen dengan berbagai kemungkinan jawaban terhadap sesuatu masalah manakala ada kemungkinan subjektivitas dalam peni-
laian scoring. 5
Proses pemikiran tinggi, termasuk kreatif kurang dapat dijelaskan dengan menggunakan konsep stimulus-response.
d. Model Untuk Mendorong Belajar Kreatif
Utami Munandar 2009:172 memberikan model untuk mendorong belajar kreatif yang diambil dari Treffinger 1986 menggambarkan susunan
tiga tingkat yang dimulai dengan unsur-unsur dasar dan menanjak ke fungsi- fungsi berpikir kreatif yang lebih majemuk. Setiap tahap dari model ini
mencakup segi pengenalan kognitif dan afektif. Tingkat I : basic tools atau teknik-teknik kreativitas tingkat I meliputi
ketrampilan berpikir divergen dan teknik-teknik kreatif. Ketrampilan dan teknik-teknik ini mengembangkan kelancaran dan kelenturan berpikir serta
kesediaan mengungkapkan pemikiran kreatif kepada orang lain. Tingkat II : practice with process atau teknik-teknik kreativitas tingkat
II memberi kesempatan kepada siswa untuk menerapkan keterampilan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user lxxxiv
dipelajari pada tingkat I dalam situasi praktis. Untuk tujuan ini digunakan strategi seperti bermain peran, simulasi, dan studi kasus. Kemahiran dalam
berpikir kreatif menuntut siswa memiliki keterampilan untuk melakukan fungsi-fungsi seperti analisis, evaluasi, imajinasi dan fantasi.
Tingkat III : working with real problem atau teknik kreatif tingkat III menerapkan keterampilan yang dipelajari pada dua tingkat pertama terhadap
tantangan dunia nyata. Siswa menggunakan kemampuan mereka dengan cara- cara yang bermakna untuk kehidupannya.
Ranah kognitif dan afektif yang dilibatkan dari masing-masing tingkat dapat dilihat dalam Tabel 2.6 berikut ini Utami Munandar, 2009:173:
Tabel 2.6 Ranah Kognitif dan Afektif yang Dilibatkan dalam Tingkatan Pada Model untuk Mendorong Belajar Kreatif
Tingkat Ranah Kognitif
Ranah Afektif I
fungsi divergen
Kelancaran, kelenturan, orisinalitas, pemerincian,
pengenalan dan ingatan Rasa ingin tahu, kesediaan
untuk menjawab, keterbukaan terhadap
pengalaman, keberanian mengambil resiko, kepekaan
terhadap masalah, dan percaya diri
II proses berpikir dan
perasaan yang
majemuk Penerapan, analisis, sintesis,
evaluasi, ketrampilan metodologis dan penelitian,
transformasi, metafor dan analogi
Keterbukaan terhadap perasaan-perasaan majemuk,
meditasi dan kesantaian, pengemabangan nilai,
keselamatan psikologis dalam berkreasi, dan
penggunaan khayalan dan tamsil
III keterlibatan
dalam tantangan
nyata Pengajuan petanyaan-
pertanyaan secara mandiri, pengarahan diri,
pengelolaan sumber, dan pengembangan produk
Pemribadian nilai, pengikatan diri terhadap
hidup produktif, dan menuju perwujudan diri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user lxxxv
e. Jenis Alat untuk Mengukur Potensi Kreatif
Menurut Utami Munandar 2009:58-60 potensi kreatif dapat diukur dengan berbagai pendekatan:
1 Tes yang mengukur kreativitas secara langsung
Tes yang sudah disusun dan digunakan diantaranya adalah tes dari Torrance untuk mengukur pemikiran kreatif Torrance Test of Creative
Thinking-TTCT yang memiliki bentuk verbal dan figural. 2
Tes yang mengukur unsur-unsur kreativitas Unsur-unsur kreativitas yang multi-dimensional, terdiri dari dimensi
kognitif berpikir kreatif, dimensi afektif sikap dan kepribadian dan dimensi psikomotor ketrampilan kreatif diukur sendiri-sendiri. Masing-
masing dimensi meliputi berbagai kategori, seperti misalnya dimensi kognitif dari kreativitas – berpikir divergen – mencakup antara lain, kelan-
caran, kelenturan dan orisinalitas dalam berpikir, kemampuan untuk me- rinci elaborasi dan lain-lain.
3 Tes yang mengukur ciri kepribadian kreatif
Tes yang digunakan untuk mengukur ciri kepribadian kreatif adalah: a
Tes mengajukan pertanyaan untuk mengukur kelenturan berpikir. b
Tes risk taking digunakan untuk menunjukkan dampak dari pengam- bilan resiko terhadap kreativitas.
c Tes figure preference dari Barron-Welsh yang menunjukkan prefensi
untuk ketidakteraturan, sebagai salah satu ciri kepribadian kreatif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user lxxxvi
d Tes sex role identity untuk mengukur sejauh mana seseorang
mengidentifikasikan diri dengan peran jenis kelaminnya. 4
Pengukuran potensi kreatif secara nontest Pengukuran kreatif secara nontest dapat dilakukan melalui beberapa
pendekatan sebagai berikut: a
Daftar periksa checklist dan kuisioner Alat ini disusun berdasarkan penelitian tentang karakteristik khusus
yang dimiliki pribadi kreatif. b
Daftar pengalaman Teknik ini menilai apa yang telah dilakukan seseorang di masa lalu.
Beberapa studi menemukan korelasi yang tinggi antara “laporan diri” dan prestasi kreatif di masa depan.
5 Pengamatan langsung terhadap kinerja kreatif
Pendekatan ini adalah dengan mengamati bagaimana orang bertindak dalam situasi tertentu.
Sedangkan alat ukur kreativitas yang pernah diterapkan di Indonesia adalah sebagai berikut Utami Munandar, 2009:68-70:
1 Tes kreativitas verbal
Konstruksi tes kreativitas verbal berlandaskan model struktur intelek dari Guilford sebagai kerangka teoritis. Tes ini terdiri dari enam subtes yang
semuanya mengukur dimensi operasi berpikir divergen, dengan dimensi konstan verbal, tetapi masing-masing berbeda dalam dimensi produk.
Setiap subtes, mengukur aspek yang berbeda dari berpikir kreatif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user lxxxvii
Kreativitas atau berpikir kratif secara operasional dirumuskan sebagai suatu proses yang tercermin dari kelancaran, kelenturan, dan orisinalitas
dalam berpikir. 2
Tes kreativitas figural TKF Tes ini merupakan adaptasi dari circle test dari Torrance, yang pertama
kali digunakan di Indonesia pada tahun 1976. TKF digunakan untuk mengukur spek kelancaran, kelenturan, orisinalitas, dan elaborasi dari
kemmpun berpikir kreatif. Disamping itu juga memungkinkan mendapat ukuran dari kreativitas sebagai kemampuan untuk membuat kombinasi
dari unsur-unsur yang diberikan. 3
Skala sikap kreatif Dengan adanya pertimbangan bahwa perilaku kreatif tidak hanya
memerlukan kemampuan berpikir kreatif kognitif tetapi juga skala sikap kreatif afektif, maka dibuat skala sikap kreatif yang terdiri dari 32 butir
pertanyaan, 8 butir diantaranya diadaptasi dari Creative Attitude Survey yang disusun oleh Schaefer.
Sikap kreatif dioperasionalisasi dalam dimensi sebagai berikut: a
Keterbukaan terhadap pengalaman baru, b
Kelenturan dalam berpikir, c
Kebebasan dalam ungkapan diri, d
Menghargai fantasi, e
Minat terhadap kegiatan kreatif, f
Kepercayaan terhadap gagasan sendiri, dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user lxxxviii
g Kemandirian dalam memberi pertimbangan.
4 Skala penilaian anak berbakat oleh guru
Di samping tes kreativitas yang memerlukan keahlian psikologi dalam penafsirannya, diperlukan alat identifikasi kreativitas yang dapat
digunakan oleh guru. Untuk tujuan ini telah diadaptasi untuk Indonesia, skala kreativitas anak berbakat yang disusun oleh Renzulli dkk. yang
terdiri atas empat sub skala, tiga diantaranya sesuai dengan definisi Renzulli tentang keberbakatan, yaitu ciri kemampuan intelektual umum,
ciri peningkatan diri motivasi, dan ciri kreativitas. Subskala untuk kreativitas menurut Utami Munandar 2009:71
meliputi ciri-ciri sebagai berikut: a
Rasa ingin tahu yang luas dan mendalam. b
Sering mengajukan pertanyaan yang baik. c
Memberikan gagasan atau usul terhadap suatu masalah. d
Bebas dalam menyatakan pendapat. e
Mempunyai rasa keindahan yang dalam. f
Menonjol dalam salah satu bidang seni. g
Mampu melihat suatu masalah dari berbagai segi sudut pandang. h
Mempunyai rasa humor yang luas. i
Mempunyai daya imajinasi. j
Orisinil dalam ungkapan gagasan dan pemecahan masalah. Lebih lanjut Utami Munandar 2009:71 mengatakan bahwa untuk
setiap pertanyaan ada lima kemungkinan pilihan jawaban, yaitu hampir selalu, sering, kadang-kadang atau pernah, jarang atau tidak pernah, dan
tidak tahu atau ragu-ragu yang kesemuanya mengacu kepada pengamatan ciri-ciri dari subskala kreatif oleh guru terhadap siswa.
Dalam penelitian ini alat ukur kreativitas yang digunakan tidak menggunakan standar yang baku yang telah ditetapkan oleh badan atau ahli
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user lxxxix
yang sangat kompeten dalam bidang kreativitas. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan kemampuan peneliti dalam mencari instrumen pengukur
kreativitas yang benar-benar sudah teruji validitas dan reliabilitasnya, serta telah diakui secara nasional atau internasional. Oleh karenanya, dalam
penelitian ini peneliti membuat alat ukur kreativitas melalui skala penilaian anak berbakat oleh guru yang diadaptasi dari subskala untuk kreativitas Utami
Munandar yang instrumennya berupa angket kreativitas. Subskala untuk kreativitas dari Utami Munandar tersebut peneliti adopsi dan modifikasi untuk
dijadikan acuan pembuatan indikator dalam penyusunan kisi-kisi angket kreativitas.
Dalam penyusunan kisi-kisi angket tersebut peneliti menyesuaikan dengan ruang lingkup dari variabel penelitian yang diteliti yaitu kreativitas
dalam pembelajaran matematika. Butir angket terdiri dari item-item positif dan item-item negatif dengan lima buah alternatif jawaban yaitu: selalu,
sering, kadang-kadang, jarang, dan tidak pernah.
f. Kreativitas Belajar Matematika Siswa
Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kreativitas belajar matematika adalah suatu aktivitas kognitif yang berlangsung antara
individu dengan lingkungannya yang kemudian menghasilkanmenciptakan gagasan, pandangan atau sesuatu yang baru dalam pembelajaran matematika.
Lingkungan dalam hal ini adalah lingkungan pembelajaran atau lingkungan sehari-hari siswa yang bersangkutan tinggal. Kemampuan mencipta gagasan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xc
yang baru misalnya adalah kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal matematika dengan berbagai langkah penyelesaian.
g. Indikator Kreativitas
Indikator kreativitas dalam penelitian ini diambil dari teori-teori yang disampaikan sebelumnya dan dirumuskan dalam Tabel 2.7 sebagai berikut:
Tabel 2.7. Indikator Kreativitas
No. Aspek Indikator
1. Rasa ingin tahu yang luas
dan mendalam a.
Bertanya tentang sesuatu hal yang belum diketahui
b. Penasaran akan sesuatu hal yang baru
2. Mempunyai daya
imajinasi yang kuat a.
Membayangkan halkejadian atau kemungkinan kejadian yang belum
terjadi belum nampak dalam situasi nyata
b. Merenungkan masalah-masalah yang
belum terpecahkan 3. Mempunyai
inisiatif a.
Menemukan alternatifcara lain dalam menyelesaikan suatu masalah
b. Mempunyai ide atau gagasan dalam
memecahkan sebuah masalah 4. Keterbukaan
terhadap pengalaman baru
Menerima dan kemauan belajar terhadap pengalaman baru
5. Kemampuan mengajukan
pertanyaan yang baik Mengajukan pertanyaan terhadap
permasalahan yang dilihat 6. Keorisinalitasan
dalam ungkapan dan
pemecahan masalah Mengungkapkan gagasanide-ide yang
orisinil hasil pemikiran sendiri
7. Kemampuan dalam
melihat masalah dari berbagai segisudut
pandang Mampu melihat masalah dari berbagai
segisudut pandang
8. Kebebasan dan
kelenturan dalam berpikir
a. Berpikir di luar konteks
b. Kemampuan menghubungkan hal yang
dipelajari dengan sesuatu hal yang lain 9. Minat
terhadap kegiatan
kreatif Kemauan untuk belajar dan melakukan
kegiatan yang mengasah kreativitas 10. Kebebasan
dalam menyatakan pendapat
Bebas dalam menyatakan pendapat yang dimiliki terhadap suatu permasalahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xci
B. Hasil Penelitian Yang Relevan
Penelitian yang relevan yang terkait dengan penggunaan pendekatan pembelajaran Contextual Teaching and Learnig CTL, pembelajaran langsung, dan
Assessment for Learning AfL adalah sebagai berikut: 1.
Penelitian Yayuk Puji Hastuti 2008 yang berjudul Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Kontekstual dan Mekanistik Ditinjau dari Motivasi Belajar
Siswa. Hasil penelitian yang terkait adalah siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan pendekatan pembelajaran kontekstual lebih baik prestasi
belajarnya dibandingkan dengan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran mekanistik. Kesesuaian dengan penelitian ini adalah
penggunaan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran matematika, sementara perbedaannya adalah tinjauannya.
2. Penelitian Siti Munjiyatun Ali 2009 yang berjudul Pengaruh Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division STAD dan Tipe Group Investigation GI Terhadap Prestasi Belajar Matematika Ditinjau
dari Kreativitas Siswa. Hasil penelitian yang terkait adalah pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD maupun GI, siswa yang mempunyai
kreativitas tinggi lebih baik prestasi belajar matematikanya dibandingkan dengan siswa yang mempunyai kreativitas sedang dan siswa dengan kreativitas sedang
lebih baik prestasi belajar matematikanya dari siswa dengan kreativitas rendah. Pada kategori kreativitas tinggi siswa yang diajar dengan model pembelajaran GI
lebih baik prestasi belajar matematikanya daripada model pembelajaran STAD dan pada kreativitas sedang dan rendah siswa yang diajar dengan pembelajaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xcii
GI dan STAD mempunyai prestasi belajar matematika yang sama baiknya. Kesesuaian dengan penelitian ini adalah tinjauannya, yaitu kreativitas belajar.
Sementara perbedaannya adalah pendekatan pembelajaran yang dipakai dalam eksperimentasinya.
3. Penelitian Mansyur 2009 pada SMP di kota Makasar yang berjudul
Pengembangan Model Assessment for Learning pada Pembelajaran Matematika di SMP. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa penerapan model AfL dalam
pembelajaran matematika dapat meningkatkan pemahaman, perilaku, dan kemampuan matematika siswa pada pembelajaran matematika. Kesesuaian
dengan penelitian ini adalah penggunaan AfL dalam pembelajaran matematika, sementara perbedaannya adalah dalam penelitian ini AfL dikolaborasikan dengan
pembelajaran langsung dan dieksperimentasikan untuk dibandingkan hasilnya dengan pembelajaran kontekstual CTL.
4. Penelitian Aris Niti Winarni 2009 yang berjudul Pengembangan Model
Pembelajaran Langsung dengan Metode Kumon pada Pokok Bahasan Komposisi Fungsi dan Invers Fungsi pada Madrasah Aliyah Kabupaten Ngawi. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa prestasi belajar matematika siswa yang mengikuti pembelajaran langsung dengan metode kumon menggunakan
perangkat pembelajaran yang dikembangkan, lebih baik dibandingkan dengan prestasi belajar matematika siswa yang mengikuti pembelajaran langsung untuk
pokok bahasan komposisi fungsi dan invers fungsi kelas XI. Kesesuaian dengan penelitian ini adalah penggunaan pembelajaran langsung yang telah dimodifikasi
dalam pembelajaran matematika, sementara perbedaannya adalah dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xciii
penelitian ini pembelajaran langsung dimodifikasi dengan mengoptimalkan peran penilaian melalui AfL.
C. Kerangka Berpikir